Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisakah Beras Impor Menekan Harga yang Meroket

Harga beras terus meroket karena hasil panen merosot. Beras impor mulai membanjiri pasar, cara distribusi berubah.

22 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah menggencarkan impor beras untuk menurunkan harga.

  • Harga beras sudah melampaui batas HET.

  • Badan Pangan Nasional mengubah cara distribusi beras impor.

BERAS impor pesanan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog terus berdatangan. Kapal demi kapal yang mengangkut komoditas pangan ini masuk ke berbagai pelabuhan. Menjelang akhir Oktober ini, kapal bermuatan 21 ribu ton beras impor asal Thailand merapat ke Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, sementara kapal yang membawa 21 ribu ton beras dari Vietnam bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awal bulan depan akan masuk kapal pengangkut 40 ribu ton beras dari Thailand ke Sulawesi Selatan. Sebelumnya, sebanyak 24 ribu ton beras impor lebih dulu dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Perum Bulog mendatangkan beras-beras tersebut sebagai bagian dari kuota impor 2 juta ton sepanjang tahun ini. Tapi ternyata pemerintah menilai kuota impor beras itu belum cukup. Pemerintah pun kembali menugasi Bulog mendatangkan 1,5 juta ton beras menjelang pengujung tahun ini. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan telah meneken kontrak impor beras 500 ribu ton yang menjadi bagian dari kuota penugasan baru. “Akan datang paling lambat pertengahan Desember,” katanya pada Rabu, 18 Oktober lalu. Awalnya Bulog hanya akan mengimpor 300 ribu ton, tapi kemudian kuotanya ditambah sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo. 

Bongkar muat beras impor dari kapal kargo berbendera Vietnam di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, 11 Oktober 2023. Antara/Ampelsa

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pun yakin stok beras akan aman setelah beras impor tambahan itu tiba. Menurut dia, stok beras yang dikuasai Bulog saat ini mencapai 1,7 juta ton dan akan menjadi 2 ton pada November mendatang. 

Awal Oktober lalu, Erick memeriksa pelaksanaan operasi pasar atau program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) yang digelar Bulog di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. Erick mengatakan stok beras di Pasar Induk Cipinang sebanyak 31.410 ton, kurang dari target 35 ribu ton yang ditetapkan Presiden Jokowi. 

Karena itu, pemerintah meminta Bulog terus menaikkan stok untuk mengerek cadangan beras pemerintah. Dengan beras impor, pemerintah berniat mengamankan pasokan karena jumlah produksi dalam negeri menyusut. Kekeringan dan gejala El Niño membuat musim kemarau di Indonesia lebih panas dari biasanya. Puncak kekeringan terjadi pada Juli, Agustus, September, dan Oktober. 

Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) bersama Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo dan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso meninjau harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 4 Oktober 2023. Antara/Fauzan

Badan Pusat Statistik memperkirakan jumlah produksi padi bisa mencapai 53,63 juta ton setara gabah kering giling tahun ini. Angka ini berkurang 2,05 persen dibanding pada tahun lalu. Sedangkan jumlah produksi beras tahun ini diperkirakan sebanyak 30,90 juta ton, turun 2,05 persen dibanding pada tahun lalu yang mencapai 31,54 juta ton. 

Selain dipicu faktor El Niño, penurunan angka produksi padi disebabkan oleh lahan sawah yang menciut. BPS mencatat area panen padi berkurang 2,45 persen, dari 10,45 juta hektare tahun lalu menjadi 10,2 juta hektare. Menurut BPS, penurunan luas area panen terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. “Ketiganya adalah lumbung padi nasional," tutur pelaksana tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, pada Senin, 16 Oktober lalu.

BPS juga menghitung estimasi defisit beras tahun ini dengan metode kerangka sampel area. Hasilnya, defisit pada Oktober diperkirakan sebesar 500 ribu ton. Potensi defisit akan makin lebar pada November, yaitu menjadi 950 ribu ton. Bahkan, menurut BPS, potensi defisit pada Desember bisa mencapai 1,45 juta ton.

Setelah mendapat peringatan dari BPS, pemerintah gencar mencari suplai beras tambahan bahkan hingga ke Cina. Jokowi mendapat komitmen pasokan dari pemerintah Cina sebanyak 1 juta ton. Kabar itu disampaikan Erick Thohir, yang mendampingi Jokowi dalam kunjungan ke Cina pada 16-17 Oktober lalu. “Sebanyak 500 ribu ton beras segera dikirim,” ucap Erick dalam akun Instagram @erickthohir. Dengan begitu, cadangan beras Bulog yang semula diperkirakan hanya 1,5 juta ton pada akhir tahun akan meningkat menjadi 2,5 juta ton.

•••

PERINTAH Presiden Joko Widodo kepada para bawahannya sudah jelas: membanjiri pasar dengan beras. “Menggerojok sebanyak-banyaknya, agar harga bisa turun,” katanya setelah menggelar seremoni panen padi di Desa Ciasem Girang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada Ahad, 8 Oktober lalu. Jokowi berharap panen padi semester II tahun ini di beberapa daerah dapat menambah pasokan beras nasional.

Jokowi mengaku senang melihat hasil panen Desa Ciasem Girang. Menurut dia, produktivitas tanaman padi di desa ini tergolong tinggi, yaitu 9 ton per hektare. “Memang padat sekali saya lihat,” ujarnya. Berdasarkan panen-panen semacam ini, Jokowi yakin stok beras nasional akan bertambah. Agar harga beras turun, pemerintah harus menambah stok nasional hingga 1,5 juta ton sampai akhir tahun untuk kemudian disalurkan ke pasar.

Harga beras medium cenderung tinggi sejak awal tahun ini. Berdasarkan data perkembangan harga pangan pokok strategis Badan Pangan Nasional, harga beras medium pada Januari Rp 11.550 per kilogram. Kini harga beras medium Rp 13.210 per kilogram. Dalam data Badan Pangan per 21 Oktober 2023, harga beras medium menunjukkan warna "merah" di semua wilayah, yang berarti berada di atas harga eceran tertinggi (HET). Harga beras tertinggi tercatat di Papua, yaitu Rp 15.680 per kilogram, sementara yang terendah di Kalimantan Selatan Rp 11.990 per kilogram. 

Demi menekan harga, Jokowi memerintahkan Perum Bulog melakukan operasi pasar. Instruksi itu muncul setelah ada lobi-lobi dari pedagang Pasar Induk Beras Cipinang. Mereka mengeluh karena dalam program operasi pasar semester I lalu tidak mendapat pasokan. Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid mengungkapkan, operasi pasar harus terus dilakukan. "Saya sudah menyuarakan hal itu berkali-kali," ucapnya pada Rabu, 18 Oktober lalu. 

Sekretaris Perusahaan Bulog Awaludin Iqbal mengatakan tak ada masalah dengan pola pendistribusian beras pada semester I lalu. Menurut dia, pedagang di Pasar Cipinang adalah distributor besar. Ada beberapa mata rantai distribusi di bawahnya yang harus dilewati agar beras sampai kepada konsumen. Bulog pun berupaya memangkas rantai penyaluran yang panjang itu. “Karena dianggap tidak efektif,” tuturnya. 

Itu sebabnya, Iqbal menambahkan, Bulog berupaya memangkas satu-dua mata rantai pasokan itu agar penyaluran beras lebih dekat kepada konsumen. Dia mengatakan Bulog saat itu mendistribusikan beras langsung kepada peretail modern dan pasar tradisional. Iqbal meyakini cara itu lebih efisien karena lebih dekat dengan konsumen. 

Kini operasi pasar Bulog kembali melibatkan pedagang Pasar Cipinang, setelah perintah Jokowi keluar. Tapi Bulog memberi persyaratan, yakni distributor besar harus menyerahkan daftar pedagang satu level di bawahnya, yang biasa disebut downline. Di lapangan, akan ada pengecekan para pedagang downline oleh Satuan Tugas Pangan, Badan Pangan Nasional, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk menghindari pihak yang mendadak mengaku sebagai pedagang dan meminta jatah beras. 

Menurut Iqbal, verifikasi terhadap pedagang downline akan menjamin harga di tingkat konsumen berada di bawah atau sama dengan HET. Dia mengatakan perubahan cara distribusi ini telah dibahas bersama para pedagang.

Anggota Ombusdman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, mengatakan persoalan utamanya adalah operasi pasar pada semester I lalu tidak serius. Bulog hanya menggelontorkan puluhan ribu ton beras sehingga tidak mampu menekan harga yang telanjur meroket. "Karena sedikit, akhirnya seperti menggarami air laut," ujarnya. 

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi tidak menampik adanya persoalan volume beras dalam operasi pasar Bulog yang terlalu sedikit. Ia mengatakan Bulog akan mengguyur pasar dengan 200 ribu ton beras agar segera sampai kepada konsumen. Bulog akan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) dan sebagian berupa cadangan komersial. Saat ini Badan Pangan sedang menyusun aturan agar mekanisme penyaluran ini tidak kacau. "Kami buat banyak macam cara, tapi tata kelola (governance) harus dijaga."

Menurut Arief, Bulog akan mendistribusikan beras CBP melalui operasi pasar atau program SPHP. Sedangkan stok beras komersial disalurkan lewat perusahaan penggilingan padi. Secara prinsip, Arief menambahkan, persoalan utama saat ini adalah jumlah produksi padi yang merosot jauh di bawah angka kebutuhan. Dia mengungkapkan, setiap bulan Indonesia memerlukan 2,5 juta ton padi, tapi jumlah produksi di bawah 1,6 juta ton. "Selisihnya terlalu jauh." 

•••

MESKI diterpa kemarau panjang, beberapa daerah sentra produksi padi masih bisa menghasilkan gabah. Salah satunya Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Suratno, petani asal Desa Tunggul, Kecamatan Gondang, Sragen, bercerita tentang tanaman padinya yang tumbuh bagus. Pria 55 tahun ini beruntung, sawahnya yang seluas 1 hektare sempat kebagian air irigasi dari aliran Sungai Bengawan Solo pada Agustus lalu. 

Pekan ini atau pekan depan, Suratno berencana memanen padi. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Sragen ini yakin tanaman padinya bisa menghasilkan 7 ton gabah kering. Karena itu, Suratno bertekad memanen dan menjual sendiri, tanpa perantara ceninik atau makelar, penebas, bakul, tengkulak, atau siapa pun yang menurut dia kerap menyunat timbangan. “Bolak-balik saya didatangi ceninik, ditawar Rp 15 juta. Enggak mau,” ucapnya. Suratno akan membawa sendiri gabahnya ke penggilingan dan menjual beras kepada pedagang besar. Dengan pola ini, ia yakin bisa mendapat uang Rp 18 juta.

Tanaman padi milik Muhajir yang sudah menguning juga diincar para penebas dan tengkulak. Petani asal Patampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, itu memilih menjualnya kepada pedagang. Muhajir mengatakan hasil panen merosot pada masa paceklik. Di sawah yang tidak mendapat air irigasi dan hanya mengandalkan air sumur bor, panennya hanya 2-15 karung. Beruntung, sawah Muhajir dekat dengan saluran irigasi. “Saya masih bisa dapat 20 karung," kata pemilik sawah 0,32 hektare ini. Satu karung biasanya berisi 100 kilogram gabah. 

Persaingan mendapatkan gabah di musim kering ini membuat para makelar, penebas, dan tengkulak berlomba-lomba mendekati petani yang akan melakukan panen. Termasuk di sentra beras Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ahmad, petani asal Desa Pegagan Kidul, rela melepas gabahnya seharga Rp 7.200 per kilogram kepada pembeli. Ia merasa beruntung karena gabahnya dibeli mahal dan tidak perlu mengeluarkan biaya panen. “Pembeli menggunakan mesin combine,” tuturnya. Jadi Ahmad tinggal duduk manis menikmati hasil pembayaran.

Ahmad mengaku panen kali ini tidak optimal. Pemilik sawah 5 hektare ini hanya beroleh hasil panen 4 ton per hektare. Sebab, lahan Ahmad jauh dari lokasi irigasi. Padahal sawah yang dekat dengan sumber air bisa menghasilkan gabah 6 ton per hektare. Meski demikian, Ahmad tetap bersyukur karena harga gabah sedang tinggi dan ia tidak perlu membayar biaya panen. Bahkan, sepekan sebelum panen, calon pembeli sudah datang. “Semua saya jual. Takut harga turun karena beras impor sudah masuk.”

Aktivitas pekerja di tempat penggilingan gabah di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Tempo/Ivansyah

Mas Boy—begitu para petani di Cirebon biasa memanggilnya—termasuk ketiban berkah harga gabah. Dia mengumpulkan uang dari selisih harga gabah yang dibeli dari petani dengan harga jual ke penggilingan. Setiap hari Boy berkeliling ke sawah-sawah yang akan dipanen dan menawar gabah petani. “Panen kali ini saya menawarkan Rp 7.200 per kilogram,” ucapnya. Harganya turun dibanding sebelumnya yang mencapai Rp 8.000. Makin banyaknya daerah yang memasuki masa panen dan operasi pasar Bulog yang mulai berjalan membuat harga gabah mulai turun.

Sejak empat bulan lalu, Boy berkeliling ke banyak daerah untuk mencari sawah yang sedang dipanen. Panen yang tidak merata akibat kekurangan air membuat ia harus berkeliling cukup lama untuk mencari sawah yang dipanen. “Lumayan juga biaya bahan bakarnya,” ujar Boy, yang memiliki mobil pikap untuk mengangkut gabah dari petani. Dia menjual gabah itu kepada pemilik penggilingan yang menjadi pelanggannya.

Rusdi, pemilik penggilingan di Kecamatan Kapetakan, Cirebon, mengerahkan sejumlah kurir untuk berkeliling mencari gabah. “Saya sempat berhenti beroperasi dua bulan karena belum ada panen dan harga mahal.” Kini, seiring dengan bertambahnya luas sawah yang dipanen, Rusdi membuka kembali penggilingannya. “Saya beli gabah Rp 7.400.” Menurut Rusdi, kualitas gabah di musim panen gadu lebih bagus dibanding pada musim rendeng karena kadar airnya yang kurang. Tapi kali ini, kata dia, harganya lebih tinggi. 

Mantri air Kecamatan Kapetakan, Radina, mengatakan minimnya air di saluran irigasi membuat tanaman padi mengalami kekeringan. “Dari 564 hektare sawah, sekitar 25 hektare puso," tuturnya. Karena itu, pelaksana tugas Menteri Pertanian yang juga Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo, berkomitmen memperbaiki sistem budi daya padi untuk meningkatkan produksi. “Kalau produksi naik, operasi pasar atau SPHP bisa bertambah.” 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ivansyah dari Cirebon dan Didit Hariyadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Seribu Cara Menekan Harga"

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus