Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia menguat pada akhir perdagangan Jumat atau Sabtu pagi WIB hingga hampir 1,5 persen, atau naik dalam dua pekan berturut-turut. Penguatan harga tersebut dipicu oleh sanksi Uni Eropa terhadap minyak Rusia yang membuat prospek pasokan lebih ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman Juli naik US$ 1,49 atau 1,3 persen, menjadi US$ 112,39 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni naik US$ 1,51 atau 1,4 persen, menjadi US$ 109,77 per barel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis Price Futures Group, Phil Flynn, memperkirakan dalam waktu dekat, fundamental untuk minyak adalah bullish. "Dan hanya kekhawatiran perlambatan ekonomi di masa depan yang menahan kami," ujarnya.
Pada pekan ini, harga minyak WTI menguat sekitar 5 persen, sementara harga minyak Brent naik hampir 4 persen. Harga minyak naik usai Uni Eropa menetapkan embargo terhadap minyak Rusia sebagai bagian dari paket sanksi terberatnya atas konflik di Ukraina.
Uni Eropa tengah mengubah rencana sanksinya dan berharap untuk memenangkan negara-negara yang enggan serta mengamankan dukungan suara bulat yang dibutuhkan dari 27 negara anggota. Hal tersebut disampaikan oleh tiga sumber Uni Eropa pada Reuters.
Proposal awal mendorong diakhirinya impor Uni Eropa atas produk minyak mentah dan minyak Rusia pada akhir tahun ini.
Analis PVM, Stephen Brennock, menyebutkan, embargo Uni Eropa yang membayangi minyak Rusia mampu menekan pasokan secara akut. "Bagaimanapun, OPEC+ tidak berminat untuk membantu, bahkan ketika reli harga energi memacu tingkat inflasi yang berbahaya," tuturnya.
OPEC+ pun mengabaikan seruan dari negara-negara Barat untuk menaikkan produksi lebih banyak, dengan tetap pada rencananya menaikkan target produksi Juni sebesar 432.000 barel per hari.
Meski begitu, kalangan analis memprediksi kenaikan produksi aktual grup akan jauh lebih kecil karena kendala kapasitas. "Tidak ada kemungkinan anggota tertentu memenuhi kuota itu karena tantangan produksi berdampak pada Nigeria dan anggota Afrika lainnya," kata Analis Pasar Senior Asia Pasifik OANDA, Jeffrey Halley.
Pada Kamis lalu, 5 Mei 2022, panel Senat AS mengajukan RUU yang dapat mengekspos OPEC+ ke tuntutan hukum untuk kolusi dalam meningkatkan harga minyak. Sedangkan dari sisi pasokan, jumlah rig minyak AS, indikator awal produksi masa depan, naik lima rig menjadi 557 minggu ini, tertinggi sejak April 2020.
Investor memprediksi permintaan yang lebih tinggi dari Amerika Serikat di musim gugur ini karena Washington mengumumkan rencana untuk membeli 60 juta barel minyak mentah guna mengisi kembali persediaan darurat. Tapi ada tanda-tanda melemahnya ekonomi global memicu kekhawatiran permintaan, membatasi kenaikan harga minyak.
Sementara itu, pada Kamis lalu, bank sentral Inggris memperingatkan Inggris mendapat risiko ganda dari resesi dan inflasi di atas 10 persen. Bank sentral menaikkan suku bunga seperempat poin persentase menjadi 1 persen, tertinggi sejak 2009.
Pembatasan ketat di Cina karena meluasnya Covid-19 pun menciptakan hambatan bagi ekonomi terbesar kedua di dunia dan importir minyak terkemuka yang pada gilirannya mempengaruhi harga minyak dunia. Pihak berwenang Beijing menyebutkan semua layanan yang tidak penting akan ditutup di distrik terbesarnya Chaoyang, rumah bagi kedutaan besar dan kantor-kantor besar.
ANTARA
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.