Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Muhammadiyah membawahkan ribuan unit usaha yang menggerakkan ekonomi umat.
Unit bisnis Muhammadiyah terbentang dari lembaga pendidikan, kesehatan, hingga bank.
Aset Muhammadiyah diperkirakan mencapai Rp 400 triliun.
LOGO milad ke-30 terpasang di kantor-kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga (BPRS BDW). Ini adalah bank milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di muka gedung bank itu juga terpasang logo Muhammadiyah, gambar matahari bersinar 12 bertulisan "Muhammadiyah" dilingkari kalimat syahadat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2 Februari 2024, BPRS BDW yang terletak di Jalan Gedongkuning Selatan, Banguntapan; dan di Jalan Jenderal Sudirman, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merayakan kelahirannya. Tahun ini, usia bank itu mencapai tiga dasawarsa. BPRS BDW menjadi bank yang menampung dana para anggota Muhammadiyah dan masyarakat umum untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Tempo mendatangi kantor BPRS BDW Gedongkuning Selatan pada Rabu, 12 Juni 2024, tampak satu kasir yang melayani nasabah. Hanya tiga nasabah yang terlihat bertransaksi. Salah satunya Muhammad Hafidz, mahasiswa Universitas Janabadra, Yogyakarta, yang menjadi nasabah BPRS BDW Gedongkuning Selatan sejak 2012. Dia menyimpan dana untuk kebutuhan kuliah.
Semula Hafidz menyimpan dananya di bank konvensional. Namun, ketika dia menggunakan fitur transaksi digital, ada kendala. “Sistemnya kerap eror. Duit saya kesedot sehingga saya pilih simpan uang secara manual,” katanya. Walhasil, BPRS BDW menjadi pilihan Hafidz.
Kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga milik Muhammadiyah di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, 12 Juni 2024. Tempo/Shinta Maharani
BPRS BDW berdiri pada 1994 atas usulan Majelis Ekonomi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta. Usul itu muncul lantaran organisasi tersebut menganggap lembaga keuangan bank dengan sistem bunga masih belum jelas kehalalannya. Ada 42 pendiri bank itu yang semuanya aktivis Muhammadiyah. Salah satu pendiri BPRS BDW, Herry Zudianto, mengatakan bank itu awalnya didirikan hanya bermodal semangat ketimbang dana besar. "Semangat untuk memerangi rentenir," ucapnya.
Menyitir Mediamu.com, media yang terafiliasi dengan Pengurus Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta, para pendiri BPRS BDW awalnya mengamati Pasar Kotagede, Pasar Sentul, dan Pasar Bantengan 3 yang marak dengan praktik rentenir dan merugikan masyarakat dengan bunga yang tinggi. Situasi itu menggerakkan niat Muhammadiyah mendirikan bank. Selain itu, sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah berkembang pesat dan membutuhkan dana.
Para pendiri kemudian mengumpulkan berbagai Baitul Maal wat Tamwil atau BMT milik Muhammadiyah untuk membahas pendirian bank. BPRS BDW memanfaatkan dana-dana corporate social responsibility untuk masyarakat. Bank mengembangkan modal di lingkup Muhammadiyah, Lazizmu, dan lembaga keuangan lain.
Berdasarkan laporan keuangan per Maret 2024, total aset BPRS BDW mencapai Rp 216 miliar, meningkat dari setahun sebelumnya Rp 171 miliar. Pada periode tersebut, BPRS BDW mencatatkan laba bersih Rp 565,7 juta. Adapun rasio kredit macet bersih dari bank ini sebesar 5,5 persen.
•••
BANK Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga adalah satu dari sekian banyak lini usaha yang terafiliasi dengan Muhammadiyah. Secara umum, Amal Usaha Muhammadiyah antara lain bergerak di bidang pendidikan, sosial, kesehatan, kebencanaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengelolaan dana umat. Badan usaha ini tersebar dari tingkat Pimpinan Pusat Muhammadiyah hingga pimpinan ranting atau setingkat desa.
Berdasarkan data Sekretariat Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dalam milad ke-111 pada tahun lalu, amal usaha atau badan usaha milik organisasi kemasyarakatan ini paling banyak bergerak di bidang pendidikan. Ini terlihat dari jumlah perguruan tinggi terafiliasi yang mencapai 172 universitas, sekolah tinggi, dan bentuk lain. Belum lagi sekolah atau madrasah yang berjumlah 5.345 entitas dan 440 pesantren. Dalam beberapa publikasi di situs web lembaga terafiliasi Muhammadiyah, nilai aset organisasi Islam yang didirikan Ahmad Dahlan ini bisa mencapai Rp 400 triliun.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan pendidikan Muhammadiyah adalah amal usaha pertama dan utama. “Wajah Muhammadiyah adalah wajah pendidikan,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal PP Muhammadiyah, Ahad, 2 Juni 2024, seperti dilansir situs Muhammadiyah.
Di luar Amal Usaha, Muhammadiyah mulai berupaya mewujudkan ekosistem ekonomi dari hulu ke hilir atau disebut Closed Loop Economy Muhammadiyah. Untuk menciptakan ekosistem itu, organisasi ini membangun Jaringan Saudagar Muhammadiyah, Baitut Tamwil, hingga Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Ekosistem ini dibentuk untuk memaksimalkan potensi ekonomi organisasi.
Mantan Ketua Umum Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah, Syafrudin Anhar, pada 2022 mengatakan kontribusi persyarikatan dalam perputaran uang di DKI Jakarta bisa mencapai Rp 2 triliun. Jika dihitung secara nasional, angkanya akan lebih besar. Closed Loop Economy Muhammadiyah dianggap dapat memaksimalkan potensi tersebut.
Berbeda dengan Amal Usaha, pendirian usaha menjadi Badan Usaha Milik Muhammadiyah bisa diusulkan siapa saja. Namun pendiriannya harus disetujui dan dilakukan pimpinan persyarikatan. Nantinya, perusahaan berbentuk perseroan terbatas ini pun 51 persen sahamnya mesti dimiliki oleh dan atas nama Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan demikian, bisa saja ada pembagian dividen atau keuntungan untuk pemilik saham selain persyarikatan. Sedangkan tujuan dan dana Amal Usaha sejak awal pendirian ditujukan untuk sosial keagamaan.
Seorang pengurus lembaga terafiliasi Muhammadiyah mengatakan struktur usaha semacam ini yang menopang roda organisasi. Di masa mendatang, tak tertutup kemungkinan badan usaha di bawah Muhammadiyah menggarap sektor lain, seperti pertambangan. Menurut dia, saat ini Muhammadiyah masih membahas sikap terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang usaha pertambangan mineral dan batu bara. Salah satu aturan itu membuka peluang organisasi kemasyarakatan keagamaan menggarap wilayah izin usaha pertambangan khusus. Masalah ini sudah dibahas dalam tiga kali rapat pimpinan sejak awal Mei 2024.
Di dalam organisasi, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah serta Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik PP Muhammadiyah telah mengeluarkan pendapat hukum mengenai kebijakan pemerintah memberikan izin usaha bagi ormas keagamaan. Secara umum, dua lembaga ini menjabarkan permasalahan dalam kebijakan tambang untuk ormas ini.
Tempo meminta tanggapan kepada sejumlah Ketua PP Muhammadiyah. Ketua Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan tidak mengetahui kemajuan pembahasan masalah ini karena sedang berhaji. Adapun Ketua Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal PP Muhammadiyah Muhadjir Effendy mengatakan, “Sebaiknya langsung tanyakan ke Pak Haedar (Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir).” Haedar tidak menjawab pertanyaan Tempo.
Pada Senin, 3 Juni 2024, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan belum mendapat tawaran mengelola tambang dari pemerintah. Muhammadiyah, dia menjelaskan, tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, dan negara.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono mengatakan potensi ekonomi umat Islam di Indonesia sangat besar, dari produk halal, pendidikan, wisata syariah, hingga perbankan syariah. Potensi lain muncul dari semua bentuk dana filantropi, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Keberhasilan mengelola dana filantropi, Yusuf mengungkapkan, membuka jalan bagi ormas Islam untuk memasuki bisnis syariah dengan mendirikan sekolah, universitas, rumah sakit, biro perjalanan haji-umrah, dan bank pembiayaan rakyat syariah. Menurut dia, salah satu ciri utama ormas Islam yang baik adalah mandiri secara keuangan dan tidak membutuhkan bantuan finansial dari pihak lain. "Dengan demikian, organisasi ini menjadi kekuatan yang independen dan tidak mudah dikooptasi oleh kekuatan lain."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Han Revanda Putra dan Shinta Maharani dari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sinar Usaha Ratusan Triliun Rupiah"