Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kaesang Pangarep Cerita Bertemu Lo Kheng Hong, Siapakah Pak Lo Ini?

Kaesang Pangarep menceritakan pernah bertemu Lo Kheng Hong pada 2019. Siapakah sosok yang akrab disapa Pak Lo ini?

1 Oktober 2022 | 09.43 WIB

Lo Kheng Hong. itb.ac.id
Perbesar
Lo Kheng Hong. itb.ac.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kaesang Pangarep menceritakan pengalamannya bertemu dengan investor senior Lo Kheng Hong pada 2019, sebelum pandemi Covid-19 merebak. Sosok yang karib disapa Pak Lo itu memberi sejumlah wejangan kepada Kaesang terkait dunia investasi saham.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Lo Keng Hong menyarankan Kaesang, putra bungsu Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini agar kenal dengan jajaran direksi dari sejumlah perusahaan. Tapi Kaesang menilai hal itu sulit dilakukan lantaran ia belum dikenal dalam dunia investasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau Pak Lo udah investor gede enak ‘iya permisi mau ketemu sama pemiliknya’ enak lah. (Kalau) saya permisi, siapa kamu?” ujar Kaesang dikutip Rabu, 28 September 2022.

Profil Lo Kheng Hong

Lo Kheng Hong merupakan seorang investor value jenis individu asal Indonesia. Jika Amerika Serikat punya Warren Buffett sebagai sosok investor sukses, maka Indonesia punya Pak Lo. Pria kelahiran Jakarta, 20 Februari 1959 ini menjadi kaya berkat berinvestasi saham. Padahal dulunya Pak Lo lahir dari keluarga yang sederhana. Bahkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, dirinya harus bekerja terlebih dahulu.

Dengan berinvestasi, kata Lo Kheng Hong, seseorang bisa menjadi kaya meskipun pekerjaannya hanya tidur. Sebab, orang yang memiliki investasi layaknya memiliki perusahaan publik, yang harga sahamnya selalu meningkat dan menghasilkan laba besar. Dalam kesehariannya, Pak Lo cukup duduk di taman rumahnya dan melakukan tiga hal yang disebutnya sebagai RTI, yaitu reading, thinking, dan investing. Dia biasanya membaca 4 koran setiap harinya untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan dan data statistik pasar modal.

“Saya mengkliping dan mem-filing sendiri artikel-artikel tentang pasar modal dari koran setiap hari. Semuanya saya simpan berdasarkan nama perusahaannya sesuai urutan alfabet dari A-Z. Saya juga menge-print keterbukaan informasi itu, lalu saya file berdasarkan nama perusahaannya,” kata Pak Lo, dikutip dari swa.co.id. Saya tidak perlu berjuang dengan kemacetan setiap hari.”

Bahkan, berkat berinvestasi saham, Lo Kheng Hong sudah merasakan tinggal di 5 benua. Dia menggunakan sedikit uang yang didapatnya dari investasi di Bursa Efek Indonesia untuk berkeliling dunia. Pak Lo mengatakan, setidaknya 2 kali dalam setahun dirinya bepergian ke luar negeri. Jika ingin berjalan-jalan atau merasakan tinggal di negara lain, misalnya di New York atau London, Pak Lo tinggal pergi ke luar negeri dan menetap beberapa saat di sana.

“Kadang saya tinggal di negara lain selama 2 minggu sampai 1 bulan. Biasanya saya bepergian bersama istri dan anak-anak saya. Di sana kami tinggal di hotel saja, lalu jalan-jalan,” kata Pak Lo.

Menurut Pak Lo, ada 5 hal yang tidak dimilikinya, yaitu tidak punya kantor, tidak punya pelanggan sebagaimana para pebisnis atau marketing perusahaan, tidak punya karyawan, tidak punya bos, dan tidak punya utang satu rupiah pun. Semua properti miliknya pun dibelinya secara tunai, dan bukan dengan kredit pemilikan rumah (KPR). “Saya orang yang bebas, tidak punya bos dan tidak punya karyawan,” katanya.

Kemerdekaan finansial yang dirasakan Lo Kheng Hong kini bukanlah tanpa perjuangan. Setelah lulus SMA, dia tak langsung bisa melanjutkan kuliah. Setelah bekerja sebagai pegawai tata usaha di PT Overseas Express Bank (OEB), barulah dia bisa mendaftar di jurusan Sastra Inggris Universitas Nasional pada 1979. Pak Lo masih ingat, uang pangkal saat masuk universitas saat itu hanya Rp 50 ribu, dan uang kuliahnya hanya Rp 10 ribu. Agar bisa sambil bekerja, Pak Lo mengambil kelas malam.

Pak Lo mulai menjadi investor saham saat usianya menginjak 30 tahun pada 1989. Itu dilakukannya setelah 11 tahun bekerja di OEB. Jabatannya tak kunjung naik lantaran bank tersebut tidak melakukan ekspansi usaha. Akibatnya gajinya sebagai pegawai tata usaha terbilang kecil. Tapi meskipun kecil, dari gaji itulah dia menabung untuk memulai berinvestasi saham. “Modal saya berinvestasi saham pun hanya dari gaji,” kata dia.

Lo Kheng Hong mengambil keputusan untuk berinvestasi di saham karena adanya potensi capital gain yang besar. Saat itu ada saham yang ketika initial public offering atau IPo harganya Rp 7.250. Tidak lama kemudian menjadi Rp 35.000. “Capital gain-nya hampir 400 persen,” kata dia. Tentu saja, itu membuat dirinya tertarik untuk ikut membeli saham. Di awal-awal berinvestasi saham, Pak Lo hanya sedikit membeli saham saat IPO. “Dari sedikit lama-lama jadi banyak.”

Lo Kheng Hong mengaku selalu hidup hemat, sebab uang yang didapatnya dibelikan saham. Menurut Pak Lo, berbeda dengan orang kebanyakan yang menghabiskan uang mereka untuk konsumsi, misalnya untuk membeli mobil, dirinya lebih memilih mengakomodasikan dana untuk saham. Bahkan Pak Lo mengaku anti membeli mobil karena nilainya bakal turun. Sampai sekarang dirinya masih pakai mobil yang sudah berusia 10 tahun.

“Uang saya seluruhnya saya belikan saham karena saham memberikan keuntungan yang terbesar dibandingkan investasi yang lain,” kata dia.

Selain itu, Pak Lo mengaku tidak pernah membeli emas. Menurutnya emas tidak produktif. “Jika kita simpan emas 1 kilogram, maka 10 tahun lagi tetap 1 kilogram.” Dirinya juga tidak membeli dolar. Orang yang menyimpan dolar, kata Pak Lo, umumnya mengharapkan hal buruk terjadi, misalnya krisis ekonomi, negara tidak stabil, agar rupiah melemah dan dia memperoleh keuntungan.

“Berbeda dengan orang yang membeli saham, ia akan selalu mengharapkan yang baik yang terjadi, seperti negara aman, ekonomi bertumbuh, dan daya beli meningkat agar harga sahamnya pun ikut meningkat,” katanya.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus