Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 22 Desember seperti sekarang ini, Hari Ibu diperingati di mana-mana oleh Bangsa Indonesia. Tak banyak yang tahu, ada saksi bisu yang menyaksikan para pahlawan wanita Indonesia menggelar kongres nasional untuk kemajuan para perempuan indonesia.
Adalah aula yang mirip Pagelaran Keraton Yogyakarta itu yang berdiri di tengah perkampungan Dipowinatan, Yogyakarta. Pendopo ini merupakan bangunan utama di kompleks Ndalem Joyodipuran yang tak jauh dari keraton Kasultanan Yogyakarta. Gedung yang berdiri di lahan 6.500 meter persegi ini berada di Jalan Brigadir Jenderal Katamso nomor 23, Yogyakarta.
Baca juga:
10 Pesan untuk Para Ibu Indonesia:Tegar dan Anti Korupsi
Era Digital, 7,1 Juta Pekerjaan Perlahan Akan Hilang
Gaya Foto Pertunangan Pangeran Harry, Apa Komentar Fotografer?
Prasasti Kongres Perempuan pertama pada 22 Desember 1928 itu menghiasi dinding pendopo yang kini berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional. Di situ ada pohon sawo yang mengelilingi gedung tersebut. Bangunan ini pun menjadi saksi sejarah berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 22-25 Desember 1928.
Di tempat itu, sekitar 1.000 perempuan berkumpul mengikuti peristiwa bersejarah yang menandai gerakan perempuan Indonesia. Mereka berkumpul untuk menyatakan pikiran dan menyebarkan gagasan melawan penindasan akibat perbedaan jenis kelamin.
Kongres itu antara lain dihadiri oleh Raden Ayu Siti Sundari, 23 tahun. Siti Sundari waktu itu mengajar di Kweek School, yakni sekolah guru di Surakarta, Jawa Tengah. Dia tampil bersemangat lewat pidatonya yang berjudul "Kewadjiban dan Tjita-tjita Poetri Indonesia". Dia untuk pertama kali berbicara soal pentingnya bahasa persatuan Indonesia. Dia, yang fasih berbahasa Belanda dan Jawa kromo inggil, memaksakan diri berbicara dalam bahasa Melayu meski terbata-bata.
Kini, setiap 22 Desember, sejumlah organisasi perempuan memperingati Kongres Perempuan Indonesia sebagai Hari Ibu.
Kantor itu kini berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tapi, sebelumnya, bangunan tersebut berada di bawah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Ndalem Joyodipuran yang dibangun pada 1867 berupa bangunan berbentuk limasan yang semula bernama Dalem Dipowimolo-sesuai dengan nama pemiliknya, yaitu KRT Dipowimolo. Tapi setelah pemiliknya wafat, Sultan HB VII menghadiahkan kepada menantunya, KRT Jayadipura, yang merupakan seorang seniman musik, tari, dan arsitek.
KORAN TEMPO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini