Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kritik Pedas Faisal Basri ke Pemerintah Jokowi: Pembangunan Bukan Berapa Kilometer Jalan yang Dibangun

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik keras pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

6 Februari 2024 | 07.25 WIB

Ekonom Faisal Basri dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)
Perbesar
Ekonom Faisal Basri dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik keras pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia menyebutkan bahwa sejatinya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kualitas manusia, dan tak semata-mata dilihat dari pembangunan fisik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Pembangunan itu kan ujung-ujungnya adalah meningkatkan kualitas manusia, bukan berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi manusianya itu berkualitas (atau) tidak,” ujar Faisal Basri dalam Diskusi Publik: Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin, 5 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun World Population Prospect yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan penduduk Indonesia memiliki angka harapan hidup selama 68,25 tahun pada 2022.

Bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, posisi Indonesia berada di peringkat kedua terbawah atau hanya lebih tinggi dari Myanmar yang sebesar 67,26 tahun.

Faisal Basri lalu menjelaskan salah satu indikator yang menandakan adanya peningkatan kualitas manusia ialah tingkat harapan hidup lebih panjang. Tapi hal ini tak terwujud sepanjang pemerintahan yang dipimpin Jokowi.

Selain itu, ekonom senior Universitas Indonesia itu mempersoalkan bantuan sosial (bansos) yang belum dijadikan mekanisme terpadu di dalam pengelolaan ekonomi menjadi jaring pengaman sosial (social safety net).

Pemerintah telah menggelontorkan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 496,8 triliun pada tahun ini. Angka ini hampir setara dengan masa saat pandemi Covid-19 pada tahun 2020 senilai Rp 498 triliun.

Menurut Faisal, besar anggaran perlindungan sosial pada tahun 2024 ini juga melampaui yang dikucurkan pada tahun 2021 yang sebesar Rp 468,2 triliun, Rp 460,6 triliun pada 2022, dan Rp 443,5 triliun pada 2023.

Tapi kenyataannya, kata Faisal, peningkatan anggaran bansos itu terbukti tidak meningkatkan angka harapan hidup manusia di Indonesia. Apalagi bansos tidak menjadi mekanisme terpadu dalam pengelolaan ekonomi, dan akhirnya angka harapan hidup di Tanah Air dianggap masih tergolong rendah.

“Bansos itu tidak temporer, (bukan hanya saat) pemilu saja,” ujar Faisal Basri.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus