Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tidak semua orang yang bermain game akan mengalami ketergantungan. Ada beberapa variabel yang memengaruhi tingkat kerentanan terhadap kemungkinan ketergantungan, termasuk faktor biologis, psikologis, dan sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut penjelasan dr. Kristiana Siste, seorang ahli psikiatri, ketika seseorang menikmati bermain game, kadar neurotransmitter dopamine dalam tubuhnya meningkat, yang pada gilirannya menciptakan efek kenikmatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Manusia dilahirkan dengan dopamin yang rendah jadi dia akan selalu mencari cara, benda, atau kegiatan yang bisa meningkatkan dopamine-nya. Maka, dari segi biologi, seseorang yang memiliki gangguan neurotransmitter dopamine akan lebih rentan mengalami kecanduan,” ujar Kristiana dalam keterangan resmi Kementerian Kesehatan.
Banyak game sering kali menampilkan konten yang meningkatkan tingkat adrenalin pemainnya, sambil menawarkan tantangan yang semakin meningkat di setiap level permainan. Ini menjadi daya tarik utama bagi orang-orang yang secara psikologis cenderung mencari tantangan atau kebaruan.
Dari segi sosial, salah satu faktor yang memengaruhi adalah pola pengasuhan orang tua yang memperkenalkan game kepada anak-anak mereka sejak dini. Hal ini dapat membentuk pola pikir bahwa bermain game adalah cara untuk mencari kesenangan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketergantungan. Menurut Kristiana, faktor-faktor seperti ini meliputi tidak hanya aspek individual, tetapi juga aspek biologis, psikologis, dan sosial yang ikut memengaruhi.
Kata Psikolog tentang Kecanduan Game
Psikolog klinis dari Fakultas Unika Atma Jaya, Nanda Rossalia, berpendapat setidaknya ada sejumlah hal yang bisa didapat remaja dari bermain game online. Salah satunya berkompetensi.
"Alasan remaja bermain game untuk menunjukkan kompetensi mereka, balik lagi ke identitas. Memenangi permainan, saya tangguh dan kompeten. Berbeda dengan di dunia nyata, nilai saya jelek. Sesuai karakteristik remaja, dia mau untuk building karena ini nanti berguna untuk confidence-nya," ujarnya.
Bermain game online juga memberikan manfaat dalam hal otonomi, yang seringkali menjadi kebutuhan yang sangat diinginkan oleh remaja, bahkan terkadang sulit ditemukan di kehidupan nyata. Menurut Nanda, bermain game online memberi remaja kesempatan untuk merasa memiliki kendali dan kebebasan dalam memilih langkah-langkahnya. Selain itu, game online juga memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, konektivitas, dan perhatian dari orang lain yang mungkin tidak selalu ditemui di dunia nyata.
Dalam akhirnya, karena setidaknya tiga kebutuhan dasar ini terpenuhi, remaja merasa nyaman dan terlibat sepenuhnya dalam aktivitas tersebut. Di sisi lain, di dunia nyata, remaja mungkin merasa kurang terpenuhi.
"Dengan adanya game online, saya merasa diterima. Ini adalah bidang di mana saya dapat bersaing, menunjukkan keahlian saya, dan mendapatkan dukungan sosial," kata Nanda
Namun, apakah semua pemain game pasti berakhir dengan ketergantungan? Nanda menjelaskan bahwa ini tergantung pada faktor-faktor kerentanan individu. Orang yang rentan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami ketergantungan. Biasanya, ini melibatkan individu dengan rendahnya rasa percaya diri dan pengendalian diri yang kurang.
Untuk keperluan diagnosis, terdapat kuesioner perilaku kecanduan game yang mengevaluasi lima faktor, seperti preokupasi, perubahan suasana hati, toleransi, konflik, dan upaya untuk membatasi waktu bermain. Pertanyaan dalam kuesioner ini mencakup hal seperti, "Apakah Anda pernah mengabaikan kebutuhan dasar seperti makan dan tidur karena bermain game online?" atau "Apakah Anda gagal mencoba untuk membatasi waktu bermain game online?"
"Tidak semua gamer pasti mengalami ketergantungan. Kami memiliki alat dan prosedur penilaian untuk menentukan apakah seseorang memiliki masalah ketergantungan atau tidak," kata Nanda
Bagaimana jika seorang remaja sudah terlanjur kecanduan game online? Nanda menyarankan untuk membuat program yang melibatkan partisipasi bersama, misalnya di tingkat sekolah, dengan kegiatan yang konsisten seperti olahraga bersama atau mendorong siswa untuk mengeksplorasi hobi baru.
Selain itu, orang tua dapat memberikan pemahaman tentang dampak negatif dari bermain game online secara berlebihan. Nanda menekankan pentingnya pendekatan yang berbeda dari biasanya dalam menyampaikan pesan ini.
"Pendekatan dalam mendukung perilaku yang sehat haruslah berbeda, tidak konvensional. Misalnya, menggunakan media visual atau animasi dan berkomunikasi secara terbuka. Orang tua juga dapat memantau kegiatan bermain game online anak secara aktif dan pasif, sehingga mereka dapat lebih terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka," saran Nanda.
EIBEN HEIZIER | YUNIA PRATIWI | ANTARA | MAYOCLINIC | INDONESIA BAIK
Pilihan editor: Game-game yang Rilis pada Mei 2024 di Berbagai Platform