Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Pesan Dokter buat Penderita Hipertensi yang Ingin Main Bulu Tangkis

Penderita hipertensi boleh saja bermain bulu tangkis, tapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Simak saran pakar.

17 Juni 2021 | 15.36 WIB

Ilustrasi bulutangkis. ANTARA/Maha Eka Swasta
Perbesar
Ilustrasi bulutangkis. ANTARA/Maha Eka Swasta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penderita hipertensi seperti mantan pemain bulu tangkis Markis Kido aman bermain asalkan kondisinya terkontrol atau stabil normal dengan obat. Begitu menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh dari dari Universitas Padjadjaran, Vito A. Damay.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Untuk hipertensi yang terkontrol sebenarnya tidak apa-apa, artinya terkontrol itu stabil normal dengan obat," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanya saja, terkadang penderita hipertensi tak sadar penyakitnya sudah menyebabkan komplikasi seperti penebalan jantung atau pembengkakan jantung. Untuk itu anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) itu mengingatkan pentingnya pemeriksaan di organ target komplikasi hipertensi, seperti Elektrokardiogram (EKG), foto sinar X atau echo, laboratorium fungsi ginjal, kolesterol, gula darah, dan pemeriksaan saraf mata.

Selain itu, orang dengan hipertensi dan pada umumnya juga perlu menjaga detak jantung maksimal agar tahu olahraga yang dilakukan memenuhi tujuan atau tidak, terutama untuk meningkatkan kesehatan jantung. Cara menghitungnya yakni 220 dikurangi usia lalu dikali 60-70 persen untuk mendapatkan kisaran target detak jantung intensitas sedang.

Menurut Vito, olahraga yang baik untuk kesehatan jantung adalah 60-70 persen dari detak jantung maksimal menurut usia. Amannya paling tinggi 85 persen.

"Lain halnya kalau Anda seorang atlet atau ingin mencapi prestasi tertentu, karena itu perlu latihan bertahap dan di bawah pengawasan profesional," tuturnya.

Lebih lanjut, mengenai olahraga ekstrem yang berat dan jangka panjang berpotensi menyebabkan kerusakan otot jantung masih dalam penelitian. Sejauh ini, studi menemukan kerusakan otot jantung dari MRI jantung terjadi pada sebagian kecil orang yang melakukan olahraga ekstrem dan berat jangka panjang.

Walau begitu, sebagian besar orang tidak melakukan olahraga seperti ini dan batasan olahraga ekstrem berat jangka panjang itu sangat sulit dicapai kebanyakan orang. Vito berpesan pada atlet, pegiat olahraga, atau bukan keduanya, sebaiknya bijak dalam menentukan intensitas latihan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus