Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Dari Otak Turun ke Kaki

Satu keluarga mengalami lumpuh kaku secara berantai. Dinas Kesehatan setempat menyangkal penyebabnya adalah polio.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nun di Kampung Leuwih Muda, Cisoka, Tangerang, hidup menjadi lebih lamban. Abang-adik Sofyan, 17 tahun, dan Affandi, 12 tahun, mengisi hari di atas balai-balai bambu karena menderita lumpuh.

Putra keenam dan ketujuh pasangan Ardani dan Anema sudah menderita lumpuh sejak berusia lima tahun. "Awalnya panas, demam, dan kejang-kejang," kata Anema yang bekerja sebagai buruh tani. Tak hanya lumpuh, tubuh keduanya kerdil dengan tangan dan kaki mungil seperti bocah. Ketika disapa, hanya teriakan-teriakan tak jelas yang keluar dari mulut mereka. Mereka baru terdiam seolah mengerti ketika kamera diarahkan untuk memotret.

Kesusahan Anema bertambah lantaran sejak lima tahun lalu suaminya juga mengalami kelumpuhan. Gejalanya pun sama: panas demam dan nyeri di tangan kanan dan kedua kaki. Ardani pun tak bisa lagi bersawah. Kini ia hanya menganyam topi pandan untuk menambah penghasilan keluarga.

Anema bukan tak pernah berusaha mengobati penyakit keluarganya. Puskemas dan paranormal pernah ia datangi, tapi keterbatasan biaya membuat ikhtiarnya terpaksa dihentikan. "Berobat ke Puskesmas saja kami harus membayar Rp 7.000, belum ongkos ojek," kata ibu delapan anak itu.

Kisah Sofyan dan Affandi terkuak saat kasus polio merebak dalam dua bulan terakhir. Namun, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang menyangkalnya sebagai kasus polio. Menurut mereka, polio ditandai dengan lumpuh layuh. Adapun keluarga Ardani, menurut Kepala Bidang Pemberantasan Pencegahan Penyakit Menular Kabupaten Tangerang, Yuliah Iskandar, menderita lumpuh kaku.

Yuliah menjelaskan, bukan cuma keluarga Ardani yang terjangkit lumpuh kaku. Di Kecamatan Kosambi, dua kakak-beradik: Iyus, 15 tahun, dan Ifan, 9 tahun, mengalami hal yang sama. Keduanya kini dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tangerang.

Pekan lalu, Yuliah menyampaikan hasil pemeriksaan terakhir yang menyebutkan bahwa sebelum lumpuh, keluarga Ardani terserang meningitis atau radang selaput otak. Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput yang melapisi dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Penyebabnya dapat berupa bakteri atau virus.

Pada kasus-kasus meningitis di Indonesia dilaporkan 33 persen penyebabnya adalah bakteri Haemophilus influenzae tipe b—disingkat Hib. Pada penelitian lanjutan didapati bahwa bakteri Hib juga menjadi penyebab meningitis pada bayi dan anak berumur kurang dari 5 tahun.

Menurut Dr Triyunis Miko Wahyono, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, lumpuh kaku tergantung bagian otak mana yang diserang. Jika yang diserang otak besar kiri, yang lumpuh sebelah kanan, begitu pula sebaliknya. Jika tubuh pendek kerdil, berarti pusat hormon pertumbuhan yang diserang. "Ini penyakit ganas karena bisa menimbulkan kecacatan dan korban jiwa," katanya. Apalagi, sel otak yang rusak tak bisa dengan serta-merta diperbaiki. "Untuk satu sel saja butuh waktu 10 tahun untuk regenerasinya," ujarnya.

Penyakit ini sesungguhnya jarang menular kecuali melalui infeksi. "Infeksinya sendiri bisa karena TBC, polio, batuk, serangga, atau makanan yang tak sehat," kata Miko. Pencegahan penularan juga mudah dilakukan, yaitu dengan mencegah sumber-sumber infeksi pada anak-anak dan menjaga pola makan dan kebersihan lingkungan.

Menurut Nofrida, Koordinator Surveillance Lumpuh Layuh Mendadak dari Departemen Kesehatan, memang banyak kemungkinan penyebab lumpuh yang bukan lumpuh layuh, contohnya meningitis, encephalitis, atau chikungunya. "Ini penyakit akibat terserangnya susunan saraf pusat," katanya. Nofrida sangsi keluarga Ardani terinfeksi polio, karena umumnya polio hanya menyerang anak-anak.

Kini keluarga Ardani berada dalam pengawasan Kepala Puskesmas Cisoka, Dr Anita Nujuli. Selanjutnya mereka segera dirujuk ke RSUD Tangerang untuk mendapat perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut. Namun, Yuliah pesimistis ada pengobatan yang bisa mengembalikan kondisi keluarga Ardani seperti sediakala. "Paling, kami hanya menjaga kondisi kesehatan mereka."

Utami Widowati, Lis Yulia, Joniansyah (Tangerang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus