Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Kenali 10 Penyebab BAB yang Terus Menerus

Perubahan frekuensi BAB yang terjadi dapat disebabkan oleh perubahan pola makan, perubahan aktivitas, dan iritasi pada saluran pencernaan.

5 Mei 2025 | 13.23 WIB

Ilustrasi wanita di toilet. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi wanita di toilet. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Buang air besar (BAB) adalah proses alami tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa pencernaan. Namun frekuensi BAB yang terus menerus bisa jadi menjadi suatu pertanda ada masalah dalam tubuh. Permasalahan itu bisa disebabkan oleh infeksi, stres, makanan, maupun minuman tertentu. Selain frekuensi BAB yang berubah, kondisi ini juga ditandai dengan perubahan tekstur feses menjadi lebih lunak hingga cair.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dilansir dari Siloam Hospital, secara umum, setiap orang memiliki intensitas BAB yang berbeda-beda. Tapi normalnya individu mengalami BAB adalah satu sampai tiga kali per hari dan paling jarang adalah tiga kali per minggu. Walaupun demikian, hal ini belum dapat dijadikan patokan sebab ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi BAB seseorang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun begitu, BAB yang terus menerus dapat ditelusuri penyebabnya, seperti dari pola makan maupun aktivitas fisik yang berubah. Berikut beberapa penyebab perubahan frekuensi BAB yang terus menerus dari berbagai sumber

1. Konsumsi Serat yang Berlebihan

Serat merupakan nutrisi penting yang membantu melancarkan proses pencernaan dalam tubuh. Frekuensi BAB yang teratur sebenarnya menandakan sistem pencernaan bekerja dengan baik. Makanan yang kaya serat dapat merangsang saluran pencernaan untuk lebih aktif melakukan BAB.

Selain itu, serat juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan usus besar, mencegah sembelit dengan membuat feses lebih besar dan lunak sehingga tidak menimbulkan rasa sakit saat BAB, mengurangi risiko kanker usus besar, mengendalikan kadar gula darah, serta membantu menjaga kesehatan jantung.

2. Konsumsi Minuman Berkafein Secara Berlebihan

BAB yang terus-menerus juga bisa terjadi akibat konsumsi minuman berkafein secara berlebihan. Kafein dapat merangsang otot-otot di usus besar (kolon) untuk berkontraksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kafein dan zat lain dalam kopi memiliki efek pencahar yang mempercepat pergerakan tinja melalui usus besar.

3. Pengaruh Menstruasi

Pada wanita, BAB yang sering juga dapat dipengaruhi oleh siklus menstruasi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan kadar prostaglandin dalam tubuh yang dapat memicu kram, diare, dan gangguan pencernaan lainnya selama masa menstruasi.

4. Olahraga

Dikutip dari Healthline, para ahli menyebutkan bahwa olahraga rutin atau peningkatan aktivitas fisik bisa menjadi salah satu penyebab seringnya buang air besar (BAB). Hal ini terjadi karena olahraga mempercepat proses pencernaan dan meningkatkan kontraksi otot di usus besar, sehingga membantu mengeluarkan tinja secara lebih teratur.

5. Stres

Stres dan kecemasan juga bisa memengaruhi frekuensi BAB. Saat tubuh mengalami stres berat, zat kimia yang disebut neurotransmitter bergerak dari otak menuju usus, sehingga sistem pencernaan ikut berubah. Pada sebagian orang, hal ini menyebabkan pergerakan usus menjadi lebih cepat dan menimbulkan diare. Namun, pada orang lain, stres justru memperlambat pergerakan usus sehingga menyebabkan sembelit.

6. Konsumsi Obat

Jika Anda baru mulai mengonsumsi obat, misalnya antibiotik, hal ini dapat mempengaruhi pola BAB. Antibiotik bisa mengganggu keseimbangan bakteri baik dalam sistem pencernaan dan merangsang pergerakan saluran pencernaan. Akibatnya, Anda mungkin mengalami BAB lebih sering atau diare. Selain itu, obat-obatan juga bisa mengubah tekstur tinja. Biasanya, tinja yang encer akibat antibiotik akan kembali normal beberapa hari setelah pengobatan selesai.

7. Intoleransi Laktosa

Bagi yang tidak toleran terhadap laktosa, mengonsumsi produk susu tertentu dapat memicu peningkatan gerakan usus serta menimbulkan gejala lain seperti gas dan kembung. Produk susu yang mengandung laktosa tinggi antara lain susu, keju lunak dan segar, es krim, serta puding. Jika Anda merasa sering BAB dan mengalami gangguan perut setelah mengonsumsi produk susu, kemungkinan besar intoleransi laktosa menjadi penyebabnya.

8. Penyakit Celiac

Penyakit Celiac adalah gangguan autoimun di mana tubuh bereaksi negatif terhadap gluten, zat yang banyak terdapat dalam produk gandum, gandum hitam, dan jelai. Jika penderita penyakit celiac mengonsumsi makanan yang mengandung gluten, mereka bisa mengalami peningkatan frekuensi BAB, diare, serta peradangan parah di saluran pencernaan. Selain itu, penyakit ini juga bisa menimbulkan gejala lain seperti sakit perut, gas, kelelahan, anemia, kembung, dan sakit kepala.

9. Penyakit Crohn

Penyakit Crohn merupakan salah satu jenis penyakit radang usus yang bersifat autoimun. Penyakit ini menyebabkan peradangan dan ketidaknyamanan di saluran pencernaan, mulai dari mulut hingga ujung usus besar. Gejala yang sering muncul meliputi BAB berlebihan, diare parah, tinja berdarah, sakit perut, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelelahan, serta munculnya fistula di sekitar anus.

10. Iritasi Usus Besar (IBS)

Sindrom iritasi usus besar (IBS) adalah gangguan pada saluran pencernaan yang memengaruhi seberapa sering seseorang buang air besar. Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami IBS, salah satunya adalah seberapa cepat makanan bergerak melalui saluran pencernaan.

IBS biasanya menimbulkan gejala seperti perut terasa kembung, nyeri atau sakit pada perut, tinja yang bisa berbentuk cair dan disertai diare, atau tinja keras yang disertai sembelit, dan rasa ingin buang air besar secara tiba-tiba dan mendesak

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus