Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Kuliner Nasi Gurih dan Bahan Nginang Diburu saat Kondur Gangsa

Puncak Peringatan Maulid Nabi di Masjid Gedhe Kauman Yogya (20/11) ditandai tradisi kondur gangsa, dan hadirnya kuliner nasi gurih dan bahan nginang.

21 November 2018 | 13.23 WIB

Sega atau nasi gurih menjadi makanan khas di halaman Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, khususnya ketika perayaan pasar malam Sekaten sebagai awal pembuka peringatan maulud digelar. Tempo/Pribadi Wicaksono
Perbesar
Sega atau nasi gurih menjadi makanan khas di halaman Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, khususnya ketika perayaan pasar malam Sekaten sebagai awal pembuka peringatan maulud digelar. Tempo/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Prosesi puncak peringatan Maulud Nabi oleh Keraton Yogyakarta yang ditandai lewat tradisi kondur gangsa atau prosesi pemulangan gamelan pusaka keraton di Masjid Gedhe Kauman Yogya Selasa petang 20 November 2018 membawa berkah tersendiri bagi para pedagang. Nasi gurih dan bahan nginap  yang bisa ditemukan di halaman masjid, diburu masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Sega atau nasi gurih menjadi makanan khas di area halaman Masjid Gedhe Kauman khususnya ketika perayaan pasar malam Sekaten sebagai awal pembuka peringatan maulud digelar. Makanan ini biasanya sudah sulit ditemui lagi ketika perayaan Maulud dan pasar malam Sekaten berakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasi Gurih biasanya berisi 12 macam pelengkap lauk berupa sayur sambel goreng krecek, kacang goreng, kedelai hitam, kedelai putih, tempe kering, kacang tumbuk, teri, suwir telor, dan suwir ayam. Sejumlah lalapan seperti mentimun, kol, dan daun kemangi juga turut ada sebagai pelengkap. Banyaknya lauk itu pun seolah makin menambah sensasi bagi yang menyantap nasi yang berasa gurih tersebut.

Baca Juga: 

Seorang pedagang nasi gurih, Welasono, 72 tahun, asal Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan dari prosesi Kondur Gangsa dagangannya jadi lebih laris. "Baru satu jam buka sudah laku 50-an piring," ujar Welas yang menjual nasi gurihnya dengan harga Rp 10 ribu per porsi.

Welas pun rela menunggu prosesi kondur gangsa itu sampai selesai sekitar jam 00.00 WIB karena makin malam makin banyak warga berdatangan ke komplek Masjid Kauman. "Mumpung tidak hujan, dan masih banyak orang menunggu prosesi kondur gangsa selesai," ujarnya. 

Welasono yang sudah 14 tahun terakhir jualan nasi gurih saat perayaan sekaten dan maulud itu mengatakan, menyantap nasi gurih kerap diidentikkan oleh masyarakat khususnya Yogya sebagai wujud rasa syukur dan untuk meminta keselamatan kepada Tuhan. Sehingga seringkali hidangan itu ditemui juga dalam berbagai upacara tradisi syukuran dan selamatan dalam budaya Jawa.

"Setelah prosesi kondur gangsa ada gerebeg maulud di Masjid Kauman, biasanya nasi gurih akan lebih laris karena lebih banyak orang datang untuk berebut gunungan grebeg," ujar Welas.

Penjaja bahan nginang yang berjualan di halaman masjid saat tradisi Kondur Gangsa di Masjid Gedhe Kauman Yogya pada Selasa, 20 November 2018 . Tempo/Pribadi Wicaksono

Selain nasi gurih, bahan nginang pun ikut diserbu warga.  Nginang merupakan tradisi makan sirih. Bahan nginang ini kebanyakan dijajakan oleh perempuan lanjut usia yang menggelar dagangannya di atas bakul di depan halaman Masjid Kauman. Dengan harga hanya Rp 2.000 warga sudah bisa mendapatkan satu bahan nginang. Ada yang membeli karena memang akan digunakan nginang. Tapi ada pula yang membeli untuk kenang-kenangan atau atribut swafoto.

"Sudah lebih dari 30-an orang yang beli saat acara kondur gangsa belum dimulai," ujar Asnan, 81, perempuan asal Palbapang, Bantul yang berjualan bahan nginang di area Masjid Kauman. Bahan nginang yang dijual merupakan campuran atau ramuan dari tembakau, kapur, gambir, dan buah pinang.  

Asnan menuturkan biasanya hanya berjualan bahan nginang itu saat digelar tradisi kondur gangsa dan grebeg maulud karena saat itulah Masjid Kauman lebih ramai dari hari biasanya. Bersama belasan perempuan lansia lain asal desanya, Asnan berjualan bahan nginang yang dibentuk menyerupai kerucut itu. "Ke sini (Masjid Kauman) naik bus bersama-sama," ujarnya.

PRIBADI WICAKSONO

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Koresponden Tempo di Yogyakarta.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus