Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan Upah Minimum provinsi atau UMP 2024 sebesar Rp 3.456.874 atau sekitar Rp 3,46 juta. Angka itu naik 1,55 persen (Rp 52 ribu) dari tahun 2023 yang sebesar Rp 3.404.177 atau sekitar Rp 3,4 juta.
Kalangan buruh sontak menentang keras keputusan itu. Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sumatera Selatan, Ali Hanafiah, menyatakan aksi protes terhadap keputusan Gubernur Sumsel itu akan dilakukan lewat upaya hukum.
“Kami akan protes dan melakukan upaya hukum,” ujar Ali, Rabu, 22 Nopember 2023.
Ali menjelaskan, para buruh sebelumnya menuntut kenaikan upah sebesar 15 persen. Namun realitanya, UMP 2024 yang diputuskan jauh dari bayangan. Padahal, kondisi buruh saat ini semakin terdesak oleh sejumlah biaya hidup yang melonjak tinggi.
Untuk menyatakan tuntutan itu, para buruh berencana turun ke jalan dan berdemonstrasi ke kantor Wali Kota Palembang dan Gubernur Sumatera Selatan. Mereka akan menyuarakan tuntutan ke pemerintah terkait PP 51. Sebanyak 1.000 lebih buruh rencananya akan turun ke jalan.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih, menyatakan tidak ada rumus sekali jadi dalam memperbaiki kesejahteraan buruh dan daya saing bisnis. Menurut dia, yang ada adalah upaya berkelanjutan.
Pengaturan UMP 2024 melalui PP 51 Tahun 2023, kata Sumarjono, sebagai bukti pemerintah makin peka dan responsif dengan tuntutan kesejahteraan buruh dan menopang daya saing usaha.
Ia lalu menyebutkan sudah ada tiga variabel kunci dalam penentuan upah dalam PP 51/2023 yang digunakan dalam menghitung UMP 2024. Ketiga variabel itu adalah inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu.
Varibel Indeks Tertentu ini, kata Sumarjono, menjadi variabel krusial dan membutuhkan mekanisme dialog sosial yang sehat di dewan pengupahan. Apindo pun senantiasa mendorong pendekatan dialog sosial di segala tingkatan terlebih tingkatan bipartit: Perusahaan dan Serikat Buruh nya. “Banyak bukti bahwa dialog yang terbuka dan setara dapat menyepakati upah layak dan terbaik sekaligus memacu produktifitas,” katanya.
Ia menyebutkan, secara filosofis dan normatif, UMP itu adalah jaring pengaman dan disusun berdasarkan kemampuan secara rata-rata sektor dan perusahaan. "Mungkin ada yang hanya mampu dengan kenaikan 5 persen misalnya. Sebaliknya berkat kondisi sektor usaha, produktifitas yang optimal dan hubungan industrial yang sehat bisa saja ada yang mampu di atas kenaikan UMP," katanya.
Pilihan Editor: Tolak Kenaikan UMP Sebesar Rp 165 Ribu, Partai Buruh Bersiap Mogok Nasional
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini