Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Eni Saragih Minta Jokowi Tak Gagalkan Model Proyek PLTU Riau I

Tersangka dugaan suap PLTU I Riau, Eni Saragih meminta Presiden Joko Widodo tidak menggagalkan model proyek tersebut.

17 Juli 2018 | 09.03 WIB

Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sabtu, 14 Juli 2018. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Perbesar
Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sabtu, 14 Juli 2018. TEMPO/Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I Riau, Eni Saragih meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak menggagalkan model proyek tersebut. "Ini model yang Bapak mau," tulis Eni melalui surat dua halaman yang Tempo peroleh, Senin, 16 Juli 2018.

BACA: Johannes Kotjo, Orang Kaya RI di Pusaran Kasus Suap PLN

Pada proyek PLTU Riau I, kata Eni, negara melalui PLN menguasai 51 persen saham. Dalam proyek ini pun, PLN hanya menyiapkan equity sepuluh persen. Selebihnya, perseroan akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga rendah, 4,25 persen per tahun.

"Harga jual ke PLN pun murah sekitar 5,3 sen. Sehingga diyakinkan ke depan PLN akan dapat menjual listrik yang murah kepada rakyat," ujar Eni.

Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat ini menyebut banyak pihak yang tidak menginginkan proyek dengan model seperti itu bisa berjalan. Kebanyak dari mereka, ujar dia, hanya ingin mengegolkan kepentingan pribadinya.

"Saya mohon Bapak Presiden turun tangan langsung dengan proyek 35 ribu megawatt," ujar Eni.

BACA: Jokowi Percayakan KPK Tangani Kasus Korupsi PLTU Riau 1

Eni lantas membandingkan proyek itu dengan PLTU Batang. Berdasarkan tinjauannya ke lapangan, ia berujar investasi proyek PLTU Batang terlampau mahal, USD 5,2 miliar. Belum lagi, harga listriknya yang kelewat mahal, yaitu di atas lima sen.

"Dengan proyek yang sangat besar ini 2x1000 megawatt, seharusnya harga bisa dibawah 5 sen, dan yang luar biasa lagi negara menjamin proyek ini sampai 30 tahun," ujar Eni. Padahal negara tidak memiliki saham sama sekali dalam proyek tersebut.

"Ada lagi yang lebih gila lagi, proyek Paiton diatas 9 sen, luar biasa gilanya," kata Eni lagi.

KPK menangkap Eni Saragih pada Jumat, 13 Juli 2018 di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Hari itu, KPK menggelar serangkaian operasi penangkapan yang berujung kepada Eni Saragih. Salah satu yang dicokok adalah staff Eni.

KPK menyita uang Rp 500 juta untuk Eni Saragih yang merupakan Politikus Golkar. Uang tersebut diduga berasal dari bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo.

KPK menduga sogokan ini untuk memuluskan penandatanganan kerjasama pembangunan PLTU Riau-1. KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total jenderal, Eni Saragih bakal menerima Rp 4,8 miliar. KPK telah menetapkan Eni Saragih dan Johannes sebagai tersangka.

ROSSENO AJI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus