Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno angkat bicara soal utang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang kini sudah lebih dari Rp 5.000 triliun. "Ini utang sektor publik sudah di atas 60 persen, ditambah lagi utang BUMN. It's worrying," ujarnya di Hotel Ambhara, Jakarta, Rabu, 12 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ke depan, Sandiaga berjanji bakal membuat BUMN tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta utangnya tidak membeludak. Pasalnya, dengan lonjakan utang tersebut pada akhirnya bakal membebani negara dan mengkhawatirkan masyarakat.
Sandiaga menjelaskan, kenaikan utang BUMN bisa saja diikuti dengan ancaman dari guncangan ekonomi baik di luar maupun di dalam negeri. "Bagaimana kalau ada perlambatan ekonomi, bagaimana kalau perang dagang berlanjut, bagaimana kalau harga komoditas anjlok luar biasa?" katanya.
Kekhawatiran Sandiaga itu bukan tidak berdasar. Menurut dia, sehabis melakukan lawatan di Sumatera Utara, ia mendapati bahwa banyak keluhan dari masyarakat lantaran jebloknya sawit dan karet. "Penghasilan petani betul-betul menghadapi tekanan."
Sebelumnya Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro, menjelaskan utang perusahaan BUMN yang mencapai Rp 5.271 triliun, namun tidak semuanya berasal dari utang rill. Dia menuturkan utang BUMN di sub sektor keuangan Rp 3.311, kemudian dana pihak ketiga atau DPK Rp 2.448 triliun, dan premi asuransi dan lain-lain Rp 335 triliun.
"Lagi-lagi utang rill ada Rp 1.960 triliun. Saya sengaja buat di dalam lima kategori industri," ucap Aloysius di Kantor Kementerian BUMN, Selasa, 4 Desember 2018. Utang tersebut, ujar Aloysius, merupakan utang pegawai, cadangan asuransi bagi pendiri yang harus diakui sebagai utang. Dia mengatakan premi ditanggung oleh perusahaan.
Ke depan Sandiaga ingin BUMN dikelola secara profesional. Termasuk, ia menyoroti pemilihan direksi BUMN yang harus melewati fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya khawatir kalau ada seratus lebih BUMN yang harus fit and proper test akan memakan proses yang rentan intervensi," ujar dia.
Sandiaga mengatakan perlunya membentengi agar BUMN tidak menjadi alat kekuasaan lantaran kekuasaan akan berganti. BUMN, menurut Sandiaga, mesti dibangun sebagai sistem milik negara dan untuk memastikan kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran masyarakat.