Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sekoci Industri Barang Konsumsi

Selama masa pandemi, industri besar berbasis barang konsumsi mengembangkan lini usaha di segmen kesehatan. Menyelamatkan bisnis sembari memanfaatkan peluang pasar. 

27 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Produk kesehatan menjadi tumpuan baru Mustika Ratu.

  •  Pengembangan produk dan pemasaran perlahan mulai berbuah di Martina Berto.

  • Tren pasar menjadi acuan Unilever.

KUSUMA Ida Anjani, Direktur Pengembangan Bisnis dan Inovasi PT Mustika Ratu Tbk, sedang bungah. Uji klinis Herbamuno Plus, produk kesehatan Mustika Ratu, segera kelar dalam hitungan bulan setelah digeber sejak tahun lalu di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menggandeng tim dokter paru Wisma Atlet dan Universitas Indonesia, uji klinis dilakukan terhadap khasiat Herbamuno Plus sebagai adjuvan—obat yang membantu kemanjuran obat lain—dalam penanganan Covid-19. Kelak, bila pengujian tuntas, Herbamuno Plus bakal naik kasta menjadi fitofarmaka, obat herbal yang keamanan dan khasiatnya terbukti secara ilmiah. “Produknya juga berstandar,” kata Kusuma Ida kepada Tempo, Selasa, 22 Februari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama ini, Herbamuno Plus dipasarkan dengan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai jamu yang diklaim berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh. Mustika Ratu merilis kaplet yang mengandung sambiloto, akar manis, meniran, jahe emprit, dan daun jambu mete ini pada September 2020, enam bulan setelah kasus Covid-19 pertama teridentifikasi di Indonesia.

Herbamuno Plus hanya satu di antara sejumlah produk kesehatan yang diluncurkan Mustika Ratu di masa pandemi. Produsen kosmetik dan perawatan kecantikan ini, misalnya, juga menggarap pasar cairan antiseptik lewat produk dengan merek dagang Zaitun Hand Gel.

Acara peluncuran produk minuman Jejamu oleh Grup Mustika Ratu di Grand Indonesia, Jakarta, Juli 2020. mustika-ratu.co.id

Zaitun Hand Gel bahkan diluncurkan lebih dulu, Maret 2020. Kala itu, Kusuma mengisahkan, tersiar kabar wabah Covid-19 merebak di sejumlah negara. Mustika Ratu sedang menyiapkan hajatan besar Grand Final Pemilihan Puteri Indonesia 2020 yang dijadwalkan berlangsung pada 6 Maret 2020. Panitia membutuhkan hand sanitizer dalam jumlah banyak untuk para finalis, tamu undangan, penonton, dan semua tim pendukung acara. Sedangkan produk yang dicari sedang langka dan mahal karena diburu masyarakat.

Jadilah kemudian Mustika Ratu membuat sendiri cairan antiseptik dengan kandungan 70 persen alkohol tersebut. Proses riset dan produksi berlangsung singkat. “Kalau dibandingkan dengan proses normal, tentu karena ini darurat, memang dilakukan sangat cepat,” ujar Kusuma.

Meski dadakan, riset produk Zaitun Hand Gel juga menampung berbagai masukan dari dalam perusahaan dan konsumen. Salah satu keluhan masyarakat terhadap produk hand sanitizer pada umumnya adalah efeknya yang membuat kulit tangan menjadi kering. Walhasil, Mustika Ratu membubuhkan bahan olive oil dan aloe vera untuk menjaga kelembaban kulit para pengguna produk baru ini. Bahan lain berupa tea tree oil juga ditambahkan sebagai antiseptik dan anti-inflamasi. “Berdasarkan riset dan uji internal, sanitizer yang mengandung minyak zaitun lebih memproteksi kulit dari kekeringan,” tutur Kusuma.

Acara peluncuran kerjasama antara PT Martina Berto dan PT Penta Valent dalam hal distribusi produk, pada Maret 2021. marthatilaargroup.com

Belakangan, masih pada Maret 2020, produk Zaitun Hand Gel didaftarkan ke BPOM. Sejak saat itu hingga akhir pekan lalu, situs BPOM mencatat Mustika Ratu telah mendaftarkan sekitar 367 produk baru, termasuk Herbamuno Plus.

Selama masa pandemi Covid-19, lini produk kesehatan telah menyelamatkan kinerja MRAT—kode saham Mustika Ratu di Bursa Efek Indonesia. Sepanjang 2020, ketika banyak bisnis terjungkal dihantam pandemi, Mustika Ratu meraup hasil penjualan sebesar Rp 318,4 miliar, tumbuh 4,32 persen dibanding pada tahun sebelumnya.

Pada periode itu, angka penjualan produk kosmetik Mustika Ratu sebenarnya jeblok, minus 59 persen. Namun penjualan di lini produk kesehatan—termasuk perawatan diri dan jamu—melonjak hingga 25,48 persen.

Moncernya kinerja produk-produk kesehatan berlanjut tahun lalu. Hingga saat ini, MRAT belum merilis laporan keuangan tahunan 2021. Namun, per September 2021, nilai penjualan bersih Mustika Ratu telah mencapai Rp 255,9 miliar, naik 15,13 persen dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kinerja penjualan produk kosmetik Mustika Ratu masih ambles. Namun penjualan di lini produk kesehatan perseroan terus bertumbuh.

•••

SEJUMLAH perusahaan juga menggeber pasar produk kesehatan demi mempertahankan bisnis mereka di masa pandemi. Masih di sektor industri kosmetik, PT Martina Berto Tbk mengambil peluang dengan mengeluarkan produk hand sanitizer bermerek Quick ‘N Fresh Hand Gel. Sebelumnya, unit bisnis Martha Tilaar Group ini memproduksi Bright Clean Hand Sanitizer.

Walau begitu, tak seperti di Mustika Ratu, produk baru Martina Berto yang menyasar pasar kesehatan belum mampu menutup penurunan penjualan produk kosmetik yang teramat dalam. Merujuk pada laporan keuangan perusahaan, sepanjang 2020, Martina Berto hanya meraup Rp 190,94 miliar dari segmen kosmetika, anjlok hingga minus 56,7 persen dibanding pada tahun sebelumnya. Begitu pula penjualan segmen jamu dan lain-lain yang turun meski tipis, hanya minus 3,15 persen.

Walau begitu, Martino Berto belum menyerah. Pada akhir 2020, Martino Berto meluncurkan produk minuman kesehatan berlabel ImunKu. Empat bulan kemudian, Maret 2021, PT Penta Valent, salah satu distributor besar obat-obatan, digandeng untuk memperluas jangkauan pemasaran segmen produk kesehatan Martina Berto.

Proses pengepakan hand sanitizer Martha Tilaar, April 2020. Facebook Martha Tilaar

Langkah perseroan agaknya mulai membuahkan hasil. Di tengah pasar kosmetik yang masih lesu, penjualan segmen herbal dan lain-lain Martina Berto bisa tumbuh hingga 20,9 persen, per 31 September 2021 mencapai Rp 121,78 miliar.

Awal Januari lalu, dalam Rapat Kerja Nasional 2022, Chief Executive Officer Martha Tilaar Group Kilala Tilaar mengungkapkan optimismenya menghadapi peluang bisnis tahun ini. "Dua tahun terakhir memang terjadi penurunan. Namun kini perlahan tapi pasti grafik penjualan mulai membaik. Berbagai faktor penghambat mulai teratasi," kata Kilala seperti dipublikasikan di situs perusahaan. Selain mengembangkan usaha, dia menambahkan, grup akan meningkatkan kerja sama dengan distributor besar Indonesia untuk memasarkan produk di semua wilayah dan berbagai kanal penjualan.

PT Unilever Indonesia Tbk mengumbar optimisme serupa. Sepanjang 2021, kinerja penjualan Unilever—baik untuk pasar dalam negeri dan luar negeri—masih jeblok, hanya Rp 39,54 triliun. Capaian ini minus 7,9 persen dibanding pada tahun sebelumnya. Penurunan dipicu jebloknya penjualan di segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh.

Walau begitu, angin segar mulai berembus bagi Unilever di segmen makanan dan minuman yang kinerjanya akhirnya naik tipis 1,4 persen setelah terjungkal pada 2020 akibat turunnya ekspor. “Terjadi peningkatan kesadaran konsumen akan kesehatan secara menyeluruh yang dijawab dengan produk seperti Buavita 100% Daily Vitamins Requirements dan Paddle Pop Choco Magma dengan vitamin D,” ucap Ira Noviarti, Presiden Direktur Unilever Indonesia, Kamis, 10 Februari lalu.

Pada tahun pertama masa pandemi, Unilever memang gesit menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar. UNVR—kode emiten Unilever—meluncurkan sekitar 60 produk inovasi baru di kategori kesehatan, kebersihan, serta barang pendukung gaya hidup baru untuk aktivitas di dalam rumah.

Inovasi dituangkan dalam beragam bentuk, dari merek baru, produk baru dalam merek lama, serta produk dan merek lama dalam kemasan berbeda. Di lini produk kesehatan dan kebersihan, misalnya, Unilever Indonesia meluncurkan produk hand sanitizer seperti Molto Spray dan Sahaja Spray.

Tantangan bukannya tak ada. Sejak tahun lalu, harga sejumlah komoditas melambung, seperti minyak sawit yang menjadi salah satu bahan baku produk. Lonjakan angka kasus Covid-19 seiring dengan munculnya varian baru, yang berujung pada kebijakan pembatasan kegiatan, juga mempengaruhi daya beli konsumen. “Lonjakan harga bahan baku, penurunan daya beli, dan waktu transisi untuk kembali ke daya beli sebelum pandemi hanyalah sebagian dari berbagai tantangan selama 2021,” tutur Ira.

Ira memastikan Unilever akan terus meluncurkan beragam inovasi, termasuk mempertahankan skema produk dalam kemasan dan harga terjangkau pada merek-merek ternama milik perseroan. Bagi Unilever, kata Ira, dua tahun melewati masa pandemi merupakan masa reset. “Kami menyiapkan landasan yang kuat untuk pertumbuhan dan kemenangan jangka panjang.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus