Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Hari Buruh, KSPI Kenang Tuntutan Tiga Delapan Buruh Amerika

"Hari Buruh Internasional berawal dari kejadian 1886 di Chicago, Amerika Serikat saat 400 ribu buruh melakukan mogok," ujar Presiden KSPI Said Iqbal.

1 Mei 2019 | 20.30 WIB

Massa Gerakan Butuh Bersama Rakyat (Gebrak) dan KASBI memperingati Hari Buruh International dengan longmarch dari Bundaran HI menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019.  Masalah upah rendah juga menjadi salah satu isu yang diusung dalam aksi tersebut. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Massa Gerakan Butuh Bersama Rakyat (Gebrak) dan KASBI memperingati Hari Buruh International dengan longmarch dari Bundaran HI menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019. Masalah upah rendah juga menjadi salah satu isu yang diusung dalam aksi tersebut. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei atau May Day kali ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, seharusnya menjadi pengingat bagi para aktivis buruh untuk tidak berhenti memperjuangkan nasib.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hari Buruh Internasional berawal dari kejadian 1886 di Chicago, Amerika Serikat saat 400 ribu buruh melakukan mogok dan demonstrasi selama empat hari mulai 1 Mei," kata Iqbal dalam orasinya pada Peringatan Hari Buruh Internasional di Stadion Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019.

Iqbal mengingatkan, para buruh tersebut memiliki tuntutan yang disebut tiga delapan, yaitu delapan jam kerja, delapan jam rekreasi bersama keluarga dan delapan jam istirahat. Pada saat itu, buruh tekstil harus bekerja 16 jam sehari dan buruh tambang 20 jam sehari tanpa ada uang lembur. Mereka menuntut sistem kerja yang lebih manusiawi.

"Pada hari keempat aksi, delapan tokoh buruh melakukan orasi dan menyatakan aksi mogok dan demonstrasi akan berlanjut dengan massa aksi yang lebih banyak. Namun, sebelum masuk hari kelima, polisi membubarkan massa aksi dengan menembak membabi buta," kisahnya.

Pada saat itu, kata Iqbal, banyak keluarga buruh yang harus kehilangan suami dan ayahnya. Selokan-selokan di sekeliling Chicago juga digambarkan memerah oleh darah. "Itu adalah sebuah tragedi yang menurut saya lebih besar daripada tragedi Tiananmen di Cina," tuturnya.

Delapan tokoh buruh yang menggerakkan aksi juga kemudian ditangkap dan dihukum mati di hadapan regu penembak keesokan harinya. "Mereka menjadi martir. Mereka bukan orang hebat tapi berani mempertaruhkan nyawa. Mereka berani memimpin di depan. Semua tragedi pasti menimbulkan martir. Hampir semua perjuangan juga melahirkan martir," katanya.

Kejadian itu kemudian membuat kelompok masyarakat sipil lainnya mengambil sikap. Hingga pada 1889 dalam pertemuan partai buruh sedunia di Paris, Prancis, ditetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus