Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) A Purwakarta, Rahmady Effendi Hutahaean, dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Andreas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan tidak menyampaikan harta secara benar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut sang pengacara, Rahmady alias REH mempunyai aset hingga Rp60 miliar dari hasil kerja sama bisnis dengan pengusaha bernama Wijanto Tirtasana yang terjalin sejak 2017 sampai 2022. Keduanya menjalin kerja sama bisnis jasa ekspor dan impor pupuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Tahun 2017, klien saya meminjam uang kepada REH senilai Rp7 miliar,” kata Andreas saat dikonfirmasi Tempo, pada Rabu, 8 Mei 2024.
Profil Rahmady Effendi Hutahaean
Rahmady secara resmi menjabat sebagai Kepala KPPBC TMP A Purwakarta sejak Senin, 25 April 2022.
Pria kelahiran Medan, Sumatra Utara, itu sebelumnya juga pernah menduduki posisi sebagai Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Kalimantan Bagian Selatan pada 2018.
Di bawah kepemimpinannya, Kantor Bea Cukai Purwakarta telah mengamankan jutaan batang rokok dan ratusan botol minuman keras ilegal dalam kurun waktu Desember 2021 hingga Juli 2022. Barang-barang tersebut berasal dari 867 penindakan atas pelanggaran di bidang cukai.
“Dari penindakan secara sinergi yang dilakukan dalam kurun waktu tersebut, Bea Cukai Purwakarta berhasil mengamankan 1.972.341 batang rokok ilegal berbagai merek tanpa pita cukai, dan 199.650 mililiter minuman keras ilegal berbagai merek yang juga tanpa pita cukai,” ucap Rahmady dalam kegiatan Pemusnahan Barang Menjadi Milik Negara Hasil Penindakan Cukai Tahun 2021-2022 KPPBC TMP A Purwakarta di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu, 12 Oktober 2022.
Penindakan tersebut, lanjut Rahmady, tidak terlepas dari kerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya, meliputi Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Adapun total nilai barang hasil penindakan diperkirakan mencapai Rp 98.080.000, dengan potensi kerugian negara yang diselamatkan sebesar Rp1.189.993.050.
Minta Jabatan untuk Istri
Sementara itu, terkait kerja sama bisnis jasa ekspor dan impor pupuk, menurut pengacara Andreas, pinjaman senilai Rp7 miliar yang diberikan oleh Rahmady kepada Wijanto Tirtasana disebut diperuntukkan membangun perusahaan bernama PT Mitra Cipta Agro.
Singkat cerita, Rahmady memberikan pinjaman itu dengan perjanjian secara lisan mengenai pengembalian dilakukan dengan membayar bunga Rp75 juta per bulan.
“Selain itu, ada pula syarat agar istri REH dijadikan komisaris utama dan pemegang saham 40 persen,” ujar Andreas.
Setelah perusahaan beroperasi, lanjut Andreas, kliennya diminta membayar sejumlah uang kepada beberapa CV tanpa alasan. Selain itu, untuk clearance ketika barang tiba di pelabuhan juga ditunjuk oleh Rahmady.
Andreas menjelaskan, Wijanto Tirtasana sedari awal tidak mengetahui apabila REH adalah seorang pejabat Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya, Rahmady mengaku sebagai karyawan swasta. “Setelah timbul permasalahan, klien kami dikeluarkan dari perusahaan, baru tahu ternyata REH merupakan pejabat Bea Cukai,” kata Andreas.
Andreas menuturkan kliennya merasa jengkel karena dikeluarkan dari PT Mitra Cipta Agro bersama istrinya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2023. Dia yang mewakili kliennya pun melaporkan Rahmady ke KPK dengan tuduhan tidak jujur dalam melaporkan harta kekayaannya.
Sebab, menurut Andreas, LHKPN yang disampaikan Rahmady pada periode 2017 hanya menyebutkan nominal Rp ,2 miliar dan Rp6,3 miliar pada 2022. “Lalu, uang Rp 7 miliar yang dipinjamkan itu dari mana?” tanyanya.
Selain ke KPK, pada Jumat, 3 Mei 2024, Andreas juga melaporkan Rahmady Effendi Hutahaean ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu serta Polda Metro Jaya.
MELYNDA DWI PUSPITA