Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Bahan Berlimpah, Keju Lokal Belum Banyak Dikenal  

Keju lokal sulit didapati di pasaran. Padahal bahan bakunya berlimpah.

14 April 2015 | 15.57 WIB

Seorang pekerja memerah susu sapi di peternakan sapi perah untuk dijadikan sebagai keju Mozarella di Sentul, Jawa Barat, 10 April 2015. Sapi yang diperah susunya untuk dijadikan keju adalah sapi - sapi non antibiotik. TEMPO/Frannoto
Perbesar
Seorang pekerja memerah susu sapi di peternakan sapi perah untuk dijadikan sebagai keju Mozarella di Sentul, Jawa Barat, 10 April 2015. Sapi yang diperah susunya untuk dijadikan keju adalah sapi - sapi non antibiotik. TEMPO/Frannoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Keju lokal ternyata belum banyak dikenal masyarakat. Sebab, keju jenis ini memang jarang beredar di supermarket maupun toko retail besar. Pengecualian cuma ada di Natura ala Gouda--produsen asal Sukabumi yang sudah beroperasi 15 tahun--yang tersedia di Hero, Sogo, Hypermart, Diamond, dan toko retail besar lainnya.

Namun, bagi produsen keju lokal yang berusia di bawah lima tahun, seperti Indrakila dari Dukuh Karangjati, atau Karanggeneng, Boyolali, Jawa Tengah, awalnya harus dijual pada tingkat grosir. Malahan, peminat Trie’s Cheese dari Depok dan Rosalie Cheese sebagian memesannya dari media sosial atau telepon. Bahkan ada pula yang datang langsung ke rumah sang pemilik.

Keju dan produk turunan susu, kata Ayu Utami, pemilik Rosalie Cheese, memang belum terlalu akrab bagi sebagian besar masyarakat. Namun hal itu tetap dianggap peluang yang dibaca Ayu ketika masih menjadi mahasiswi semester akhir Ilmu dan Teknologi Pangan pada 2011 di Universitas Queensland, Australia.

Ia melihat bahan baku susu yang melimpah di Indonesia belum banyak diberdayakan untuk produksi keju dalam skala rumah tangga. Kemudian mulailah Ayu membuat keju di awal 2012 dengan menyebar tester ke rekannya yang juga pemilik restauran. "Mereka bilang 'It is a good cheese dari tekstur dan rasa'," kata Ayu, seperti ditulis Koran Tempo, Minggu, 12 April 2015.

Novianto, pemilik keju Indrakila, menilai orang Indonesia memang sudah sangat lekat dengan rasa keju olahan sehingga susah beralih ke keju natural. Pola pikir itu yang membuat orang tuanya dan pemerintah di tempatnya ragu mendukung usahanya. "Pemerintah juga butuh bukti apakah susu Boyolali dapat dibuat menjadi keju," ujar lulusan Fakultas Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.

Boyolali sendiri tercatat merupakan sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Tengah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, sebanyak 14 dari total 19 kecamatan yang ada di Boyolali menghasilkan susu setiap harinya dengan rata-rata 120 ribu liter per hari. Jumlah dalam setahun sebanyak 48.075.220 liter pada 2013. "Ini peluang saya," kata Novianto.

Bermodal ketekunan dan bahan baku melimpah, dia mampu mengembangkan produksinya dari 30 kilogram per hari saat awal memulai usaha pada 2009 jadi 90 kilogram per hari. Indrakila kini sudah melebarkan sayap ke Bali. Sekitar 40 persen dari hasil produksinya dikirim ke Pulau Dewata. Ia memasok ke sejumlah hotel berbintang, restoran, hingga kafe, bersanding dengan keju-keju impor. "Dalam hitungan kasar, kami memasok dua persen dari kebutuhan keju di Bali," katanya.

Selain Bali, Indrakila juga memasok kebutuhan keju di sejumlah hotel dan restoran yang berada di Yogyakarta, Jakarta, hingga Lombok. "Sekarang omzet pabrik saya Rp 70-100 juta per bulan," ujar Novianto.

HERU TRIYONO, CHETA NILAWATY, AHMAD RAFIQ


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mohammad Reza Maulana

Mohammad Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus