Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana kepemilikan properti oleh warga negara asing menuai kontroversi. Apabila WNA diperbolehkan memiliki properti di Indonesia, dikhawatirkan para pengembang akan berbondong-bondong membangun hunian kelas atas, yang lebih menguntungkan bagi mereka.
Namun kekhawatiran itu ditepis konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL). Menurut mereka, kepemilikan asing atas properti tidak akan mengganggu pasar hunian di Indonesia. Vivin Harsanto, Head of Advisory JLL, mengatakan pengembang pasti akan mempertimbangkan pasar dan permintaan.
"Saat ini pasar paling gendut di kelas menengah. Sedangkan pasar orang asing itu tipis sekali. Pengembang tentu akan memilih yang pasarnya lebih besar," kata Vivin dalam konferensi pers yang berlangsung pada Rabu, 8 Juli 2015.
Vivin juga mengungkapkan bahwa ekspatriat di Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 100 ribu orang hanya tinggal untuk sementara dan terbiasa menyewa. Karena itu, ia yakin kebijakan asing boleh memiliki properti tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pasar.
Senada, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia Suryadi Sasmita mengatakan jutaan masyarakat kelas menengah-bawah di Indonesia membutuhkan hunian. Pengembang akan lebih tertarik membangun hunian untuk kelas menengah-bawah yang pasarnya besar.
Suryadi juga mengungkapkan, sebelum adanya wacana ini, hanya Indonesia yang melarang orang asing memiliki properti. Ia menilai pemerintah perlu membuat regulasi agar WNA membeli properti yang mahal dan tidak mengganggu pasar.
"Di Eropa, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Malaysia itu banyak WNI membeli rumah. Tidak ada larangan. Barangkali hanya di Indonesia yang dilarang. Peraturan itu aneh dan tidak jelas. Untuk apa ada larangan? Dunia ini sudah terbuka," kata Suryadi.
NIBRAS NADA NAILUFAR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini