Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Migas Dwi Soetjipto menyatakan belum mendengar kabar pendirian Pertamina International Marketing and Distribution (PIMD) Pte Ltd oleh PT Pertamina (Persero) di Singapura. Meski begitu, menurut dia, tidak seharusnya Pertamina mendirikan kantor pemasaran dan perdagangan semacam Petral lagi di Negeri Singa itu.
"Saya belum dengar dan saya kira untuk meningkatkan efisiensi mestinya jangan ada second mind, jangan ada perantara, harusnya prosesnya bisa langsung," kata Dwi kepada media ketika ditemui di Kantor SKK Migas, City Plaza, Jakarta Selatan, Kamis 10 Oktober 2019.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) dikabarkan membangun anak usaha yanng menangani pemasaran dan perdagangan produk bahan bakar minyak. Perusahaan ini berkedudukan di Singapura dan dinamai Pertamina International Marketing and Distribution Pte Ltd.(PIMD).
Namun, sebelum menimbulkan polemik, pihak Pertamina telah memberikan klarifikasi bahwa PIMD berbeda dengan Petral di masa lalu. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman meyakinkan publik bahwa perusahaan baru ini berbeda dengan Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Menurut Fajriyah, PIMD merupakan trading arm yang dibentuk untuk menangkap peluang bisnis pasar bunker di Asia Tenggara, terutama di Singapura. "PIMD juga ditugaskan untuk masuk ke pasar regional dengan membangun bisnis retail untuk memperkenalkan produk Pertamina secara global," tuturnya kepada Bisnis.com, Rabu 9 Oktober 2019.
Fajriyah menjelaskan PIMD mulai beroperasi pada September lalu, dan fokus usahanya ialah untuk menambah pendapatan melalui penjualan produk BBM di luar Indonesia. Dia menampik tudingan bahwa PIMD dijadikan wadah mencari produk untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Menurut dia, fungsi pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri yang diolah di kilang-kilang Pertamina tetap dilakukan oleh divisi Integrated Supply Chain. "[PIMD] adalah perusahaan, bukan direktorat. Tugasnya jualan, bukan ekspor. Saya tegaskan berbeda dengan Petral," kata Fajriyah.
Kendati demikian, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi punya kekhawatiran lain. Menurutnya, kapasitas jualan MFO 380 milik Pertamina untuk BBM kapal laut dan produk pihak ketiga ke pasar internasional, masih sangat kecil. "Ujung-ujungnya, PIMD hanya akan melakukan impor LPG, yang rawan menjadi sasaran mafia migas untuk berburu rente seperti yang terjadi pada Petral," katanya, seperti dikutip Bisnis.
DIAS PRASONGKO | BISNIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini