Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kini maju taipan baru

Cikal-bakalnya sudah dirintis sejak dua puluh tahun silam. dengan sedikit fasilitas, mereka maju karena kerja keras dan dukungan para profesional.

1 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH tenggelam hampir dua tahun, konglomerat mulai disebut- sebut lagi, setidaknya oleh para panelis dalam seminar di Hotel Borobudur, Kamis pekan lalu. Nama Liem Sioe Liong, lagi-lagi, paling sering disebut. Padahal, di luar Salim Group, telah berdiri banyak kelompok usaha yang sudah setara atau hampir setara dengan konglomerat. Menurut penelitian Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), di Indonesia pada tahun 1990 terdapat kurang lebih 300 perusahaan yang omsetnya masing-masing di atas Rp 500 miliar. Selain kelompok Salim milik taipan Liem Sioe Liong serta Sinar Mas Group milik Eka Tjipta, umpamanya, di sini ada kelompok baru seperti Gramedia Multi Utama, Tigaraksa, Bimantara, Humpuss, Bukaka, Femina, dan Garuda Mas Group. Bicara tentang bisnis penerbitan di Indonesia, siapa yang tak mengenal Jakob Oetama? Dialah raja koran dan orang penting di PT Gramedia Multi Utama. Meskipun belum tergolong konglomerat papan atas, kelompok Gramedia diam-diam berkembang pesat. Lima tahun silam, tidak kurang dari 19 perusahaan bernaung di bawah kelompok ini, sementara investasinya mencapai lebih dari Rp 220 miliar dengan omset Rp 340 miliar. ''Pada awalnya cita- cita kami hanya menerbitkan surat kabar. Jadi, tidak direncanakan seperti ini,'' kata Jakob. Di bawah komando Jakob, Pemimpin Redaksi Harian Kompas, konglomerat ini melebar ke delapan bidang usaha: mulai dari usaha penerbitan, perdagangan (PT Grasera Utama), broadcasting (Radio Sonora), pertanian, otomotif, biro perjalanan, hotel, sampai bidang keuangan (Media Bank). Nah, di bawah kendali Jakob, kelompok Gramedia terus mengembangkan sayapnya. Dan kini sebagian perusahaan itu telah mencetak laba. Jakob Oetama semula lebih dikenal sebagai wartawan. Bersama P.K. Ojong (Auwyong Peng Koen), Frans Seda, dan Kasimo, ia mendirikan majalah Intisari (1963) dan harian Kompas (1965). Dari kedua penerbitan inilah kemudian lahir holding company Gramedia Multi Utama. Kompas sendiri kini telah menjadi koran terbesar di Asia Tenggara. Namun, seperti yang dikatakan Jakob, Gramedia bukan perusahaan keluarga, tetapi lembaga (yayasan). ''Sejak awal kami memang bukan perusahaan keluarga,'' tandasnya. Ia seolah mengisyaratkan bahwa sindrom orang kuat dan berbagai kelemahan yang biasa ditemui dalam manajemen keluarga tidak akan pernah ditemui dalam Gramedia Group. Nama lain yang kini juga berpijar-pijar adalah Tigaraksa. Sejarah perusahaan yang satu ini memang agak unik. Cikal-bakal kelompok Tigaraksa dibangun oleh kakek dari Johny Widjaya pada tahun 1919 di Desa Tigaraksa, Tengerang, Jawa Barat. Entah apa yang terjadi, di tengah jalan, kekayaan keluarga itu ludes. Nama Tigaraksa kembali berkibar setengah abad kemudian, setelah ditangani oleh Johny Widjaya bersama dua saudaranya (tahun 1970-an). Di tangan Johny, bisnis keluarga Widjaya berkembang menjadi 18 perusahaan dengan aset Rp 447 miliar lebih. Itulah prestasi bisnisnya sampai tahun 1991. Di bawah komando Johny, kelompok ini merasuk ke berbagai bidang usaha, mulai dari produsen pita magnetik BASF hingga agen jamu Mustika Ratu. Lewat PT Sari Husada perusahaan patungan dengan PT Kimia Farma (BUMN) kelompok ini tampil sebagai pembuat makanan bayi terkemuka. ''Meskipun telah menjadi produser, tulang punggung kami tetap bidang distribusi,'' kata Johny. Memang, sebagian besar perusahaan yang bernaung di bawah pohon Tigaraksa bergerak dalam bidang distribusi dan lisensi produk-produk luar negeri. Tak kurang dari 20 perusahaan terkemuka dunia berafiliasi dengan Tigaraksa. Belakangan ia juga menanamkan uang Rp 42 miliar untuk pembangunan Kota Tigaraksa seluas 300 hektare. Kelompok perusahaan lain yang tampaknya bakal terus menggurita adalah Bimantara. Belalai bisnis Bimantara, yang tahun lalu genap 10 tahun, memang lentur dan panjang. Kelompok yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo putra ketiga Presiden Soeharto ini bergerak di banyak bidang, mulai dari usaha angkutan, industri kimia, lembaga keuangan, real estate, hingga media elektronik. Pernah, dalam setahun Bimantara berbiak sampai puluhan perusahaan. Pada tahun 1990 aset Bimantara ditaksir Rp 2,5 triliun dengan total penjualan lebih dari Rp 1,2 triliun. Setelah melakukan perampingan pada tahun 1992, jumlah perusahaan menjadi 86, yang bernaung di bawah 11 divisi. ''Sudah saatnya kami profesional, dan salah satunya dengan jalan perampingan,'' kata Ahmad Fuad Afdhal, Sekretaris PT Bimantara Citra, ketika itu. Prestasi yang menakjubkan juga diukir Humpuss. Usaha ini dirintis Hutomo Mandala Putra, putra kelima Presiden Soeharto, dari ruangan kantor seluas 200 meter persegi di Gedung Hanurata, Jakarta. Peristiwa yang kurang menarik perhatian khalayak ramai ini terjadi pada suatu hari di bulan Januari 1984. Siapa menyangka bahwa tujuh tahun kemudian bendera Humpuss berkibar dengan 15 anak perusahaan, termasuk perusahaan penerbangan Sempati Air. ''Sekarang kami sedang menjajaki kerja sama operasi dengan PPD (perusahaan transportasi milik pemerintah),'' kata salah seorang direktur muda Humpuss, belum lama berselang. Dari daratan Pulau Sumatera, muncul Raja Garuda Mas dengan nakoda Sukanto Tanoto. Kebesaran kelompok Raja Garuda Mas tercermin dari data PDBI. Sukanto merintis usahanya ketika usianya menginjak 24 tahun. Modalnya waktu itu adalah konsesi HPH di Aceh. Sukanto, yang kabarnya lihai dalam lobi-melobi, rupanya dilahirkan dengan banyak hoki. Dari konsesi HPH itu usahanya terus berkembang. Sampai tahun 1989 sudah 26 perusahaan berada di bawah naungan Raja Garuda Mas. Namanya mencuat setelah menangani proyek Indorayon yang menelan investasi Rp 600 miliar. Satu hal yang menarik dari Sukanto, ia selalu menekuni bisnis yang strategis. Pulp, misalnya. Seperti Gramedia, usaha kelompok PT Gaya Favorit Press (penerbit majalah Femina dan Gadis) diam-diam sudah menjulur ke bidang lain. Dilihat dari kekayaan dan omsetnya, masing-masing Rp 60 miliar dan Rp 100 miliar pada tahun 1988, kelompok yang dikendalikan oleh Sofyan Alisyahbana ini memang belum pas untuk disejajarkan dengan konglomerat lain. Namun, dilihat dari jenis usaha yang digeluti, kelompok Femina & Gadis tak ubahnya gurita kecil yang lincah. Tidak kurang dari 14 perusahaan berada di bawah payung kelompok ini, mulai dari usaha perikanan, plywood, tekstil, dan makanan. Di Surabaya juga ada sebuah kelompok usaha yang cepat mencuat, yaitu Sekar Group. Tak banyak yang tahu, Sekar Group kini telah berkembang dengan 40 anak perusahaan. Meskipun dirintis sejak tahun 1960-an, namanya baru berkibar setelah dikelola oleh Harry bersaudara (lima orang). Berangkat dari usaha perikanan dan pertanian, kelompok ini menancapkan kakinya di bidang perhotelan membeli Hotel Majapahit dari Mantrust dan lapangan golf dengan investasi Rp 200 miliar. Kalau ditilik pengembangan usahanya, semua konglomerat di atas bisa muncul dan menjadi besar itu sebagian karena fasilitas dan sebagian lagi karena kerja keras para pendirinya. Dan tidak seperti kelompok yang berdiri sebelum tahun 1970, mereka umumnya lebih mementingkan perusahaan (profesionalisme) daripada ikatan kekeluargaan. ''Kalau ada saudara yang tidak becus dan merugikan perusahaan, nggak ada urusan, deh, keluarin saja,'' kata Johny. Sikap lugas bos Tigaraksa ini juga mewarnai kepemimpinan para taipan muda yang lain, yang tampaknya lebih percaya pada manajemen modern ketimbang naluri bisnis semata-mata. Bambang Aji, Leila S. Chudori, Ivan Haris, dan K. Candra Negara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus