Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini fenomena jasa titip (jastip) dan calo tiket konser kerap menjadi perhatian publik. Pro dan kontra bermunculan mengenai jasa bantuan orang lain tersebut. Pasalnya, tak sedikit yang mengaku tertipu hingga harus kehilangan uang jutaan rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebenarnya, aktivitas percaloan dan jastip bukanlah hal baru di Indonesia. Saat sejumlah musisi internasional berencana manggung, seperti Blackpink, Coldplay, dan NIKI, keberadaan kedua jasa tersebut sudah ada. Lantas, apa perbedaan calo dan jastip tiket konser?
Apa itu Calo Tiket?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), calo atau makelar merupakan orang yang bertugas menjadi perantara dan menjajakan jasanya untuk mengurus sesuatu berdasarkan upah. Sehingga, mereka yang bekerja sebagai penghubung antara pembeli dengan penjual akan mengambil keuntungan dari selisih harga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dilansir dari npr.org, selama masa penjualan tiket konser daring (online), biasanya situs mengalami beberapa kendala. Masalah yang umum ditemui ialah berjalan lambat bahkan error karena banyak orang masuk dalam antrean panjang. Alhasil, calo menjadi pilihan terbaik karena cepat dan tidak merepotkan.
Kini calo juga memanfaatkan bot online untuk mendapatkan tiket konser. Meskipun situs seperti Ticketmaster memberlakukan aturan pembatasan tiket dan kode presale, tetapi masalah bot bukan lagi rahasia dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Kepala bidang penelitian DataDome, perusahaan perlindungan bot dan pencegahan penipuan online, Antoine Vastel, menjelaskan bahwa bot melakukan otomatisasi masuk ke halaman produk, menambahkan produk ke troli, melengkapi data checkout, dan melakukan pembayaran. Alat itu juga mudah dibeli di platform, seperti Fiverr.
“Mereka, para calo (dengan bot) mungkin mengatasi batas pembelian dengan membuat akun palsu, mengganti respon terhadap tes CAPTCHA yang dirancang untuk mendeteksi pengguna non-manusia, dan mengubah sidik jadi peramban (browser) agar terlihat seperti manusia”, kata Vastel.
Selanjutnya: Jastip tiket konser menetapkan sejumlah aturan yang relatif lebih ketat
Apa itu Jastip Tiket Konser?
Menurut Jurnal Hukum Adigama (2021) karya Elisabeth Haryani dan Jeane Neltje, jastip adalah layanan informal yang diberikan penjual bagi konsumen untuk mendapatkan suatu barang, tetapi tidak bisa pergi atau belum sempat produk secara langsung. Jasa tersebut dianggap hemat waktu, tenaga, praktis, dan tidak membutuhkan biaya banyak.
Berbeda dengan calo, jastip tiket konser menetapkan sejumlah aturan yang relatif lebih ketat. Adapun ketentuan yang dimaksud menurut laman core.ac.uk adalah sebagai berikut.
1. Sistem Lebih Jelas
Meski bukanlah kegiatan bisnis yang berstatus legal, kegiatan jastip memiliki aturan, tetapi bersifat khusus dan pasti. Namun, demi membangun kepercayaan dan mengantisipasi kerugian di antara pembeli dengan penjual, maka harus diterapkan batasan. Kedua belah pihak wajib mencapai kesepakatan sebelum sampai tahap pembayaran.
2. Patokan Harga Wajar
Beredar kabar tiket konser Coldplay kategori Ultimate Experience seharga Rp 11 juta dijual kembali dengan harga berkali-kali lipat. Berdasarkan pantauan warganet di e-commerce, harga yang dipasang oleh calo mencapai Rp 60 juta.
Sementara itu, penetapan fee dalam aktivitas jastip cenderung masuk dalam batas wajar. Biasanya, penyedia layanan akan melakukan riset pasar untuk memastikan harga yang diberikan tidak terlalu jauh dengan kompetitor. Karena membangun citra dan kepercayaan menjadi modal penting untuk jastip.
Dengan demikian, perbedaan calo dan jastip tiket konser terletak pada perjanjian antara penyedia jasa dengan pembeli, serta penentuan harga. Pada umumnya, jastip juga lebih berani mempromosikan bisnis di media sosial dibandingkan dengan calo yang tertutup.
NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini