Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Riset yang dilakukan Asia Society Policy Institute mencatat, Indonesia bisa mengurangi nilai investasi yang dibutuhkan hingga USD 3,8 triliun atau Rp 58,5 kuadriliun, meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB), dan mengurangi pengeluaran rumah tangga jika mempercepat target emisi nol bersih dari 2060 ke 2050.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Temuan ini diterbitkan pada laporan bertajuk 'High-Level Policy Commision on Getting Asia to Net Zero'. Presiden Asia Society Kevin Rudd mengatakan laporan ini memberikan peta jalan bagi Indonesia untuk mewujudkan manfaat dari transisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Dengan memprioritaskan tenaga surya dan angin serta berinvestasi dalam teknologi baru, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan neraca perdagangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Rudd dalam keterangan persnya, Jumat 17 Maret 2023.
Pada 2021, kata dia, pemerintah Indonesia mengumumkan tujuan mencapai emisi nol bersih pada 2060. Pemodelan baru dalam laporan ini menunjukkan, jika Indonesia mencapai target emisi pada 2060, investasi yang dibutuhkan mencapai USD 5 triliun dan mengarah pada puncak emisi paling cepat 2030.
Dengan begini, PDB Indonesia meningkat dalam jangka menengah sebanyak 5 persen tahun 2032, menciptakan hingga dua juta pekerjaan baru pada 2039, dan meningkatkan neraca perdagangan USD 48 miliar.
"Namun, jika Indonesia menerapkan kebijakan dekarbonisasi yang lebih ambisius secara lebih cepat, investasi yang harus dikeluarkan bisa berkurang signifikan. Memajukan target nol emisi bersih ke 2050 sambil menghapus subsidi tenaga batu bara secara bertahap dapat mengurangi investasi ekonomi yang dibutuhkan menjadi USD 3 triliun sambil mendorong PDB hingga 5,3 persen di atas baseline 2031," ujar Rudd.
Selanjutnya: memprioritaskan energi terbarukan berbiaya rendah, seperti matahari dan angin,mengurangi biaya investasi hingga USD 1,2 triliun
Lebih lanjut, Rudd menyebut melakukan hal itu sambil memprioritaskan energi terbarukan berbiaya rendah, seperti matahari dan angin, dapat mengurangi biaya investasi hingga USD 1,2 triliun dan memungkinkan emisi mencapai puncaknya lebih cepat lagi pada 2027.
Dalam skenario terakhir, dampak buruk dari transisi nol bersih pada pengeluaran rumah tangga juga dapat dikurangi setengahnya. Sementara rencana 2060 dapat menyebabkan penurunan pengeluaran rumah tangga sebesar USD 189 miliar karena harga dan inflasi yang lebih tinggi, penerapan rencana 2050 dengan fokus yang lebih kuat pada matahari dan angin dapat semakin mengurangi pengeluaran menjadi hanya USD 63 miliar.
Sementara itu, mantan Menteri Keuangan Indonesia Muhamad Chatib Basri menyoroti pentingnya langkah-langkah untuk mendukung kelompok rentan. Misalnya, kata dia, dengan menggunakan kembali subsidi bahan bakar fosil, mengalihkan insentif dari sektor kotor ke sektor terbarukan, dan mempercepat penerapan pajak karbon, pemerintah dapat menggunakannya untuk membantu populasi yang rentan mengatasi kenaikan biaya hidup.
"Program sosial pemerintah dapat memberi dukungan pendapatan dan melatih kembali pekerja bahan bakar fosil untuk memanfaatkan peluang dalam ekonomi rendah karbon," ujar Chatib Basri.
Pilihan Editor: Turunkan Emisi Efek Rumah Kaca, Kementerian ESDM Percepat Pengembangan Sektor Panas Bumi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini