Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bangka - Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyinggung masih ditemukannya pemerintah daerah yang membuat peraturan daerah (Perda) tanpa berbasis data yang bagus dan menyalin perda daerah lain atau copy paste.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Otda Kemendagri Akmal Malik saat memberi sambutan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota se-Indonesia yang digelar di Novotel Bangka, Kamis, 6 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Mohon maaf saya tidak menuduh. Masih banyak yang hadir perda atau perkada (peraturan kepala daerah) yang copy paste. Mohon maaf saya tidak menyalahkan siapa-siapa," ujar Akmal.
Bahkan tidak hanya itu, Akmal menyebutkan bahwa Kemendagri masih menemukan adanya perda suatu daerah namun masih memuat nama daerah lain didalamnya.
"Banyak teman-teman berkunjung ke daerah A melihat perdanya bagus lalu direplikasi, kadang lupa menghapus namanya. Ada perda dari provinsi X tetapi masih ada provinsi Y di dalamnya. Ini pasti perdanya niru-niru," ujar dia.
Menurut Akmal, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut masih ditemukan di antaranya terkait dengan sumber daya manusia yang masih jauh dari cukup.
"Kita tidak punya perancang peraturan perundang-undangan yang cukup. Kita juga tidak punya tenaga ahli hukum yang cukup. Yang harus kita lakukan adalah konsolidasi bersama-sama," ujar dia.
Akmal menuturkan persoalan lain yang dihadapi adalah terkait dengan persoalan data. Dia meminta daerah mempunyai basis data sendiri yang kuat sehingga perda dan perkada yang dihasilkan bisa lebih baik.
Selanjutnya: "Jangan berharap data dari pusat...."
"Jangan berharap data dari pusat. Yang paham dengan kondisi daerah adalah daerah itu sendiri. Pertanyaannya apakah daerah punya basis data yang kuat? Bisa saja dirjen membuat norma tertentu. Tetapi implementasinya akan kembali juga ke daerah untuk disesuaikan melalui perda. Jadi tidak bisa jika tidak punya data yang bagus," ujar dia.
Rakornas Bapemperda, kata Akmal, bisa menjadi momentum penyelarasan antara regulasi di tingkat pusat dan di daerah. Dia mengaku senang ketika presiden mengakui Indonesia mengalami obesitas regulasi.
"Bayangkan saja ada 34 kementerian yang masing-masing punya undang-undang, peraturan pemerintah. dan peraturan menteri yang pastinya harus ditindaklanjuti oleh perda dan perkada di tingkat daerah. Belum lagi, ada 76 lembaga non-kementerian. Jika masing-masing bikin tiga saja undang-undang dan lima peraturan pemerintah, siapa yang pusing? Pasti Bapemperda. Itulah makanya penting melakukan konsolidasi bersama," ujar dia.
Penjabat Gubernur Bangka Belitung Suganda Pandapotan Pasaribu mengatakan rakornas Bapemperda membahas beberapa isu strategis yang menyangkut persoalan di daerah.
"Kita bahas soal rencana revisi Perpres Nomor 87 Tahun 2014 terkait perubahan formasi penyusunan Raperda dan perkada, tindak lanjut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Cipta Kerja, percepatan pembentukan produk hukum daerah terkait pajak daerah dan retribusi daerah serta RTRW," ujar dia.
Suganda berharap dengan diangkatnya isu tersebut akan menjadi momentum bagi penguatan peran Bapemperda DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi yang diemban sesuai dengan amanah UUD 45 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Sekaligus juga menyelaraskan visi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyederhanakan tahapan penyusunan regulasi yang diharapkan akan memberikan dampak positif bagi upaya kita bersama dalam mewujudkan gagasan utama dan konsep otonomi daerah," ujar dia.