Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiupan angin musim gugur di Fukuoka membuat tubuh menggigil. Dedaunan di pohon-pohon mulai memucat. Yang tersisa hanya warna merah daun koya yang tumbuh di pebukitan. Di dalam pabrik Daihatsu Kyushu, udara terasa lebih hangat. Para pekerja pun kebanyakan hanya mengenakan kaus berlengan pendek. Mereka gesit merakit mobil-mobil separuh jadi yang terus bergerak di atas ban berjalan.
Kesibukan itu mendadak berhenti ketika terdengar suara sirene. Dua pekerja pria segera berjalan menuju sebuah ruang kecil setengah terbuka, menyalakan rokok lalu mengobrol santai. Di bagian pabrik yang lain, seorang pengendara mobil forklift mencoba tidur di balik kemudi lengkap dengan helmnya. Pekerja lain lebih banyak berbincang dengan sesamanya di tempat masing-masing.
Sepuluh menit berselang jerit sirene yang sama kembali melengking. Seperti baru terbebas dari hipnotis, para pekerja itu bersicepat menekuni kembali pekerjaannya masing-masing. ”Di sini tiap dua jam para pekerja memang diberi waktu istirahat selama sepuluh menit,” kata Akihiro Higashisako, pemimpin perusahaan Daihatsu Kyushu. Istirahat diperlukan untuk memulihkan konsenstrasi kerja mereka.
Pabrik Daihatsu Kyushu yang modern dan dilengkapi 450 robot ini jelas tak sebanding dengan pabrik Daihatsu di Jakarta yang cuma memiliki 8 robot. ”Jangan salah, minimnya penggunaan tenaga robot justru membuat penyerapan tenaga kerja menjadi lebih maksimal,” Vice Presiden Director Astra Daihatsu Motor Sudirman M.R. berkilah.
Terletak di tepi pantai Nakatsu, Oita, pabrik itu merupakan satu dari enam pabrik Daihatsu di Jepang. Di pabrik-pabrik itulah dirancang dan diproduk-si mobil-mobil kompak dengan kapasitas mesin kecil yang selama ini menjadi andalan Daihatsu. Salah satunya adalah Daihatsu Terios yang bertenaga 1.500 cc. Setelah selesai dibuat, mobil segera diangkut ke atas kapal untuk dipasarkan di dalam negeri atau ekspor ke mancanegara.
Di negeri asalnya, Daihatsu Terios telah meluncur bersama kembarannya, Toyota Rush, sejak awal tahun ini. Namun, di sana nama yang dipakai untuk Terios adalah Be-go. Nama itu menyiratkan transformasi dari tidak aktif (be-ing) menjadi aktif (go-ing). Sekaligus menegaskan citra kendaraan aktif yang bisa mengubah hidup dan pikiran orang. Adapun Rush menandaskan daya gerak yang energetik dan kegembiraan.
Rabu dan Kamis pekan ini Toyota Rush dan Daihatsu Terios rencananya secara resmi akan diluncurkan untuk pasar Indonesia. Bagi Indonesia, inilah kolaborasi kedua mereka setelah pada 2003 meluncurkan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. Sampai akhir tahun ini kedua merek sudah sukses terjual lebih dari 200 ribu unit.
Tapi di Jepang sendiri, kolaborasi ini merupakan yang keempat kali setelah pada 1998 Toyota membeli 51 persen saham Daihatsu. Selain Avanza dan Xenia, di sana juga telah menggelinding Toyota Passo dan Daihatsu Boon yang bertenaga 1.000 cc. Ada pula Toyota b/B dan Daihatsu Coo yang berkapasitas mesin 1.300 cc dan 1.500 cc.
Kehadiran Rush dan Terios akan meramaikan persaingan mobil crossover alias lintas kelas. Di Jepang, keduanya memang disebut SUV atau sport utility vehicle karena menggunakan penggerak empat roda. Namun, melihat tongkrongannya yang kurang tinggi dan kapasitas mesinnya yang kecil, keduanya jelas kurang cocok disebut SUV. Apa-lagi di Indonesia akan dibuat juga varian berpenggerak dua roda saja.
Mobil lintas kelas sendiri merupakan istilah baru lantaran hadirnya mobil-mobil yang sulit dimasukkan ke dalam kelompok yang sudah ada. Misalnya ada mobil jenis sedan tanpa ekor alias hatchback tapi atap dan posisi duduk pengendaranya tinggi, mirip mobil multipurpose vehicle (MPV). Ia sulit disebut jenis hatchback tapi tak bisa pula dipanggil MPV karena kapasitas penumpangnya sedikit.
Di pasar dunia, kehadiran mobil-mobil lintas kelas yang tanggung itu sedang marak. Hampir semua merek ramai-ramai membuat mobil lintas kelas. Mungkin karena konsumennya diharapkan berasal dari gabungan berbagai segmen pasar yang sudah ada, yaitu hatchback, MPV, dan SUV. Selain itu, harga mobil lintas kelas relatif lebih enteng di kantong.
Salah satu calon pesaing berat Toyota Rush dan Daihatsu Terios adalah Suzuki SX4 yang rencananya bakal diluncurkan di Indonesia pada kuartal pertama tahun depan. Kendaraan bertenaga 1.500 cc dengan model sedan tanpa ekor ini juga tergolong crossover. Bahkan secara resmi Suzuki menamainya sport compact crossover.
Berbeda dengan saudara kandungnya yang dibuat di Jepang dan Hungaria yang berpenggerak empat roda alias all wheel drive, SX4 yang bakal diluncurkan di Indonesia cuma berpenggerak dua roda. Namun, versnelingnya tetap terdiri atas manual dan otomatis.
Apakah harganya akan lebih murah dari Terios yang dipatok Rp 120 juta – Rp 160 juta dan Rush yang di atas Rp 160 juta? ”Pokoknya bersaing,” kata Presiden Direktur Indomobil Gunadi Sinduwinata. Namun, secara hati-hati ia menambahkan SX4 sebetulnya berbeda kelas dengan Rush dan Terios.
Di Jepang, SX4 dengan dua varian mesin yaitu 1.500 cc dan 2.000 cc dilego dengan harga 1,49 juta yen atau setara dengan Rp 120 juta dan 2,04 juta yen atau Rp 160 juta. Bila ingin harganya tetap murah, Indomobil harus merayu prinsi-pal agar mau memproduksi di Indonesia. Jika tidak, harga SX4 akan melambung karena mesti membayar bea masuk mobil impor yang mencapai 40 persen.
Toyota dan Daihatsu sendiri tampaknya tak gentar menghadapi para pesaing. Apalagi dengan adanya kolaborasi yang diharapkan menggabungkan kekuatan kedua merek. ”Toyota dikenal ahli dalam bidang marketing dan kendali mutu. Daihatsu jago dalam mengembangkan mobil-mobil kompak bermesin kecil,” kata Sachio Yamazaki, Executive Officer Daihatsu Motor yang pernah menjadi Presiden Direktur Astra Daihatsu Motor Indonesia.
Keyakinan atas kekuatan sinergi itu diutarakan juga oleh Sudirman M.R. ”Penggunaan dua merek terbukti bisa mendongkrak penjualan,” ujarnya. Yamazaki menegaskan pasar otomotif di kawasan ASEAN berkembang pesat. Pelanggan lazimnya mendambakan kendaraan yang harganya terjangkau, berkualitas tinggi, dan nyaman. ”Kami berharap Toyota Rush dan Daihatsu Terios akan meraih keberhasilan yang sama seperti Avanza dan Xenia,” Shuji Eguchi, Deputi General Manager Toyota Motor Corporation Jepang, ikut menggantung harapan.
Rush dan Terios rencananya bakal diproduksi di Indonesia. Untuk menyiapkannya, tak kurang sebelas kali Sudirman mesti bolak-balik ke Negeri Sakura. Ia berdebat merundingkan selera pasar Indonesia dengan para insinyur di sana. Sementara di sana Rush dan Be-go hanya memuat maksimal lima penumpang, misalnya, di Indonesia chasis Terios akan dibuat lebih panjang sehingga mampu menampung tujuh penumpang.
Tak seperti di Jepang yang hanya menggunakan mesin berpenggerak empat roda dan versneling otomatis, di Indonesia Rush dan Terios juga akan dibuat dalam varian mesin berpenggerak dua roda dan versneling manual. ”Saya memikirkan bagaimana membuat mobil 1.500 cc yang efisien, memiliki kursi untuk tujuh penumpang, dan tetap nyaman,” kata Sudirman.
Untuk memproduksi Rush dan Terios, Astra Daihatsu Motor mendapat suntikan US$ 70 juta atau setara dengan Rp 630 miliar. Injeksi modal diperlukan untuk meningkatkan kapasitas pabrik. Sehingga kemampuan produksi yang tahun ini mencapai 114 ribu unit akan bertambah menjadi 150 ribu unit mulai pertengahan tahun depan.
Hasil produksi Astra Daihatsu Motor rencananya tak cuma buat mengisi pasar Indonesia tapi juga ekspor ke sejumlah negara jiran seperti Thailand, Vietnam, Filipina, dan Taiwan. Di masa depan, terbuka pula peluang mengeskpor ke 73 negara yang selama ini pasokannya mengalir langsung dari Jepang.
Nugroho Dewanto (Jepang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo