Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Koperasi Simpan Pinjam Ini Berpotensi Gagal Bayar, Anggota Rugi Triliunan Rupiah

Sejumlah anggota Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama atau KSPSB meminta bantuan pemerintah agar menyelesaikan persoalan antara mereka dengan koperasi tersebut.

21 Agustus 2021 | 13.45 WIB

Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama. facebook.com
Perbesar
Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama. facebook.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama atau KSPSB meminta bantuan pemerintah agar menyelesaikan persoalan antara mereka dengan koperasi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Kami berharap mendapat jalan keluar agar uang kami bisa dapat segera kembali sebagaimana mestinya," ujar Koordinator Aliansi Korban Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama pada Tempo, Sabtu, 21 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Koperasi dan UKM sebagai pengawas dan regulator, kata Koordinator yang berinisial HR itu, harus melakukan tugasnya dengan lebih baik. Pasalnya, koperasi simpan pinjam berpotensi mengalami gagal bayar dan merugikan dana masyarakat hingga triliunan rupiah.

Audit khusus oleh Kantor Akuntan Publik (Lembaga Independen), menurut dia, harus dilakukan dan dipublikasikan ke anggota. Selain itu, harus dilakukan investigasi terhadap manajemen kepengurusan KSPSB, penyaluran pinjaman, Aktiva Tetap, Simpanan Berjangka, Simpanan di bank dan lainnya.

Persoalan ini dimulai sejak April 2020. Kala itu, sudah mulai terjadi gagal bayar terhadap Simpanan Berjangka Sejahtera Prima (SB-SP) yang sudah jatuh tempo beserta imbal jasanya, dan juga terhadap produk simpanan lainnya.

Selanjutnya, per 17 April 2020, KSPSB mengeluarkan Surat Edaran yang menyatakan bahwa semua uang di koperasi tersebut tidak boleh diambil atau dicairkan, dan harus diperpanjang secara otomatis. Alasannya, Covid-19 telah mematikan sendi-sendi bisnis dan ekonomi. Keputusan ini dinilai sepihak, karena sebelumnya tidak ada persetujuan dari anggota atau melanggar asas koperasi.

Seiring dengan hal itu, muncul gugatan dari dua perusahaan rekanan KSPSB yaitu PT Trisula Prima Agung dan Perseroan Komanditer Totidio, dengan tagihan keduanya mencapai Rp 1,5 miliar melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Pada 24 Agustus 2020, KSPSB resmi masuk dalam kondisi PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Saat itu tidak ada hasil audit independen resmi, laporan keuangan, laporan aset, laporan uang di bank, jaminan dan lain-lain yang diinformasikan secara jelas kepada anggota.

Berikutnya, pengurus KSPSB berkoordinasi dengan kantor-kantor cabang menggerakkan pengacara-pengacara melalui marketing, agar anggota menandatangani surat kuasa. Hasilnya, terjadi kemenangan lewat voting sekitar 98,24 persen setuju untuk skema homologasi.

Skema ini dinilai sangat merugikan anggota karena memutuskan pembayaran bertahap setiap 6 bulan sekali selama 5 tahun tanpa ada imbal jasa. Cicilan akan dimulai pada Juli 2021 sampai dengan Desember 2025.

Besaran cicilan sangat kecil yaitu 4 persen pada tahun 2021, lalu 7 persen di tahun 2022, kemudian 10 persen di tahun 2023, sebesar 12 persen di tahun 2024, dan 17 persen pada tahun 2025 dengan catatan adanya nilai maksimal yang dapat dibayarkan KSPSB.

Kemenangan 98,24 persen tersebut dinilai terjadi atas ketidakpahaman para anggota, terjebak menggunakan jasa para pengacara yang disediakan oleh KSP-SB dikarenakan tidak adanya penjelasan di awal akan konsekuensi/ tujuan dari pemberian kuasa kepada pengacara tersebut.

Menurut mereka, para anggota hanya ingin proses pencairan uang dapat berjalan lancar menggunakan pengacara KSPSB dengan biaya kecil dari Rp 25.000 sampai dengan Rp 1 juta sesuai nominal tabungan.

Lebih jauh, para korban menilai adanya perbedaan jumlah kewajiban simpanan anggota yang sangat signifikan antara putusan PKPU dengan laporan keuangan internal (tidak diaudit). Hal ini bisa dilihat dalam Rencana Anggota Tahunan atau RAT tahun 2019 dan 2020 yang mengindikasikan adanya indikasi rekayasa laporan keuangan.

Meskipun sudah dalam kondisi gagal bayar dan masuk PKPU, KSPSB tetap terus menjaring baik new business atay fresh money bagi para anggota lama yang tahu atau belum tahu-menahu tentang kondisi tersebut, maupun anggota baru. Penjaringan anggota dilakukan dengan informasi KSPSB masih dalam kondisi aman. "Penambahan korban baru sebanyak 7.197 orang dari 173.875 menjadi 181.072," ujar HR.

Di sisi lain, anggota KSPSB terdiri dari kalangan bawah sampai dengan menengah ke atas, antara lain berupa Simpanan Berjangka Sejahtera Prima (SB-SP) dan produk simpanan lainnya (Tabungan Rencana Sejahtera) menabung Rp 100.000 per bulan dan dana tidak boleh diambil sampai jangka waktu tertentu yang disepakati.

Persoalan berikutnya, KSPSB dinilai ingkar janji dengan tidak menjalankan pembayaran sesuai skema homologasi putusan PKPU. Misalnya, KSPSB seharusnya sudah mulai membayar cicilan di bulan Desember 2020 untuk anggota yang sakit, meninggal dunia, ataupun yang ingin mencairkan simpanan pendidikan anak ataupun Tabungan Rencana Sejatera.

Tapi kenyataannya, janji itu tak ada yang dibayarkan dengan alasan adanya kasasi yang sedang berlangsung. Selain itu, KSPSB seharusnya sudah melakukan pembayaran angsuran ke 1 sebesar 4 persen di bulan Juli 2021, namun realisasinya belum dibayarkan,.

Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama yang berdiri sejak tahun 2004 ini berkantor pusat di Jl. Raya Pajajaran nomor 1, Bogor, Jawa Barat. Koperasi ini memiliki 44 kantor cabang dan 21 kantor cabang pembantu yang tersebar di berbagai kota di pulau Jawa dan sudah memiliki kurang lebih 173.000 anggota tersebar di seluruh Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus