Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan sudah selesai merevisi Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua. Akibat revisi ini, rencana pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diklaim terganggu.
"Memang berdampak pada kami,” ujar Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn Masassya ketika ditemui di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu malam, 8 Juli 2015. Akumulasi pendanaan BPJS Ketenagakerjaan, ucap Elvyn, menjadi berkurang.
Tapi Elvyn enggan menyebutkan angka pastinya. Keuangan BPJS sedikit berdampak karena Kementerian memberi klausul pencairan JHT 100 persen bagi tenaga kerja yang akan di-PHK atau berhenti bekerja.
Meskipun sedikit dirugikan, Elvyn mengaku siap memfasilitasi para pekerja dengan adanya revisi tersebut. “Sebagai penyelenggara, kami ikut saja,” ucapnya. Dia mengklaim BPJS masih kuat secara finansial.
Di tempat yang sama, Hanif menuturkan tak perlu merevisi klausul pencairan dana sebesar 10-30 persen bagi pekerja yang sudah bekerja selama sepuluh tahun. Dia mengklaim asosiasi pekerja sudah legawa dan bisa menerima kompensasi tunjangan bagi mereka yang berhenti bekerja.
“Ini (revisi) sudah fixed. Kalau mau mencairkan 100 persen, ya harus berhenti bekerja dulu,” katanya. Revisi ini, ucap dia, akan segera diresmikan dalam waktu dekat.
Sebelumnya, para buruh memprotes perubahan tata cara pencairan jaminan hari tua. Buruh menilai perubahan ini sangat mendadak dan tak diikuti dengan sosialisasi yang benar. Tak hanya buruh, Dewan Perwakilan Rakyat juga mendesak pemerintah agar segera merevisi aturan tersebut karena dinilai memberatkan buruh.
ANDI RUSLI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini