Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024," seperti dikutip dari keterangan resmi OJK, Senin, 28 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca: Ini Rencana OJK Setelah Kredit Macet Paylater Mendekati 8 Persen
Alasan OJK perpanjang restrukturisasi
OJK menjelaskan eputusan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpastian ekonomi global yang tetap tinggi. Beberapa ketidakpastian itu muncul akibat normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS (The Fed), ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi.
Di sisi lain, pemulihan perekonomian nasional terus berlanjut seiring dengan lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagian besar sektor dan industri Indonesia pun telah kembali tumbuh kuat.
Namun begitu, berdasarkan analisis mendalam oleh OJK, ditemui sejumlah pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect).
Adapun beberapa sektor yang berhak mendapat perpanjangan restrukturisasi kredit memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor;
2. Sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum
3. Beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Selanjutnya: Kebijakan ini dilakukan terintegrasi dan...
Kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan. Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai Maret 2023.
Dalam penjelasannya, OJK menyebutkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023.
Kebijakan tersebut juga tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur.
Perusahaan diminta siapkan buffer
Lebih jauh, OJK menyatakan bakal terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan. OJK juga tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
OJK pun akan merespons secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Sebelumnya, anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menyebutkan terdapat 11.802 pengaduan hingga 28 Oktober 2022. Pengaduan itu masih didominasi oleh restrukturisasi kredit/pembiayaan, petugas penagihan, dan layanan informasi keuangan.
Per akhir Oktober itu, OJK mengklaim tingkat penyelesaian aduan mencapai 88 persen. Ihwal edukasi dan perlindungan konsumen, Friderica mengatakan OJK melakukan peningkatan literasi keuangan secara masif.
NABILA NURSHAFIRA | RIRI RAHAYU
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini .