Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio atau rasio gini adalah sebesar 0,385 pada September 2020. Artinya, kesenjangan pengeluaran penduduk miskin dan kaya makin besar dibanding data terakhir yang dirilis BPS sebelumnya per Maret 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Angka ini meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2020 yang sebesar 0,381," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Senin, 15 Januari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Angka September 2020 itu juga meningkat 0,005 poin dibandingkan dengan gini ratio September 2019 yang sebesar 0,380.
Adapun gini ratio perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,399 atau naik dibanding gini ratio Maret 2020 yang sebesar 0,393 dan gini ratio September 2019 yang sebesar 0,391.
Sementara gini ratio pedesaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,319, naik ketimbang gini ratio Maret 2020 yang sebesar 0,317 dan gini ratio September 2019 yang sebesar 0,315.
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, kata Suhariyanto, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,93 persen. "Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada September 2020 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah."
Jika dirinci menurut wilayah, di perkotaan angkanya tercatat sebesar 17,08 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah. Sementara untuk pedesaan, angkanya tercatat sebesar 20,89 persen, yang berarti tergolong dalam kategori ketimpangan rendah.
Suhariyanto menjelaskan angka gini ratio berkisar 0-1 atau apabila terjadi peningkatan, artinya ketimpangan semakin tinggi. Apabila gini ratio mencapai 0, maka ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lain.
Sedangkan apabila gini ratio sama dengan 1, berarti ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.
Adapun pergerakan gini ratio di setiap provinsi berbeda, karena ada yang mengalami peningkatan dan ada juga provinsi yang mengalami penurunan gini ratio. Kondisi itu, kata dia, disebabkan perilaku masyarakat yang berbeda baik 40 persen lapisan ekonomi terbawah, 40 persen lapisan menengah dan 20 persen atas.
Sedangkan berdasarkan provinsi, rasio gini atau ketimpangan tertinggi terjadi di Yogyakarta sebesar 0,437, Gorontalo (0,406), DKI Jakarta (0,400), Jawa Barat (0,398), Papua (0,395), Sulawesi Tenggara (0,388) dan NTB (0,386). Sedangkan rasio gini terendah terjadi di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 0,257.
HENDARTYO HANGGI | ANTARA