Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan perekonomian global melambat dengan ketidakpastian yang semakin tinggi. Pertumbuhan ekonomi global diprakirakan melemah dan disertai divergensi pertumbuhan antar negara yang semakin melebar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan sebesar 2,9 persen dan melambat menjadi 2,8 persen pada 2024 dengan kecenderungan risiko yang lebih rendah,” ujar dia dalam siaran langsung di akun YouTube Bank Indonesia pada Kamis, 19 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Perry, ekonomi Amerika Serikat pada 2023 masih tumbuh kuat terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik. Sedangkan Cina melambat, dipengaruhi oleh perlemahan konsumsi dan penurunan kinerja sektor properti.
Selain itu, dia menjelaskan meningkatnya ketegangan geopolitik mendorong harga energi dan pangan meningkat sehingga mengakibatkan inflasi global tetap tinggi. Untuk mengendalikan inflasi, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR), diperkirakan akan tetap bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
“Kenaikan suku bunga global diperkirakan akan diikuti pada tenor jangka panjang dengan kenaikan yield obligasi pemerintah negara maju,” kata Perry. “Khususnya US Treasury, akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan utang pemerintah, dan kenaikan premi risiko jangka panjang.”
Proyeksi BI berbeda tipis dengan IMF
Berbagai perkembangan tersebut, Perry berujar, mendorong pembalikan arus modal dari negara berkembang ke negara maju dan ke aset yang lebih likuid. Di mana hal itu mengakibatkan dolar Amerika menguat secara tajam terhadap berbagai mata uang dunia.
Ketidakpastian ekonomi dan keuangan global juga semakin tinggi karena terjadi bersamaan dengan meningkatnya ketegangan geopolitik. “Karenanya memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global terhadap ketahanan ekonomi domestik di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” tutur Perry.
Namun, proyeksi BI itu berbeda tipis dengan Lembaga Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) yang juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat pada 2023 dan 2024. Dalam laporan berjudul ‘World Economic Outlook: Navigating Global Divergences’, IMF pertumbuhan ekonomi global pada 2022 mencapai 3,5 persen.
Proyeksi IMF akan melambat, di mana hingga akhir 2023 mencapai 3 persen. Sementara untuk tahun 2024 diproyeksikan 2,9 persen. “Angka tersebut masih di bawah rata-rata sejarah pertumbuhan ekonomi 2000-2019 yang sebesar 3,8 persen,” tertulis dalam laporan yang diunggah di situs resmi IMF.
Sedangkan proyeksi untuk negara maju, pertumbuhan ekonomi juga akan melambat, dari 2,6 persen pada 2022 menjadi 1,5 persen pada 2023, serta 1,5 persen pada 2024. Hal itu terjadi karena pengetatan kebijakan di negara maju yang mulai terasa.
Namun, bagi negara berkembang, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada negara maju, meskipun juga terjadi perlambatan. Di mana pertumbuhan ekonominya melambat dari 4,1 persen pada 2022 menjadi 4 persen saja pada 2023 dan 2024.