Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Supriyanto angkat bicara soal penyesuaian iuran untuk Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan. Dia memastikan sistem KRIS masih belum diterapkan di rumah sakit yang dia pimpin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang ini masih pakai sistem BPJS yang seperti sebelumnya," kata Supriyanto saat dikonfirmasi Tempo via telepon pada Jumat, 24 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Supriyanto menyampaikan hingga saat ini belum ada perubahan mengenai prosedur rawat inap dengan BPJS di RSCM. Menurut dia, implementasi KRIS BPJS Kesehatan masih dalam proses peralihan.
"Kini masih tahap persiapan. Belum pasti karena masih keadaan dinamis," ujarnya.
Lebih lanjut, Supriyanto menyebut bahwa tindak lanjut KRIS BPJS Kesehatan di RSCM akan diumumkan secara resmi pada bulan depan. "Nanti update lagi bulan Juni," tuturnya.
Berdasarkan pantauan Tempo, belasan pasien BPJS masih mengantre pada pukul 10.30 di RSCM. Yulinda, salah satu pasien, menyebut bahwa dia sudah mengetahui kebijakan KRIS. Warga Jakarta Selatan yang membayar iuran untuk kelas I itu mengaku khawatir jika KRIS membuat dirinya harus membayar lebih namun hanya mendapatkan fasilitas tak memadai.
"Sayang banget kalau harus bayar mahal buat kelas I tapi malah dapat pelayanan yang biasa aja," ucap ibu rumah tangga berusia 37 tahun itu.
Sementara KRIS BPJS belum diberlakukan, BPJS Kesehatan masih menerapkan iuran mandiri peserta kelas I sebesar Rp 150 ribu dan kelas II Rp 100 ribu. Kemudian, iuran kelas III sebesar Rp 42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp 7.000 per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp 35 ribu.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto menyatakan DJSN masih membahas soal besaran iuran untuk peserta BPJS Kesehatan. DJSN masih menghitung nilai risiko sebelum angka iuran ditetapkan.
"Kami sedang mengambil data-data yang dibutuhkan supaya hitungan aktuarinya pas," katanya di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Jumat, 17 Mei 2024.
Namun prinsipnya, kata Agus, DJSN sebagai petugas yang mengevaluasi sistem tersebut tetap memikirkan hak-hak kesehatan masyarakat dengan gotong royong sesuai dengan aturan Undang-Undang.
Adapun sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengingatkan pemerintah agar pelaksanaan KRIS BPJS Kesehatan tidak memberatkan masyarakat kurang mampu dalam membayar iuran mandiri. Pasalnya, kata dia, masih ada masyarakat yang iuran mandiri karena belum menjadi peserta PBI gara-gara data yang tidak akurat.
"Jangan sampai kelas mandiri rontok dan sebatas menjadi anggota yang tidak mampu menjadi anggota kelas standar," kata Rahmad kepada Tempo, Selasa, 14 Mei 2024.
SAVERO ARISTIA WIENANTO | FATIMA ROZANE | RIRI RAHAYU | AISYAH AMIRA WAKANG