Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JANGAN lewatkan agenda yang satu ini: pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 15-16 Juni 2021. Dalam sidang ini, The Federal Reserve akan membahas opsi kebijakan moneternya setelah data inflasi Amerika Serikat terbit pekan lalu. Persamuhan para petinggi The Fed ini sungguh krusial. Sinyal kebijakan mereka akan menentukan sentimen pasar finansial di seluruh dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebetulnya, sebelum pengumuman inflasi Amerika Serikat pekan lalu, pasar sudah mengantisipasi tingkat kenaikan harga bakal cukup tinggi. Namun data per akhir Mei 2021 itu tetap mengejutkan. Inflasi tahunan di Amerika melambung hingga 5 persen, tertinggi dalam 13 tahun terakhir, di atas estimasi para analis. Kondisi inilah yang sekarang menjadi pertaruhan baru. Apakah inflasi setinggi itu akan menggoyahkan pandangan The Fed, dan membuat bank sentral menyesuaikan kebijakan moneter?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga kini, respons The Fed memang dovish, cenderung jinak-jinak merpati dalam menghadapi inflasi di Amerika yang menguat sejak awal tahun. Intinya, Jay Powell dan sejawatnya masih sangat yakin bahwa inflasi yang muncul belakangan ini masih bersifat temporer. Angkanya menjadi sangat tinggi juga karena kelemahan metode statistik, yang jika orang tidak cukup hati-hati membacanya bisa menimbulkan kesalahan interpretasi.
Sama seperti statistik tingkat pertumbuhan yang bisa mengecoh, pembanding inflasi tahunan dalam satu periode pada 2021 adalah situasi dalam periode yang sama pada 2020. Tahun lalu, harga barang dan jasa yang masuk keranjang perhitungan inflasi sedang rendah-redahnya karena efek pandemi. Walhasil, meski angka inflasi di bulan-bulan pertama 2021 secara nominal terasa melonjak tajam untuk standar negara maju, The Fed merasa belum perlu bertindak.
Pertimbangan The Fed dalam mengubah kebijakan moneter tetap bersandar pada dua hal. Pertama, penyerapan tenaga kerja sudah mencapai tingkat optimal dan stabil. Kedua, inflasi secara rata-rata mencapai 2 persen dan bertahan lama. Sebelum dua kondisi itu terpenuhi, The Fed tidak akan mengubah dua kebijakan kunci yang selama ini amat menguntungkan pasar finansial. Tingkat bunga yang bertahan di kisaran nol persen dan suntikan likuiditas US$ 120 miliar per bulan tidak akan berkurang. Lonjakan inflasi dalam tiga bulan terakhir belum cukup menggoyahkan dua asumsi dasar itu.
Sebaliknya, kritik terhadap The Fed bahwa kebijakannya mengandung risiko tinggi makin keras. Berlanjutnya implementasi patokan itu secara kaku akan membuat banjir likuiditas tetap berlangsung dan suku bunga terlalu rendah ketika ekonomi sebenarnya mulai membutuhkan rem. Pada akhirnya, ketika patokan-patokan itu terpenuhi dan The Fed bertindak, situasi sudah sangat terlambat. Risikonya, ekonomi Amerika mungkin mengalami crash landing, terempas dengan keras karena telanjur kebanjiran likuiditas dan terlalu panas.
Investor pun sebetulnya bisa terseret masuk perangkap ini. Kukuhnya The Fed memegang patokan kebijakannya membuat optimisme tetap menyelimuti perdagangan di seluruh pasar finansial. Harga berbagai aset terus menanjak. Pasar hanya membaca lonjakan inflasi sebagai pertanda pemulihan ekonomi, dus berarti kabar baik. Risiko yang mengancam, jika situasi kelak mengharuskan perubahan kebijakan moneter The Fed, seolah-olah terlupakan.
Di Indonesia, pasar juga cenderung mengabaikan risiko itu. Indeks harga saham gabungan per 11 Juni 2021 berada di level 6.095, sudah kembali ke tingkat yang sama dengan posisi pada akhir Maret, setelah sempat merosot ke 5.760 pada pertengahan Mei. Di pasar obligasi pun demikian. Tingkat imbal hasil atau yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun kembali merosot menjadi 6,44 persen pada 11 Juni lalu. Sebelumnya, yield ini sempat cenderung naik ke kisaran 6,7 persen ketika inflasi mulai merambat naik. Dalam obligasi, jika yield turun, berarti harga naik. Artinya, investor pembeli obligasi terbitan pemerintah RI tetap optimistis tak akan ada gejolak yang mengancam dalam waktu dekat.
Pertemuan FOMC pada 15-16 Juni inilah yang akan menentukan apakah optimisme itu akan berlanjut. Jika ada gelagat The Fed mengubah sikap, pasar finansial global akan kembali terselimuti pesimisme yang dalam.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo