Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menanggapi soal pemerintah yang tetap menargetkan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024. Target tersebut serang disampaikan oleh beberapa menteri, termasuk Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024, sudah lama mendapatkan banyak kritik, bahkan dari Bank Dunia (World Bank),” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 7 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Terakhir, dia melanjutkan, Bank Dunia memberikan kritik atas target tersebut karena target angka kemiskinan ekstrem 0 persen ini adalah target yang dianggap "terlalu mudah" diraih. Alasannya karena ukuran garis kemiskinan yang digunakan untuk mendefinisikan kemiskinan ekstrem terlalu rendah.
Untuk membandingkan angka kemiskinan antar negara di kategori lower middle income countries, Bank Dunia menggunakan ukuran batasan kemiskinan internasional berdasarkan US$ purchasing power parity (PPP). “Yakni sebesar US$ 1,9 PPP sebagai batas extreme poverty dan US$ 3,2 PPP sebagai batas poverty,” kata dia.
Dengan ukuran extreme poverty US$ 1,9 PPP, angka kemiskinan Indonesia pada 2022 hanya tinggal 1,5 persen. Yusuf menilai, ini adalah angka kemiskinan ekstrem, yang ditargetkan oleh pemerintah menjadi 0 persen pada 2024.
Dengan ukuran US$ 1,9 PPP tentu target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024 menjadi terlihat akan mudah tercapai. “Pemerintah sendiri menghitung angka kemiskinan ekstrem pada 2022 ada di kisaran 2 persen,” tutur Yusuf.
Bahkan, kata dia, Bank Dunia memberikan saran, untuk evaluasi kinerja penanggulangan kemiskinan yang lebih baik. Seharusnya Indonesia tidak lagi menggunakan ukuran US$ 1,9 PPP, namun menggunakan ukuran US$ 3,2 PPP.
Selanjutnya: “Menurut saya, rekomendasi Bank Dunia ini sangat baik ..."
“Menurut saya, rekomendasi Bank Dunia ini sangat baik dan relevan bagi Indonesia, yang kini digadang-gadang akan segera naik kelas dari lower middle income countries menjadi upper middle income countries,” ucap dia.
Dengan perubahan ukuran kemiskinan US$ 3,2 PPP, menurut dia, itu lebih relevan untuk Indonesia yang bersiap naik kelas menjadi upper middle income countries. Juga akan memberi implikasi penting untuk formulasi strategi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Namun, Yusuf menilai, pemerintah terlihat resisten dengan usulan Bank Dunia ini, dengan alasan utama karena menyebabkan jumlah penduduk miskin akan bertambah signifikan. “Secara politik hal ini tentu tidak menguntungkan bagi penguasa, terlebih menjelang pemilu,” ujar Yusuf.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan soal target kemiskinan ekstrem tersebut. “Pemerintah optimis angka kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2024 mendekati 0 persen,” kata Suharso.
Sehingga, dia berujar, itu menjadi modal untuk strategi di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Selain kemiskinan ekstrem, Suharso menjelaskan, di Indonesia juga ada kemiskinan lain yakni kemiskinan desil satu dan desil dua. "Itu kita lihat," kata dia.
Pilihan Editor: Kepala Bappenas Beberkan Strategi Pengentasan Kemiskinan 2025-2045: Pendekatannya Akan Berbeda
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini