Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto berharap Indonesia bisa menjadi anggota BRICS. Alasannya, keanggotaan di kelompok kerja sama ekonomi yang 'non-Barat' ini, diperlukan agar Indonesia berada di semua tempat dan tidak condong pada blok tertentu.
"Kami ambil keputusan atau kami melihat bahwa saya kira Indonesia perlu juga punya kehadiran di tempat itu. Supaya kita baik di semua tempat. Indonesia ini kan tidak boleh ikut blok-blokan tapi kita mau berada di mana-mana," katanya, Senin, 28 Oktober 2024.
Indonesia saat ini menjadi anggota G-20, yang terdiri dari 20 kekuatan ekonomi terbesar dunia, dengan motor negara-negara Barat.
Prabowo mengatakan, keanggotaan Indonesia dalam BRICS akan memperluas kemitraan secara global. "BRICS kita lihat ekonomi-ekonomi besar, India, Brasil, Tiongkok, Afrika Selatan, sudah di situ dan negara-negara tetangga kita banyak yang sudah ke situ,” kata eks Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu.
Keinginan Indonesia bergabung dengan BRICS disampaikan Menlu Sugiono dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia. Dengan pengumuman tersebut, maka proses Indonesia untuk bergabung menjadi anggota BRICS telah dimulai.
Mewakili Presiden RI, Menteri Luar Negeri RI Sugiono sebagai Utusan Khusus menyampaikan pesan Presiden Prabowo tentang anti-penjajahan dan anti-penindasan. Secara khusus, Menlu Sugiono menekankan solidaritas dan komitmen terhadap perdamaian global dan menggaris-bawahi krisis yang berlangsung di Palestina dan Lebanon.
BRICS merupakan organisasi kerja sama ekonomi dunia yang namanya diambil dari negara pendirinya: Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan (South Africa).
BRIC semula didirikan untuk menyoroti peluang investasi di antara negara anggota pada 2006. Menggelar KTT pertama pada 2009 dan berubah nama menjadi BRICS setelah bergabungnya Afrika Selatan pada 2011.
Dalam perjalanannya, anggota penuh bertambah, dengan bergabungnya UEA, Iran, Mesir, dan Ethiopia.
Negara-negara tetangga dengan perekonomian besar ada di dalam BRICS, seperti Thailand dan Malaysia telah menyatakan berminat untuk bergabung dengan organisasi itu. Arab Saudi belum bergabung secara resmi, tetapi berpartisipasi dalam kegiatan BRICS sebagai negara yang diundang.
Jika digabungkan, negara anggota BRICS mencakup sekitar 30% permukaan bumi dan 45% populasi global. Afrika Selatan memiliki ekonomi terbesar di Afrika, sedangkan Brasil, India, dan Cina termasuk di antara 10 negara terbesar di dunia berdasarkan populasi, luas wilayah, dan produk domestik bruto (PDB) nominal.
Seperti Indonesia, lima pendiri BRICS adalah anggota G20, dengan PDB nominal gabungan sebesar US$28 triliun (sekitar 27% dari produk dunia bruto), total PDB sekitar US$65 triliun (33% dari PDB PPP global), dan diperkirakan US$5,2 triliun dalam cadangan devisa gabungan (per 2024).
BRICS mengumpulkan dana $75 miliar untuk meningkatkan kekuatan pinjaman pada Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, pinjaman ini bergantung pada reformasi pemungutan suara IMF yang dikuasai negara-negara Barat.
Hal ini membuat tekad anggota BRICS untuk mendirikan New Development Bank dengan modal US$100 miliar dan cadangan mata uang senilai lebih dari US$100 miliar. Lembaga keuangan ini menyediakan pendanaan bagi pasar negara berkembang terutama untuk proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan.
Jokowi Tak Ingin Tergesa-gesa Masuk BRICS
Presiden Jokowi pernah menghadiri undangan KTT BRICS di Sandton Convention Centre, Johannesburg, Afrika Selatan, pada 24 Agustus 2023.
Kehadiran Presiden Jokowi di KTT BRICS dalam kapasitas Indonesia yang sedang memegang keketuaan ASEAN, sehingga tidak berkaitan dengan keanggotaan Indonesia di BRICS.
Jokowi waktu itu mengatakan, bahwa Indonesia tidak akan tergesa-gesa terkait status keanggotaannya dalam aliansi BRICS. Meskipun saat ini BRICS telah mencakup seperempat perekonomian global dan merupakan rumah bagi lebih dari 40 persen populasi dunia, tetapi Jokowi menegaskan bahwa Indonesia masih akan mengkaji dan mempertimbangkan keikutsertaan menjadi anggota aliansi BRICS.
“Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengkalkulasi terlebih dahulu, kita tidak ingin tergesa-gesa,” ujar Jokowi usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 di Johannesburg, Afrika Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peneliti politik internasional dari International Institute for Strategic Studies atau IISS, Fitriani, menyebut bahwa dampak negatif bergabungnya Indonesia ke BRICS, yakni Amerika Serikat akan menganggap Indonesia lebih pro terhadap Rusia dan Cina, mengingat kedua negara tersebut merupakan rival politik dan ekonomi ASt, dan terlebih lagi pembentukan BRICS merupakan upaya untuk meminimalisir dominasi dolar Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia.
Sementara itu, terdapat beberapa dampak positif dengan bergabungnya Indonesia dalam aliansi BRICS nantinya, seperti Indonesia akan membangun hubungan diplomatik dengan negara berkembang yang menjadi penyeimbang negara-negara maju.
Selain itu, Indonesia akan menunjukkan kepada dunia bahwa negara ini secara prinsip menjalankan doktrin kebijakan luar negeri politik bebas aktif yang digagas oleh Mohammad Hatta.
Selain itu, dampak positif lainnya Indonesia akan menyalakan kembali diplomasi dengan negara-negara Asia-Afrika yang merupakan anggota mayoritas aliansi BRICS. Menurut Fitriani, nantinya diplomasi tersebut akan berguna dalam menyiapkan perayaan 70 tahun Konferensi Asia Afrika pada 2025.
RENO EZA MAHENDRA | LAILI IRA berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor Ini Duduk Perkara Sritex sampai Dipailitkan hingga Prabowo Harus Cawe-cawe
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini