Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sedaaap buat nahar

Sengketa indomilk dibahas di bina graha, mahkamah agung ikut turun tangan, adc tak mengakui bahwa pembayaran us$ 1 juta oleh pt. kebun bunga sebagai uang panjar.(eb)

4 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTIKAIAN mengenai penjualan saham ADC (Australian Dairy Corp.) di PT Indomilk akhirnya mampir juga ke Bina Graha. Adalah Ketua BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Suhartoyo, dan Menteri PAN JB Sumarlin yang menyampaikan laporan itu ke meja Presiden Soeharto. "Sesungguhnya masalah ini tidak begitu penting sekali seandainya usaha penjualan saham itu wajar," kata Suhartoyo. "Sayangnya oleh pihak-pihak yang bersangkutan dibuat semacam berita besar." Tapi 25 Agustus itu, uhartoyo sendiri memberikan berita besar: ADC, katanya sudah menyetujui menjual sahamnya (375 lembar) seharga US$ 4,5 juta kepada PD & I Marison NV, pemegang saham 50% di Indomilk. Menurut Suhartoyo, pembeli akan melakukan pembayaran tahap pertama US$ 1 juta. Sedang sisanya (US$ 3,5 juta) akan dibayar dalam jangka lima tahun tanpa bunga. "Jadi nilai efektifnya jika dibayar kontan kira-kira US$ 3,5 juta," ujarnya. Nahar Zahiruddin Tanjung, Dirut Indomilk, malah menyebut ADC sudah setuju jika kelak saham yang dibeli Marison itu dialihkan ke Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Menurut Nahar yang mewakili kepentingan Marison di Indomilk, persetujuan itu dicapai 9 Juni silam. "Harga saham seluruhnya itu US$ 3,5 juta," katanya kepada wartawan TEMPO Marah Sakti. Tapi sehari sebelum Suhartoyo mernberikan penjelasan itu, Malcolm Vawser Komisaris Utama ADC, mengatakan bahwa ADC belum memutuskan menjual sahamnya ke Marison. Pernyataan itu selaras dengan pesan teleks yang disampaikan Vawser kepada Dirut PT Kebun Bunga Raj Kumar Singh, calon pembeli pertama saham ADC. Menurut pesan teleks 11 Agustus tadi, ADC telah menerima penawaran Marison untuk membeli saham ADC di Indomilk. "Tawaran itu telah didiskusikan oleh direksi perusahaan, tapi tak ada keputusan diambil," tulis Vawser. Dalam percakapan telepon dengan Zulaikha Chudori, pemb antu TEMPO di Canberra, Vawser juga mengisyaratkan bahwa transaksi penjualan saham ADC akan banyak ditentukan oleh keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Atas permintaan PT Kebun Bunga, pengadilan itu 9 Agustus lalu meletakkan sita jaminan atas kekayaan ADC di Indomilk. Menurut Vawser, pemerintah Indonesia telah memberi isyarat tak akan menyetujui penjualan saham ADC ke Kebun Bunga. Apakah isyarat itu resmi? "Well, tidak secara tertulis," katanya. Ad akah pemerintah menekan ? "Saya tidak bisa mengatakan pemerinah Indonesia menekan," tambahnya. Dalam pertikaian itu memang, pemerintah jelas memberikan dukungan penuh pada Marison -- seperti disampaikan Menteri PAN JB Sumarlin dalam pesan teleks 2 Agustus kepada Nahar Zahiruddin. Secara hukum kedudukan Marison sesungguhnya juga sudah kuat. Sebab, menurut surat edaran Ketua BKPM 26 Juni 1969, tiap perubahan atau pengalihan saham di dalam perusahaan PMA pada prinsipnya harus disetujui semua pihak (para pemegang saham). Apalagi rencana penjualan saham ADC ke Kebun Bunga itu, menurut kesan Ketua BKPM Suhartoyo, tidak akan mendapat persetujuan dari pihak Indonesia di Indomilk (Marison), sebagai pemegang hak opsi pertama untuk membeli. Dengan dernikian, kata Suhartoyo, jika BKPM menerima formulir pengalihan saham (aplikasi model III) tanpa adanya tanda tangan salah satu pihak (Marison), maka instansi itu tidak akan menyetujui permohonan pengalihan tersebut. Sampai di babak ini Marison berhasil mengantungi angka lebih banyak daripada Kebun Bunga. Dalam keadaan seperti itulah, Dirut Kebun Bunga Kumar Singh, mengaku "bingung". Dia was-was, dan belum yakin apakah ADC benar sudah menentukan sikap. "Kabar paling baru saya terima 24 Agustus, Vawser bilang mereka (direksi ADC) belum memutuskan apa-apa," katanya. "Soal harga saham bagi saya sekarang no comment. Yang penting, betulkah ADC sudal menjual sahamnya pada Bapindo?" Jika anggapan itu benar, maka Kumar Singh tetap bertekad akan terus memperkarakan ADC di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dia, katanya, sudah memasukkan gugatan ingkar janji ke pengadilan itu. Kumar Singh menganggap ADC telah berkhianat. Sebab calon pembeli serius itu merasa mempunyai hak membeli sesudah memasukkan uang US$ 1 juta ke dalam dana perwalian untuk Asia Dairy Industries (ADI) Ltd, Hongkong, anak perusahaan ADC. Dana perwalian itu diberikan sesudah Kumar Singh dan Vawser, 20 September 1981, menelurkan pokok-pokok persetujuan mengenai penjualan saham ADC. Tapi dalam "Syarat-syarat Pembayaran US$ 1 juta" yang menjadi lampiran pokok-pokok persetujuan itu, kedudukan Kebun Bunga tampak lemah. Butir ketiga lampiran itu, misalnya, menjelaskan bahwa dana US$ 1 juta berikut bunga akan dikembalikan ke Kebun Bunga jika ADC gagal memperoleh persetujuan penjualan itu dari para pemegang saham di Indomilk. Kepada TEMPO, Vawser menganggap "pemberian uang itu hanya sebagai tanda janji untuk menunjukkan itikad baik saja." Apakah ADC mempunyai access (bisa mencairkan) uang yang didepositokan itu. "ADC memilih untuk tidak mempunyai access, " jawab Vawser. Lalu dia menambahkan. "Kami menganggapnya sebagai tanda janji bahwa mereka akan melangsungkan pembelian saham-saham." Dengan kata lain, "ADC hanya menganggap dana itu sebagai semacam jaminan Kebun Bunga akan menepati janji." Karena itulah Vawser juga menganggap pokok-pokok persetujuan 20 September 1981 tidak punya ikatan hukum -- semacam letter of intent (kesediaan membeli) belaka. Apalagi di dalam perjanjian itu ada satu syarat memberikan kesempatan kepada Marison membeli saham ADC. Apa reaksi Kumar Singh? "Yang bilang begitu orang gila!" katanya setengah berteriak. "Masak letter of intent pakai panjar segala." Dia berpendapat proses semacam itu sudah lewat. "Sebelum masuk ke pokok-pokok persetujuan memang ada letter of intent dulu," tambahnya. Tapi Kumar Singh mengakui dalam pokok-pokok persetujuan itu tertera syarat yang menggariskan penjualan saham itu tak berlaku jika pemerintah Australia tak setuju. Kabarnya, menurut dia, pemerintah Australia menyerahkan segala sesuatunya pada ADC, dan dia sanggup menyodorkan bukti persetujuan itu. Karena merasa dipermainkan ADC, Kumar Singh kemudian membuat laporan ke Senat Australia. Senator Peter Rae, Ketua Senate Standing Committee on Finance and Government Operations, membenarkan telah menerima laporan itu. "Kami masih dalam tahap mempertimbangkannya, jadi belum memutuskan apa-apa," katanya kepada TEMPO. Nahar sendiri tak mau bicara banyak ketika ditanya soal ADC. "Konsentrasi kami kini pada soal sita jaminan yang ditetapkan Pengadilan Jakarta Timur," katanya. "Kalau sita jaminan itu sudah diangkat, baru kami menghadapi persoalan pembelian saham ADC." Tapi diam-diam Nahar berhasil melangkah ke atas. Suratnya yang dikirimkan 11 Agustus ke Ketua Mahkamah Agung Mudjono tentang sita jaminan mendapat tanggapan. Sesudah menerima laporan dari lembaga peradilan di bawah MA, dan Hakim Agung Pengawas Wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta, Mudjono Agustus mengeluarkan sebuah memorandum. Ketua MA itu menugaskan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta supaya memerintahkan Ketua Pengadilan Jakarta Timur untuk "mencabut penetapannya sendiri." Dua hari kemudian Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Soerjono meneruskan perintah itu. Namun Sunu Wahadi, Ketua Pengadilan Jakarta Timur sampai Senin pekan ini mengaku belum menerima surat perintah pencabutan atas ketetapannya itu. "Saya belum terima surat perintah, yang sampai baru copy surat Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, tanpa nomor surat, yang ditujukan Panitera Pengganti, dan diantarkan oleh karyawan Marison," katanya. "Saya ini sifatnya menunggu saja, begitu ada surat perintah ketetapan, ya saya cabut." Kendati demikian, karena surat panggilan sudah dikeluarkan, maka Sunu akan tetap menyelenggarakan sidang 20 September yang memperkarakan gugatan Kebun Bunga atas ADC. Sudah tahukah Nahar? "Saya belum terima pemberitahuannya. Tapi saya yakin ini benar," sahut Nahar. Kalau begitu memang sedaaap buat Nahar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus