Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkali-kali diserang penyakit membuat Yulia Sumaria pusing tujuh keliling. Ia, misalnya, menderita asma sejak kecil dan divonis alergi terhadap buah. Belakangan, perempuan 63 tahun ini mengalami gejala mirip sakit jantung, yakni kerap merasa deg-degan. "Enggak terhitung berapa kali saya keluar-masuk rumah sakit," kata warga Mojokerto, Jawa Timur, itu, dua pekan lalu.
Untuk mengobati jantung berdebar itu, Yulia sampai berobat ke Penang, Malaysia. Tapi, saat dokter memutuskan akan memasang alat ke jantungnya, dia menolak. Pulang ke Indonesia, eh, ia terserang nyeri kepala sebelah hampir sebulan lamanya. Anehnya, dokter yang ditemuinya merujuknya ke dokter gigi untuk terapi. Yulia pun berobat ke Daniel Haryono Utomo, dokter gigi langganannya sejak 12 tahun lalu, di Surabaya.
Oleh Daniel, Yulia dilatih membuka dan menutup mulut dengan benar. Gusi dan rahangnya lalu dipijat. Dan, ajaib, keluhannya lenyap seketika. "Langsung hilang itu penyakit-penyakit, termasuk 'sakit jantung' saya," katanya sumringah.
Pijat gusi? Ya, terapi ini dinamaiassisted drainage.Metodenya dilakukan serupa dengan saat membersihkan karang gigi. Masase dengan alat manual itu menyebabkan darah keluar secara pasif (assisted), lalu meningkatkan suhu lokal yang melebarkan pembuluh darah. Pemijatan akan membantu aliran berbagai produk radang dan toksin dari dalam gusi keluar, sehingga mengurangi peradangan setempat.
Rupanya, menurut Daniel, biang kerok tumpukan penyakit Yulia berasal dari kebiasaannya mengunyah makanan pada satu sisi. Yulia memang hanya menggunakan deretan gigi di sebelah kiri untuk meremukkan makanan. Akibatnya, setiap kali mengunyah, rahang bawahnya miring. Dari situlah berbagai penyakit mulai mengintip.
Menurut Daniel, mengunyah pada satu sisi terus-menerusmenyebabkan otot leher mengalami spasme atau kaku. Ini tidak sehat karena di sana terdapat bagian saraf yang meningkatkan asam lambung. Keadaan itulah yang memicu sinusitis atau asma tak kunjung sembuh. Kebiasaan ini juga bisa mengakibatkan tangan kaku, kepala dan leher kaku, sakit maag, migrain, kedutan, tangan kesemutan, vertigo, hingga keadaan seperti gejala stroke.
Contoh kebiasaan lain yang juga berakibat buruk adalah mengerat pada malam hari (sleep bruxism), yang menyebabkan otot pipi kaku. Akibatnya, rongga hidung ikut mengecil sehingga oksigen yang diisap berkurang. Karena oksigen minim, denyut nadi dipaksa meningkat. Ujungnya, detak jantung menjadi lebih cepat. "Itulah mengapa Bu Yulia merasakan seperti terserang penyakit jantung," katanya. Dengan terapi selama tiga-lima menit pada gusi dan rahang, denyut nadinya bisa langsung turun.
Dokter gigi Grace W. Susanto juga melihat hubungan erat antara anatomi mulut, bagian regio atau gigi tertentu, dan kesehatan tubuh di bagian lain. Malposisi pada gigi adalah tanda adanya gangguan kesehatan pada daerah tertentu. Perbedaan warna gusi juga bisa dijadikan sinyal. "Bentuk dan warna gusi yang tak sehat merupakan tanda adanya gangguan metabolisme di dalam tubuh."
Masalah pada gigi-geligi juga bisa menyebabkan berbagai gangguan lain, seperti masalah pada mata, pusing, jerawat, emosi, migrain, vertigo, gangguan keseimbangan, dan masalah pernapasan. Juga bisa memicu problem di pencernaan dengan gejala gangguan ekstremitas nyeri haid dan kembung.
Semua penyakit itu muncul akibat ketidakcocokan makanan dengan golongan darah seseorang, yang membuat darah mengental dan mengganggu peredaran."Akibatnya, gumpalan akan menyumbattepi-tepi gingiva atau gusi," kata dokter yang berpraktek di Semarang ini. Penyumbatan itu pada akhirnya menyebabkan granulasi atau jaringan menjadi rusak dan mati. Akhirnya terjadi gangguan sirkulasi darah dan sirkulasi pembuluh limpa.
Berdasarkan hal itu, Grace kerap melakukan terapi pada gigi untuk menangani keluhan kesehatan pasien. Metodenya tak jauh berbeda dengan terapi telapak kaki yang mempunyai efek refleksi pada bagian tubuh tertentu.
Cara kerja Grace, awalnya membersihkan karang gigi dengan membuang jaringan mati yang ada di sekitar gusi. Ini dilakukan sesuai dengan gejala yang dirasakan pasien. Juga melihat indikasi gangguan penyakit melalui warna gigi dan gusi.Terapi tersebut manjur menaikkan kinerja sistem limfatik, yang akan merangsang peningkatan kekebalan tubuh. "Ini akan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh," katanya.
Sistem limfatik adalah sistem pembuluh limpa yang bekerja membentuk sirkulasi paralel dengan pembuluh darah dan arteri ke seluruh tubuh. Sistem inilah yang menyebabkan kekebalan tubuh menurun bila senyawa lain, seperti bakteri, memasuki jaringan tubuh dan terbawa melalui pembuluh limpa ke kelenjar limpa.
Sebenarnya tindakan pada gusi untuk menangani penyakit di bagian tubuh lain ini sudah cukup lama dipelajari Daniel, yakni sejak 1996. Tapi hal itu tampaknya belum banyak dilakukan oleh dokter gigi. Saat itu seorang pasien yang menjalani perawatan pembersihan karang gigi melaporkan gejala vertigonya hilang dalam beberapa jam setelah perawatan. Daniel tertarik, lalu rajin menanyakan keluhan pasiennya sebelum melakukan pembersihan karang. "Berbagai gejala penyakit lain, seperti nyeri haid, tangan kesemutan, pilek (rinitis), dan sulit tidur nyenyak, ternyata berkurang, bahkan hilang, setelah pembersihan karang," ujar pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, ini.
Untuk membuktikan penemuannya ini, Daniel pun menggandeng Bambang Permono, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, dan dokter spesialis alergi anak Ariyanto Harsono. Mereka memberikan terapi kepada pasien anak-anak pengidap asma alergi persisten ringan usia 7-11 tahun selama seminggu pada 2006.
Hasilnya, hanya dalam lima menit kondisi para pasien membaik dan napasnya meningkat secara signifikan. Berkat pembuktian khasiat terapi pijat gusi tersebut, mereka meraih penghargaan tertinggi dalam Kongres Asia-Pasifik Kedokteran Anak atau ACPID KONICA yang diselenggarakan di Surabaya pada 2008. Penelitian ini juga diulang oleh tiga dokter dan pengajar spesialis gigi anak di Rumaniapada 2011. Kini Daniel sedang giat menurunkan ilmunya kepada para calon dokter gigi.
Adapun di Kota Atlas, berkat terapinya yang manjur tersebut, Grace kini kebanjiran pasien. Mereka datang dari berbagai kalangan, dari artis, pejabat, sampai warga Singapura dan Hong Kong. Salah satunya Danang. Pria 50 tahun ini datang dari Yogyakarta karena kerap mengalami migrain dan nyeri lambung. Setelah rutin menjalani terapi gusi,"Kini sudah nyaman dan tubuh pun terasa ringan," katanya gembira.
Nur Alfiyah, Artika Rachmi Farmita (Surabaya), Edi Faisol (Semarang)
Ikatan Gigi dan Badan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo