Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kadin Pun Tutup Mata

Untuk melancarkan keppres 14, Radius Prawiro lewat SK no.428/KP/VI 11 juni'79 menyederhanakan perizinan usaha dagang bagi pedagang ekonomi lemah pribumi. Pemerintah meringankan perolehan SIUP. (eb)

7 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Perdagangan dan Koperasi, Radius Prawiro cepat menyambut itu Keppres 14/1979. Liwat SK nomer 428/Kp/VI 11 Juni lalu, ia mengeluarkan peraturan penyederhanaan prosedur perizinan usaha dagang yang sudah lama dinanti-nanti para pengusaha. "Khusus bagi pedagang ekonomi lemah pribumi pemerintah memberikan keringanan untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), tanpa terlebih dulu harus memiliki surat izin tempat usaha dari pemerintah daerah," kata Radius. Bahkan untuk PT Persero dan badan hukum koperasi diberikan SIUP otomatis. Juga untuk melancarkan Keppres 14/1979 itu surat fiskal yang dulu berlaku cuma 3 bulan kini diperpanjang menjadi setahun. "Usaha pemerintah itu benar-benar menimbulkan gairah bagi pengusaha kecil pribumi," kata dr Roosita, Ketua I Bidang pembinaan Pengusaha Kecil Kadin Pusat. H.A. Ismail, eksportir tembakau yang juga menjabat Ketua bidang pembinaan pengusaha ekonomi lemah Kadin Jaya juga berpendapat demikian. Seperti dikatakan Memperdag Radius, dengan penyederhanaan SIUP ini maka masalah pemilikan SIUP, izin tempat usaha dan KIK/KMKP yang merupakan suatu "lingkaran setan yang tak terpecahkan," kini sudah dapat diatasi. Dulu, untuk mendapatkan KIK/KMKP diharuskan memiliki kedua izin itu sekaligus. Kini dengan memiliki SIUP saja pengusaha kecil pribumi dapat mengajukan permohonan kredit investasi kecil atau kredit investasi modal kerja permanen. Namun pihak Kadin menghendaki agar untuk mendapatkan kredit bank itu cukup dipakai surat kontrak sebagai jaminan. Menurut mereka kalau persyaratannya tetap berupa jaminan fisik tak banyak perusahaan yang bakal mendapat bantuan. Kredit Terarah Walaupun demikian, pihak Kadin yakin Bank Sentral akan mengambil langkah sesuai dengan seruan Kepala Negara baru-baru ini. Presiden minta "dikembangkannya segera kebijaksanaan kredit terarah, tanpa menimbulkan inflasi." H.A. Ismail beranggapan Bank Sentral perlu cepat melaksanakannya. "Kalau terlalu lama, maka kegairahan yang ada sekarang bisa berobah menjadi apatis," kata Ismail. Sampai sekarang sudah lebih sebulan umur Keppres 14/1979 itu. Tapi untuk tahun anggaran 1979/1980 menurut Roosita "belum banyak yang dapat menikmati hasilnya." Kenapa? Sebelum keluarnya pelaksanaan Keppres itu, "praktis hampir semua pra kwalifikasi untuk menjadi rekanan instansi pemerintah sudah tertutup." Kalaupun masih bersisa, menurut dia ternyata belum semua instansi menghayati makna dari kebijaksanaan pemerintah itu. Surat fiskal yang menjadi salah satu syarat ikut dalam pra kwalifikasi (tender) yang menurut ketentuan baru berlaku untuk masa setahun, menurut Roosita oleh pihak perpajakan dianggap berlaku hanya untuk 3 bulan, sesuai dengan ketentuan lama. "Pajak Penjualan (PPn) untuk beberapa macam barang tertentu yang telah diturunkan oleh Menteri Ali Wardhana, oleh instansi perpajakan toh masih dipungut menurut ketentuan lama," katanya. Sering Pingsan Untuk bisa ikut dalam suatu tender instansi pemerintah maupun perusahaan-perusahaan milik negara rupanya masih berpatokan pada syarat: apakah si pribumi itu pernah ikut pra kwalifikasi. "Kalau cuma berdasarkan pada pengalaman ikut tender maka bagi pengusaha pribumi kecil sampai kiamat pun tak bakal ditunjuk sebagai rekanan," kata Ismail. Dan sampai minggu lalu, Kadin belum menerima laporan berapa dari anggotanya yang sudah menikmati hasil Keppres itu. Untuk mengetahuinya Kadin Jaya akan mengumpulkan anggotanya 15 Juli ini. Tampaknya jalan menuju pemerataan pendapatan bagi pribumi kecil ini masih panjang. Bahkan menurut ir Setiadi Dirgo, 46 tahun, Direktur PT Semen Cibinong, "untuk menjadi tuan rumah di rumah sendiri tak cukup hanya dengan 1 Keppres saja." Tapi diperlukan program yang sistimatis dan terus menerus. Pendapatnya ini didasarkan pada pengalamannya dalam membina 7 pengusaha pribumi dan 2 PN niaga negara dari 13 distributor semen Cibinong. "Kalau hanya didasarkan pada kelugasan dan bisnis semata. ke-7 distributor pribumi itu sudah lama mati," katanya. Dalam menghadapi persaingan di pasar umumnya mereka itu sering "pingsan", katanya. "Manajemen dan feeling dalam bisnis kurang tajam dibandingkan non pri." Setiadi Dirgo juga masih prihatin di bidang sub distributornya. Dari sekitar 100 sub distributor pabrik semen itu di seluruh Indonesia, 70-80% dipegang oleh pengusaha non pri. Maka dalam program kerjanya setiap distributor diharuskan memiliki sub distributor pribumi. Tapi dia juga merasakan kemungkinan terjadinya Ali-Baba model baru. Seperti dikatakan Menpan Sumarlin ketika menjelaskan makna Keppres 14/1979 tersebut, itu merupakan "hal yang tak bisa dihindarkan." Bahkan menurut Roosita "kini sudah ada pengusaha non pri yang merobah akte notarisnya." Dalam hal ini pihak Kadin agaknya tutup mata. Sebab "itu hanya bersifat sementara," katanya. Sampai kapan, itulah soalnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus