Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol yang juga mengatur soal transaksi tol nirsentuh atau multi-lane free flow (MLFF).
Studi kelayakan yang dilakukan Roatex pada 2020 menunjukkan kemacetan di gerbang tol mengakibatkan kerugian ekonomi nasional Indonesia mencapai lebih dari US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,8 triliun setiap tahun.
Salah satu tantangan penerapan transaksi jalan tol nirsentuh adalah ghost car atau mobil yang dengan sengaja tidak membayar tol.
PEMERINTAH akhirnya menerbitkan aturan tentang transaksi jalan tol nirsentuh atau multi-lane free flow (MLFF). Regulasi itu dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol yang diteken Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 20 Mei 2024. Pembangunan yang dilakukan oleh badan usaha pelaksana (BUP) program MLFF, PT Roatex Indonesia Toll System, ini ditargetkan rampung pada 2029.
Direktur PT Roatex Indonesia Toll System Gyula Orosz mengatakan sistem MLFF ini akan diterapkan bertahap mulai dari jalan tol Mandara, Bali, pada Oktober 2024. "Nantinya teknologi MLFF akan terus bergulir hingga diterapkan di seluruh ruas jalan tol di Indonesia," ujar Gyula kepada Tempo, kemarin.
Sementara itu, selama masa transisi ini, Roatex akan menggunakan sistem single lane free flow berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS). Sistem GNSS memungkinkan perjalanan pengguna jalan tol diketahui melalui GPS di ponsel pintar. Pengguna tinggal menggunakan aplikasi Cantas yang dapat diunduh dan diaktifkan di ponsel sehingga pembayaran melalui sistem MLFF ini dapat dilakukan.
Proyek ini sempat berjalan di tempat. Awalnya, sistem ini direncanakan diuji coba di jalan tol Bali-Madura pada 1 Juni 2023. Namun pemerintah menunda uji coba tersebut dan baru dilakukan pada 12 Desember 2023. Saat uji coba di Gerbang Tol Ngurah Rai, jalan tol Bali Mandara, dilaksanakan, aplikasi Cantas tidak dapat menjaga sinkronisasi dengan baik. Akibatnya, sejumlah kendaraan tertimpa palang tol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji coba selanjutnya kembali ditunda. Menurut Gyula, penundaan terjadi lantaran sistem MLFF sangat kompleks sehingga harus dipersiapkan dengan baik, dari teknologi, regulasi, hingga kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait lainnya agar bisa berjalan dengan lancar. Terlebih, kata dia, MLFF yang berbasis GNSS bukanlah solusi plug and play yang dapat dioperasikan secara mandiri.
Pada 14 Mei lalu, pemerintah menjadikan proyek hasil kerja sama Indonesia dan Hungaria ini sebagai proyek strategis nasional (PSN). MLFF ditetapkan sebagai PSN non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Nomor 6 Tahun 2024. Proyek MLFF dilaksanakan menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). MLFF mendapatkan investasi asing langsung (foreign direct investment) dari Hungaria senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gyula mengimbuhkan, masuknya proyek ini sebagai PSN dapat mempercepat implementasi sistem MLFF di Indonesia. "Kami menilai pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk mengatasi masalah kemacetan di pintu-pintu jalan tol selama ini," kata dia. Roatex pun menyatakan siap mengimplementasikan MLFF tahun ini.
Penerapan transaksi tol nirsentuh diharapkan mengurangi antrean di gerbang tol sekaligus meningkatkan efisiensi waktu serta biaya operasional. Feasibility study yang dilakukan Roatex pada 2020 menunjukkan kemacetan di gerbang tol mengakibatkan kerugian ekonomi nasional Indonesia mencapai lebih dari US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun setiap tahun. Keberadaan transaksi nontunai nirsentuh nirhenti di jalan tol diperkirakan bisa mengurangi kerugian tersebut.
Kendati demikian, Gyula tak menampik penerapan sistem MLFF menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya ancaman ghost car atau mobil yang dengan sengaja tidak membayar tol. Namun Roatex menyatakan telah menyiapkan antisipasinya.
Jika ada mobil yang belum terdaftar melalui aplikasi Cantas dan mencoba masuk jalan tol pada masa transisi ini, Gyula mengatakan barrier atau palang pada pintu jalan tol secara otomatis tidak dapat terbuka. Adapun jika saat MLFF sudah diimplementasikan secara penuh menggunakan gantry, setiap mobil yang melewati secara otomatis pelat nomornya akan tertangkap kamera dan langsung tercatat oleh sistem di ruang kontrol.
Dengan demikian, akan diketahui apakah mobil tersebut telah melakukan registrasi melalui Cantas atau belum. Apabila belum terdaftar atau kurang saldo, akan dicatat sebagai pelanggaran. Data tersebut akan diteruskan ke penegak hukum, yaitu Korlantas Kepolisian RI. Nantinya di setiap ruas jalan tol ada mobile control unit yang juga berfungsi memonitor dan memastikan setiap kendaraan yang melintas telah teregistrasi. "Atas dasar ini, pihak kepolisian dapat melakukan penindakan," tutur Gyula.
Pengemudi menempelkan kartu pembayaran elektronik saat memasuki jalan tol Dalam Kota, Jakarta, 26 Mei 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Ketua Forum Transportasi Perkotaan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Budi Yulianto menilai sejumlah persiapan penerapan MLFF belum maksimal. Untuk mencegah ghost car, Budi menyarankan penggunaan teknologi canggih dan penegakan hukum yang ketat. Misalnya penggunaan teknologi identifikasi dan pengawasan canggih, seperti kamera CCTV, automatic number-plate recognition (ANPR), radio frequency identification (RFID), serta direct short range communication (DSRC). Selain itu, pemasangan kamera CCTV dan sistem ANPR di setiap titik masuk serta keluar jalan tol untuk menangkap gambar dan nomor pelat kendaraan secara otomatis.
Menurut dia, cara itu dapat memastikan semua kendaraan yang melewati jalan tol tercatat. Penggunaan on-board unit (OBU) juga akan mengurangi kemungkinan kendaraan melewati jalan tol tanpa terdeteksi. Dengan demikian, OBU yang terpasang di kendaraan pengguna harus dipastikan aktif dan berfungsi dengan baik serta terhubung dengan akun pembayaran yang valid.
Selain ancaman ghost car, Budi mengingatkan sistem ini memiliki sejumlah kekurangan lain. Misalnya kemungkinan kesalahan dalam pembacaan nomor pelat atau identifikasi kendaraan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam penagihan. Musababnya, kendaraan tidak melaju pada jalur yang ada (mixed traffic) dan kecenderungan laju antrean kendaraan dalam bentuk platoon yang berdekatan sehingga dapat menyulitkan sensor dalam mendeteksi kendaraan. Gangguan sinyal juga dapat menghambat kegiatan operasional lantaran sistemnya bergantung pada sinyal komunikasi yang dapat terganggu oleh berbagai faktor lingkungan atau teknis.
Dari sisi pembiayaan, Budi mengimbuhkan, infrastruktur MLFF membutuhkan investasi yang signifikan untuk teknologi, seperti sensor, kamera, dan sistem komunikasi. Infrastruktur itu juga memerlukan pemeliharaan yang rutin dan berkelanjutan. Walhasil, teknologi ini dapat menjadi beban biaya tambahan.
Meski memiliki sejumlah kekurangan, Budi menilai sistem MLFF menawarkan berbagai manfaat, misalnya mengurangi kemacetan. MLFF memungkinkan kendaraan melewati titik tol tanpa berhenti, menghilangkan kebutuhan akan gerbang tol. Dengan demikian, sistem ini menghasilkan aliran lalu lintas yang lebih lancar dan mengurangi kemacetan, terutama pada waktu-waktu puncak perjalanan.
Kendaraan melintas di jalan tol Dalam Kota, Jakarta, 26 Mei 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis
MLFF juga membuat pengendara hemat waktu. Sebab, kendaraan tidak perlu berhenti atau melambat untuk membayar tol. "Ini bermanfaat bagi komuter dan kendaraan komersial yang menghasilkan waktu tempuh yang lebih cepat serta efisiensi logistik yang lebih baik," ujar Budi.
Bahkan Budi berpendapat teknologi ini dapat mengurangi emisi kendaraan. Pasalnya, aliran lalu lintas yang berkelanjutan mengurangi jumlah berhenti-dan-jalan. Hal ini berkontribusi pada pengurangan polusi udara secara keseluruhan dan sejalan dengan tujuan keberlanjutan lingkungan. Tingkat keselamatan pun meningkat karena risiko tabrakan belakang dan kecelakaan di sekitar plaza jalan tol berkurang secara signifikan.
MLFF pun dinilai dapat meningkatkan efisiensi operasi jalan tol. Menurut Budi, operator jalan tol mendapatkan manfaat dari pengurangan biaya operasional karena tidak lagi memerlukan infrastruktur fisik, seperti gerbang tol dan staf untuk menjaganya. Dengan demikian, biaya pemeliharaan yang terkait dengan gerbang tol juga dihilangkan. Pengumpulan pendapatan pun lebih akurat lantaran teknologi ini mengurangi kemungkinan kebocoran pendapatan dan memastikan semua kendaraan yang menggunakan jalan tol dikenai biaya dengan benar.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai pembayaran jalan tol nirsentuh memang baik karena membuat antrean jalan tol berkurang, bahkan tidak ada lagi. Namun, menurut dia, sistem ini bisa jadi bumerang apabila tidak diperhatikan potensi masalah tol nirsentuh tersebut.
Heru menggarisbawahi masalah yang paling berpotensi muncul adalah apabila saldo e-toll habis atau tidak cukup. Kemudian persoalan jika saldo cukup, tapi tidak terbaca oleh sistem. Dengan begitu, menurut Heru, sebaiknya uji coba dilakukan di jalur jalan tol yang kecil dan tidak ramai dulu sebelum diimplementasikan secara nasional.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo