Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kerja Sama Kilang Pertamina-Italia Batal karena Masalah Sawit

Kerja sama Pertamina-ENI batal karena pemerintah Italia melarang penggunaan CPO Indonesia.

30 Januari 2020 | 10.16 WIB

Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati usai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, 9 Desember 2019. Tempo/Friski Riana
Perbesar
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati usai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, 9 Desember 2019. Tempo/Friski Riana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kerja sama pengembangan kilang hijau (green refinery) yang tadinya akan dilakukan PT Pertamina (Persero) bersama perusahaan migas asal Italia, ENI, batal. Pembatalan dilakukan karena ENI mendapat teguran dari pemerintah Italia yang melarang perusahaan tersebut memakai minyak sawit mentah atau CPO Indonesia, karena dianggap tidak ramah lingkungan.

"Dalam perjalanannya, ada penolakan CPO kita di Eropa, ENI maju-mundur karena ada keharusan terapkan sertifikat yang diterapkan internasional. Dan sebagian besar produsen CPO kita belum penuhi itu," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati  pada rapat bersama Komisi VII DPR RI, di gedung parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Januari 2020.

Adapun salah satu sertifikat penting yang biasanya harus dimiliki badan usaha yang menggunakan kelapa sawit untuk green refinery adalah International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).

Nicke menjelaskan, bahwa penolakan CPO Indonesia ini terjadi saat Pertamina dan ENI akan melakukan co-processing pada kilang yang berada di Milan, Italia. Akibatnya, lokasi pengujian pun dipindah ke Kilang Plaju.

"Jadi langsung bangun di Plaju. Tapi ENI dapat teguran dari pemerintahnya (Italia)," ungkap Nicke.

Nicke pun dibuat heran dengan keputusan pemerintah Italia yang mendiskriminasi CPO Indonesia. Sebab, semua hasil dan produksi kilang itu dipakai di dalam negeri sendiri. "Padahal logikanya kebun di Indonesia, jadi aspek lingkungan kita yang kena, diproses dan digunakan di Indonesia, tapi ENI tetapkan itu. Jadi putuslah dengan ENI," ungkapnya.

Sebagai gantinya, Nicke mengungkapkan, Pertamina  langsung menjalin kerja sama dengan UOP, yakni perusahaan asal Amerika Serikat yang telah memiliki sertifikasi teknologi untuk produksi green diesel berbahan baku CPO. "Kami bangun sendiri dan kerja sama langsung dengan UOP. Dan ENI kemarin kena penalti karena masih pakai CPO Indonesia," ujar Nicke.

Nicke menuturkan, green refinery Pertamina yang rencananya akan dibangun nanti memiliki kapasitas produksi mencapai 1 juta kiloliter per tahun. Adapun kapasitas pengolahan CPO mencapai 20 ribu barel per hari. Satu unit kilang di antaranya direncanakan sudah dapat beroperasi  pada 2024.

EKO WAHYUDI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus