Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, Arianto Muditomo, membeberkan dampak dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen. Kebijakan ini, kata dia memiliki dampak yang kompleks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, secara teori praktis, keputusan BI diperuntukkan agar menahan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan inflasi. Namun, tak dapat dipungkiri akan berdampak pada sejumlah sektor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertama, kenaikan BI Rate akan berdampak pada turunnya penyaluran kredit perbankan. Hal ini dapat terjadi karena sejumlah biaya mengalami peningkatan.
"Biaya pinjaman meningkat, peningkatan kredit akan menurun sesaat, bank lebih selektif memberikan persetujuan kredit, serta perubahan struktur kredit menuju pada sektor aman dan prospektif yang mampu menyerap kredit berbunga tinggi," katanya saat dihubungi Tempo pada Senin, 29 April 2024.
Tak hanya itu, Arianto juga menilai bahwa likuiditas perbankan akan meningkat karena bunga dana pihak ketiga (DPK) menjadi menarik. Kemudian, bank akan memiliki ruang lebih besar dalam mengelola dana.
Sementara itu, kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dinilai akan meningkat dalam jangka pendek. Namun, akan membaik kembali pada jangka menengah ke panjang karena kehati-hatian meningkat dan kesehatan bank membaik.
Sedangkan bagi nasabah simpanan, mereka akan berharap keuntungan meningkat. Pasalnya, suku bunga deposito juga akan cenderung meningkat. Lalu bagi debitur pinjaman, biaya pinjaman akan meningkat, angsuran meningkat, serta persyaratan kredit akan lebih ketat karena kehati-hatian bank yang meningkat.
Dia menambahkan, penting untuk dicatat bahwa dampak ini bersifat jangka pendek dan menengah. Dalam jangka panjang, diharapkan kenaikan suku bunga acuan dapat membantu mencapai stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Pemerintah dan BI perlu terus memantau situasi dan kondisi, serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif dan menjaga stabilitas ekonomi," tutur Arianto.
Pada sektor keuangan, menurut dia, nilai tukar rupiah akan menguat karena pasar uang di Indonesia menjadi lebih menarik bagi asing.
Di samping itu, indeks harga saham akan menurun karena investor akan beralih ke instrumen lain yang lebih aman. "Dengan harapan imbal hasil tetap positif, misal deposito dan emas."