Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memprioritaskan pengerjaan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulai tahun depan. Hal ini tercantum dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andy Noorsaman Sommeng mengatakan bahwa pihaknya akan mengutamakan proyek-proyek yang membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa mengalirkan listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai contoh, karena pembangunan PLTU membutuhkan waktu 4-5 tahun atau lebih lama ketimbang pembangunan PLTG yang butuh waktu 9 bulan, maka pemerintah akan mendahulukan proyek PLTU.
Hal yang sama, kata Andy, juga berlaku pada penambahan kapasitas pembangkit yang bersumber dari energi bersih. "Mana yang paling minimal (waktu pengerjaan proyek), air misalnya. Ini jalanin dulu," ujarnya usai menghadiri acara Indonesia Gas Society di Hotel Kempinski, Senin, 16 Oktober 2017.
Terkait proyek 35.000 mega watt (MW), Andy menyebut penyesuaiannya hanya dari aspek waktu pengerjaan. Ia menyebutkan hal tersebut lumrah dilakukan dalam manajemen proyek. "Mana yang paling cepat (waktu pengerjaan), gas misalnya. Ini ditaruh paling belakangan karena gampang."
Sebelumnya, Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero) Nicke Widyawati, mengatakan, proyek pembangkit yang ditunda ini yakni untuk yang berbahan bakar gas dan berlokasi di Pulau Jawa. Adapun proyek pembangkit listrik sengaja ditunda agar tidak ada kapasitas tak terpakai (idle capacity).
Selain itu, proyek yang ditunda merupakan porsi PLN. Pasalnya, proyek PLTG ini merupakan pembangkit penanggung beban puncak yang menjadi tanggung jawab PLN. Tercatat, hingga semester pertama tahun ini, total kapasitas proyek pembangkit listrik yang telah merampungkan pendanaan (financial close) sekitar 14.000 MW.