ADA berita mengejutkan: kontraktor Korea Selatan mengalahkan Indonesia dalam perebutan proyek Indonesia di Arab Saudi. Perusahaan Kuk Dong Construction itu dimenangkan oleh Duta Besar Achmad Tirtosudiro untuk membangun gedung baru kedutaan besar dan Wisma Duta di Riyadh, kendati tawaran perusahaan itu lebih mahal dari tawaran kontraktor Indonesia, misalnya PT Zest Engineering. Kemenangan perusahaan Korea seperti disiarkan Kompas 16 Januari itu membingungkan para kontraktor Indonesia. Pihak KBRI di Jeddah pun jadi kalang kabut. Bahkan sekretaris jenderal Deplu harus turun tangan. "Pemenang tender belum diputuskan dan ini berada di tangan pemerintah pusat. Pak Achmad Tirtosudiro memang berwenang memilih secara obyektif kontraktor mana yang valid atau layak dan mampu untuk diusulkan kepada pusat. Angka-angka penawaran para kontraktor yang ikut tender, seperti dimuat koran, tidak benar," kata sekretaris jenderal Deplu, Soedarmono, kepada TEMPO pekan laiu. Soedarmono mengakui, ada tujuh kontraktor yang ikut memperebutkan proyek KBRI Riyadh itu, di antaranya dua kontraktor asing. Berita yang tersiar belum lama ini, perusahaan konsorsium kontraktor Indonesia, ICCI, mengajukan tawaran US$ 9,3 juta, disusul tiga perusahaan yang didukung PT El Nusa, yakni PT Motoresia, PT Handara Graha, dan PT Zest Engineering, yang masing-masing menawarkan US$ 7,3 juta, US$ 6,9 juta, dan US$ 6,2 juta. Sebuah perusahaan Indonesia lain batal. Selain itu, kontraktor Jepang, Marubeni, ikut menawar US$ 10,4 juta dan Kuk Dong US$ 6,99 juta. Soedarmono tak meralat data itu. Tetapi membenarkan, ada tiga kontraktor yang dinyatakan valid oleh Tirtosudiro, dua di antaranya kontraktor Indonesia. Berita yang tersiar menyebutkan perusahaan Korea Selatan itu berikut ICCI dan PT Zest Engineering. "Bila dilihat dengan kebijaksanaan usaha penggunaan barang produksi dalam negeri, harusnya kontraktor pribumi tidak kalah," komentar Siswono Judohusodo, dari perusahaan Bangun Cipta Sarana yang mempunyai saham di ICCI. Ternyata, pihak Sekretariat Negara, walaupun belum memutuskan siapa pemenang tender ini, juga memperhatikan kebijaksanaan yang sedang dilancarkan Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Barang Produksi Dalam Negeri Ginandjar Kartasasmita sejak tahun lalu itu. "Kontraktor Korea Selatan sudah digugurkan, sehingga yang pasti proyek jatuh ketangan Indonesia," seperti ditegaskan Ginandjar Kartasasmita kepada TEMPO Senin lalu. "Kini tinggal dua kontraktor Indonesia yang sedang dipertimbangkan kualifikasinya," tuturnya lagi. Dua perusahaan itu, diakui Ginandjar, yakni ICCI dan Zest Engineering. ICCI adalah perusahaan konsorsium belasan kontraktor Indonesia yang beroperasi di Timur Tengah. Ikut sertanya ICCI dalam tender KBRI, September lalu, tampaknya untuk ikut menyaingi kontraktor Jepang dan Korea dan juga karena "tanah garapan" di Arab Saudi semakin sempit. Tapi tawaran ICCI ini agaknya di atas anggaran KBRI, dan tidak cukup waktu lagi bagi KBRI untuk menutup kekurangan anggaran. "Pembangunan gedung itu diperkirakan makan tempo 15 bulan, paling lambat harus selesai Juni 1985," kata Soedarmono. "Jadi, awal pembangunan paling lambat bulan April 1984, sehingga waktu terlalu sempit untuk Dubes mengajukan anggaran baru," katanya lagi. Dengan demikian, apakah Zest Engineering yang bakal kejatuhan proyek itu? Tampaknya, perusahaan yang belum mempunyai nama ini hendak diorbitkan, sehingga dua rekannya yang didukung anak perusahaan Pertamina, PT El Nusa, telah mengundurkan diri. "Bila kontrak diterima, tidak tertutup kemungkinan kami bekerja sama dengan ICCI," kata Gunarno, salah satu manajer PT El Nusa di Jakarta. Ada kemungkinan bukan cuma satu dari dua kontraktor itu memang yang dimenangkan. "Bisa saja tender itu dibagi," tutur Soedarmono.