Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Bea Meterai. Dengan undang-undang yang baru, tarif bea meterai akan naik dari sebelumnya Rp 6.000 menjadi Rp 10 ribu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Berdasarkan pendapat akhir, sebanyak delapan fraksi, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, Demokrat, PPP, PAN, dan PKB setuju terhadap Rancangan Undang-undang Bea Materai,” ujar Ketua Komisi XI DPR, Dito Ganundito, dalam rapat paripurna masa persidangan I 2020, Selasa, 29 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu fraksi yang menolak RUU tersebut, yakni PKS, memiliki sejumlah alasan. Di antaranya, PKS mempertimbangkan kondisi ekonomi, daya beli, dan dampak impelementasi undang-undang terhadap kondisi sosial masyarakat.
Adapun RUU Bea Materai masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2020-2024. Pembahasan beleid ini dilakukan oleh Komisi XI dan Kementerian Keuangan serta Kementerian Hukum dan HAM. DPR juga membentuk panitia kerja untuk membahas daftar inventarisasi masalah. Tim perumus dan sinkronisasi panja menyelesaikan pembahasan pada awal September.
Undang-undang tentang Bea Materai merevisi beleid lama, yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985. Undang-undang yang baru berisi tambahan dua pasal yang meliputi pasal pidana dan pasal lain-lain. Kini, beleid itu memiliki 12 bab dan 32 pasal dari sebelumnya 10 bab dan 26 pasal.
Menurut aturan baru, tarif bea materai baru akan berlaku pada 1 Januari 2020. Bea materai nantinya tidak hanya diwajibkan bagi dokumen berbentuk kertas, tapi juga dokumen elektronik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tarif bea materai tidak pernah berubah selama 35 tahun. “Sementara situasi yang ada lebih dari tiga dekade banyak mengalami perubahan, di bidang ekonomi hukum, sosial, dan teknologi informatika,” katanya.
Dia berharap pemberlakuan aturan bea meterai yang baru dapat menjawab tantangan terhadap kondisi saat ini dan menambah penerimaan negara. Regulasi yang baru, kata dia, sekaligus mengantisipasi tantangan teknologi di masa memandang.
“Pemerintah merasa perlu melakukan penggantian undang-undang dalam rangka penyesuaian dengan berpegang pada asas kepastian hukum dan kemanfaatan,” katanya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA