Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan Indonesia kemungkinan terbebas dari resesi, tetapi bakal mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2023. Kondisi itu berdampak pada seluruh sektor industri, termasuk industri digital dan startup.
“Perlambatan itu membuat optimisme ekspetasi gross merchandise value (GMV) menurun di 2025,” ujar Nailul dalam forum diskusi Redefine Business Strategy for Sustainable Transformation di Hotel Sotis Kemang, Jakarta Selatan, Senin, 5 Desember 2022.
“Laporan tahun 2021 dan 2022 yang saya ambil dari data yang dikeluarkan oleh Google, Temasek dan Bain menyebutkan potensi GMV pada 2025 mencapai USD146 billion. Namun, pada 2022 menurun menjadi USD 130 billion,” kata Nailul.
Investasi di sektor teknologi digital di Indonesia, Nailul melanjutkan, juga tercatat mengalami penurunan. Pada 2021, investasi di sektor ini mencapai Rp 144 triliun. Sedangkan pada November 2022 hanya Rp 53,58 triliun.
Baca: Hitung Mundur Resesi, Ini Daftar 22 Perusahaan yang PHK Karyawan Selama 2022
Adapun tren penurunan investasi di sektor teknologi digital, menurut Nailul, tidak terlepas dari kebijakan The Fed soal tren kenaikan suku bunga acuan. Sebab, investor melihat suku bunga acuan sebagai indikator untuk menanamkan uang di perusahaan digital.
“Ketika cost of investment naik, investor akan berpikir ulang. Misalnya akan berhitung keuntungan apa yang didapat jika menanam uang di startup, sedangkan menanam uang di bank bisa lebih tinggi (keuntungannya),” ujar dia.
Penurunan investasi digital, kata Nailul, memang turut dirasakan oleh lini startup. Karena itu, tidak sedikit perusahaan startup yang melakukan layoff atau pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para karyawannya. Meski, kata dia, layoff juga turut disebabkan faktor lainnya, seperti penurunan ekspetasi hingga menurunnya adopsi digital atau tingkat pemanfaatan Internet.
“Adopsi digital menurun di 2022. Tahun 2021 tercatat 75 persen, tapi semester I 2022 cuma 19 persen. Jadi, penambahan konsumen baru di e-commerce juga menurun di tahun ini,” kata Nailul.
Sementara itu, Nailul menjelaskan, startup di Indonesia selama ini hidup dari pendanaan investor, terutama investor asing. Sebab, porsi investor domestik hanya 10 persen. Sedangkan investor Asia mencapai 57 persen, USA 17 persen, Eropa 4 persen, investor tidak diketahui 11 persen, dan sumber lainnya 1 persen.
“Ketika menghadapi tech winter, kita harap investasi di domestik meningkat. Entah didorong BUMN maupun yang lain. Itu bisa menjadi motor penggerak bagi pendanaan startup di Indonesia agar bisa bersaing dan tetap beroperasional,” tutur Nailul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: 10 Cara Hadapi Resesi dan PHK Massal, Salah Satunya: Kelas Menengah Harus Segera Lunasi Utang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.