Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan bersikukuh kewajiban lapor angka transaksi selama uji coba lelang gula rafinasi adalah demi proses jual beli yang transparan. Kewajiban itu tercantum dalam Surat Edaran Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 42 Tahun 2018 tentang Penegasan Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Selama Uji Coba Pelaksanaan Lelang di Pasar Lelang Komoditas, yang berlaku sejak akhir bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan pihaknya ingin melihat kelebihan dan kekurangan sistem lelang tersebut. "Jadi semua transparan, agar terbuka, orang yang mau menutupi pembukuannya pasti protes," ujar Enggar di Jakarta, Rabu 7 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia mempertanyakan munculnya penolakan, padahal kebijakan itu nihil biaya tambahan. Enggar justru menduga ada pihak tertentu yang menolak diawasi. Apalagi, Kemendag tengah gencar mencegah kebocoran gula di pasar non-industri.
"Sekarang berapa omset, rugi, laba (transaksi gula rafinasi) terlihat dan gampang dilacak. Nah itu mungkin yang mau diumpetin (disembunyikan)," ujarnya.
Alih-alih menanggapi komentar negatif soal lelang dari asosiasi konsumen gula rafinasi, Enggar mengklaim kebijakannya didukung oleh pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM). Pemerintah pun masih mengembangkan sistem lelang komoditas yang diujicobakan sejak 15 Januari lalu itu.
"Kita lihat sampai berjalan baik. Ada beberapa masukan dalam uji coba, seperti nanti bagaimana pengirimannya," ucap Enggar.
Kepala Bappeti, Bachrul Chairi, sebelumnya meyakini lelang gula rafinasi tak melanggar aturan, meski belum dipayungi Peraturan Presiden (Perpres). Alasannya adalah aturan peralihan yang disebutkan di Pasal 119 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Surat edaran terkait lapor transaksi pun dibuat untuk memantau produksi dan konsumsi gula rafinasi.
Adapun Perpres yang sejatinya dibutuhkan untuk mengawasi teknis perdagangan komoditas pun tak kunjung rampung.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian, Elen Setiadi, mengatakan draft Perpres tersebut masih menunggu paraf dari sejumlah menteri sebelum resmi diajukan ke Istana Kepresidenan. Namun, ppembahasan teknis dalam rancangan aturan itu dipastikan sudah rampung.
"Saya tidak bisa memperkirakan kapan terbit. Semakin cepat para menteri memberi paraf tentu semakin cepat diajukan ke presiden," katanya pada Tempo.
Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko Setiono, menilai kewajiban lapor data itu tak sesuai Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2018.
Uji coba lelang gula, menurut dia, bersifat sukarela sehingga peserta tak wajib melaporkan berbagai informasi seperti kapasitas produksi hingga fotokopi izin usaha. Nilai konsumsi gula pun masuk dalam kategori kerahasiaan badan usaha yang dilindungi UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Melalui surat, asosiasi pun sudah mengajukan protes pada Bappeti. "Kami minta lelang dibatalkan karena mengurangi daya saing produk makanan dan minuman Indonesia," ujar Dwiatmoko.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah, menilai sistem wajib lapor nilai transaksi tak efektif diterapkan dalam uji coba lelang gula rafinasi. Meski lelang dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan gula untuk IKM, mekanisme itu dianggap tak serta merta mengakomodasi cara berbisnis perusahaan skala besar.
"Bagaimana pun juga, usaha kecil dan perusahaan besar memiliki skala ekonomi yang berbeda sehingga pasar gula yang dihadapi keduanya juga berbeda," tutur Rusli.
ANDI IBNU | YOHANES PASKALIS PAE DALE