Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Sandiaga Uno mengakui lonjakan harga tiket pesawat di beberapa destinasi di Indonesia menimbulkan ironi. Dibandingkan harga tiket destinasi di dalam negeri, tiket penerbangan ke luar negeri yang bisa jauh lebih murah. “Ironis ya, saya juga mengalami kemarin pergi ke Medan lewat Singapura dulu,” kata Menparekraf Sandiaga Uno di Stasiun MRT Jakarta, Sabtu, 1 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandiaga mengaku sudah berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk menindaklanjuti kondisi tersebut. Lantaran keluhan dan kritik masyarakat banyak bermunculan. “Jadi ini sudah kami sampaikan ke Menhub. Ini PR kami,” kata Sandiaga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah kondisi harga tiket yang meroket, menurut Sandiaga, jumlah kunjungan wisatawan di kuartal pertama tahun 2024 masih bisa tercapai. Tahun ini, Kemenparekraf menargetkan pergerakan kunjungan wisatawan nusantara bisa mencapai 1,5 miliar. "Jadi sejauh ini masih tercapai target wisatawan, tapi tetap harus disesuaikan," tuturnya.
Harga tiket pesawat yang melonjak masih ramai diperbincangkan masyarakat hingga kini. Terlebih setelah Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengusulkan harga tiket pesawat dinaikkan lantaran biaya operasional yang mahal.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok menolak usulan tersebut. Ia menilai, kenaikan harga tiket pesawat akan memberatkan masyarakat. "Harga tiket selangit, konsumen menjerit," ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 25 Mei 2024.
Harga tiket mahal mahal pun, kata Mufti, sudah dirasakan, sebelum tarif dinaikkan. Pasalnya, menurut dia tarif batas atas yang ditetapkan pemerintah sering dilanggar maskapai. Namun, kata dia, tidak ada sanksi tegas dari regulator. "Biaya operasional mahal adalah alasan klasik untuk mencari cara menaikkan harga tiket pesawat," kata dia.
Irfan lantas menjelaskan, pesawat bukan moda transportasi utama, melainkan memang digunakan oleh kalangan tertentu yang terkadang juga memiliki kepentingan tertentu.
Ia pun berharap masyarakat dapat memahami jika pesawat membutuhkan ongkos yang mahal. "Sebanyak 30 persen dari cost biaya kita tuh avtur, 30 persen sewa 20 sampai 30 persen maintenance. Mau dibikin maintenance 0? Bisa," ucapnya di Gedung Manajemen Garuda Indonesia, Tangerang, Rabu, 22 Mei 2024.
Menurutnya, perusahaaan perlu memastikan hitungan tersebut. Jika terjadi kerusakan, pesawat tidak akan bisa terbang, sedangkan jadwal penerbangan harus tetap terlaksana. Ia juga mengatakan pengoperasian pesawat tidak bisa langsung bertanggung jawab dengan hanya mengucap maaf, lalu menyuruh penumpang untuk mencari jalan lain ke tempat tujuan. "Ini bisnis yang mahal dan ini bisnis yang single digit," ujarnya.
BAGUS PRIBADI | RIRI RAHAYU