Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KALANGAN swasta di Jakarta masih bertanya-tanya setelah mendengar pengumuman Menteri Keuangan J.B. Sumarlin: 52 BUMN mulai tahun depan secara bertahap akan go-public. Sebagian dari mereka seakan tak percaya, karena kesan perusahaan negara biasanya tak selincah perusahaan swasta, kalau bicara soal efisiensi. "BUMN kan biasanya banyak pegawainya. Itu saja sudah memakan biaya banyak," kata seorang pengusaha. Bisa jadi begitu. Tapi Sumarlin, yang dikenal gemar meneliti sejak ia di Bappenas, rupanya punya bukti. Dia memang belum menyebutkan contoh BUMN yang tengah bersiap-siap akan go-public. Dia hanya menyebutkan bidangnya: industri, pertanian, keuangan, dan jasa-jasa. Di bidang yang disebut terakhir, Perum Telekomunikasilah yang terbilang sehat. Bahkan, PT Indosat kabarnya berpredikat sehat sekali. Adapun di bidang keuangan, PT Asuransi Jasa Indonesia, Asuransi Kerugian Jasa Indonesia, dan Perum Peruri yang konon tergolong amat sehat. Sementara itu, yang sehat adalah PT Asuransi Ekspor Indonesia, Kliring dan Jaminan Bursa Komoditi, Danareksa, dan Perjan Pegadaian. Lalu di lingkungan perindustrian, ada dua BUMN yang bisa diketengahkan: PT Pupuk Kujang dan Semen Gresik. Di bidang perkebunan dan perikanan tak kurang dari 11 BUMN yang termasuk kategori sehat. Sedang yang sehat sekali ada tiga buah, yaitu PT Perkebunan XXIII, XXVI, dan XXIX. Apa ihwal bidang pekerjaan umum? Mungkin tak banyak yang tahu, lingkungan PU yang punya lima perusahaan konsultan, semuanya termasuk kategori sehat sekali. Dan diduga sebagian sahamnya akan dijual di pasar modal. Lingkungan perdagangan harus senang dengan sebuah perusahaannya, yakni PT Sucofindo -- kini masih bekerja sama dengan perusahaan SGS dari Swiss yang terkenal itu -- berpredikat amat sehat. Bagaimana dengan Pertamina? Perusahaan minyak dan gas bumi yang sudah sembuh dari sakitnya itu, agaknya, masih dinilai kurang sehat. Tapi orang tak perlu terlalu khawatir. Sebab, menurut Sumarlin, "Perkembangan perusahaan negara yang kurang atau tidak sehat itu tidak berarti perusahaan itu tidak untung. Mereka tetap memperoleh laba, tapi barangkali likuiditasnya masih rendah, solvabilitas dan rentabilitasnya kecil." Tapi ada juga BUMN yang tergolong sehat di lingkungan pertambangan dan energi itu. Misalnya Perum Gas Negara dan Perum Tambang Batu Bara. Kemudian, di bidang kehutanan ada tiga perusahaan yang sehat sekali, PT Inhutani II, Inhutani III, dan Perum Perhutani. Sedangkan PT Inhutani I terbilang sehat saja. PT Pradnya Paramita, perusahaan negara di lingkungan Departemen Penerangan yang berusia lebih dari 30 tahun, rupanya, termasuk yang sehat sekali. Konon, perusahaan warisan Belanda tersebut rencananya akan merger dengan Perum Balai Pustaka yang kurang sehat, dalam rangka membentuk sebuah Publishing House. Di lingkungan perhubungan, kabarnya, tak ada yang bisa disebut sehat sekali. Dari sejumlah 19 perusahaannya, boleh dibilang baru ada tiga buah yang bisa disebut sehat, masing-masaing PT Biro Klasifikasi, PT PANN, dan Perum Angkasa Pura I. Dan yang tergolong kurang sehat, agak di luar dugaan, antara lain adalah PT Garuda Indonesia. Dirut Garuda M. Soeparno agaknya optimistis, sayap Garuda yang semakin berkembang itu akan bisa go-public pada 1991. Menurut koran Media Indonesia 8 November, Soeparno bahkan sudah menyebutkan ancer-ancer jumlah saham Garuda yang akan dilempar ke pasar, yakni sekitar 25 persen. Dia juga mengungkapkan keuntungan grup Garuda -- termasuk anak-anak perusahaannya -- dalam tahun ini diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 100 juta. Sedang laba Garuda dari operasi penerbangan akan mencapai US$ 75 juta. Pihak Garuda baru-baru ini mengumumkan rencana pengadaan 62 pesawat baru bernilai US$ 3,6 milyar, untuk menarik manfaat dari meningkatnya potensi industri angkutan udara di kawasan Asia Pasifik. Namun, Menkeu Sumarlin meminta agar Garuda bisa bersabar, karena mungkin baru di tahun 1992 Garuda akan dipersiapkan untuk ikut terjun ke pasar modal alias go-public. Ia membenarkan perusahaan itu sudah mulai memetik untung. Tapi, menurut Sumarlin, itu tak dengan sendirinya berarti struktur modal perusahaannya sehat. "Kita perlu menyajikannya dengan fakta yang riil, dan obyektif. Sebab, nantinya masyarakat yang akan beli saham, sehingga masyarakat perlu tahu betul yang go-public itu baik atau tidak," katanya. Alkisah, Garuda masih diminta agar terus meningkatkan dirinya supaya lebih efisien. Di tahun 1985, perusahaan tersebut dianggap masih merugi sekitar Rp 129 milyar, lalu setahun kemudian ruginya mencapai Rp 488 milyar, dan selama tahun lalu kerugian itu mengecil menjadi Rp 146 milyar. Ketiganya masih belum dipotong pajak. Tapi, untung, masih panjang daftar BUMN yang tergolong bagus keadaannya, dari 1985 sampai 1987. Menurut hasil penelitian Departemen Keuangan, selama itu ada 25 BUMN yang sehat sekali. Lalu antara 1986 dan 1988 meningkat menjadi 34 buah. Karena ada yang naik pangkat, jumlah BUMN yang sehat selama dua tahun itu menurun dari 31 menjadi 25 buah. Pendek kata, menurut Sumarlin, diperkirakan 52 BUMN itulah yang lulus untuk persiapan go-public, dari 189 BUMN yang cukup lama diteliti. Sumarlin juga menjelaskan, jumlah saham yang kelak akan dilempar ke masyarakat, selain disesuaikan dengan daya serap pasar, tak akan besar. "Kalau porsi saham pemerintah tak lagi kuat, perusahaan itu akan menjadi swasta, jadi bukan BUMN lagi namanya," kata Sumarlin. Di zaman sulit dana sekarang, dan utang luar negeri yang makin membengkak, sudah saatnya Pemerintah menjala sedikit dana dari masyarakat. Sebab, seperti kata Sumarlin, "BUMN tak lagi bisa mengandalkan dana-dana anggaran untuk membantu memperbaiki efisiensi dan produktivitasnya." Fikri Jufri, Liston Siregar, Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo