Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bertakziah atau melayat orang meninggal kerap menjadi masalah. Kita selalu datang dengan kekikukan dalam bersikap. Sepertinya apa yang kita lakukan di rumah duka tidak ada yang pas. Terlihat bersedih takut menambah kesedihan keluarga yang ditinggalkan, mau tersenyum khawatir tidak patut, bahkan mencari tema obrolan yang pas juga tidak mudah.
Beberapa pengalaman pribadi dan orang di sekitar ini mungkin bisa membantu kita saat melayat:
1. Jangan bertanya tentang proses kematian.
Saat mati angin atau tak tahu apa yang harus diobrolkan, kita kerap bertanya ke keluarga bagaimana almarhum(ah) meninggal. Apa karena sakit, sakitnya apa, pukul berapa meninggal, di mana meninggal, serta sudah berapa lama sakitnya. Sebaiknya, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak usah diajukan.
Saya mempelajari ini dari Indra Herlambang. Saat salah satu orang tuanya meninggal, dia merasa terbebaskan saat ada pelayat yang tidak bertanya tentang sebab kematian almarhum. Menanyakan hal tersebut bisa memancing memori orang yang ditanya. Hal itu tentu bisa memicu kesedihan. Bayangkan jika itu ditanyakan setiap tamu yang hadir, bisa berapa kali dia harus memanen kesedihan?
2. Pernyataan “Yang sabar, ya,” kadang juga bisa menjadi bumerang. Jadi, sebaiknya berhati-hati untuk mengucapkannya. Sekali atau dua kali, permintaan untuk bersabar mungkin tidak salah, tapi saat dikatakan berkali-kali, keluarga yang masih sangat berduka mungkin bisa bete juga.
3. Ucapkan belasungkawa (turut berduka), minta izin untuk mendoakan almarhum, dan tanyakan apa yang bisa dibantu. Ketiga pernyataan itu jauh lebih baik. Tentu, asalkan kita tidak basa-basi. Kita harus siap saat keluarga memang minta bantuan. Menyatakan empati boleh, tapi tidak perlu berlebihan.
4. Jangan merepotkan keluarga dengan kehadiran kita. Ya, kita memang tamu, tapi kita bukan tamu di saat normal yang harus dilayani. Bahkan ada pendapat yang tidak memperbolehkan kita makan dan minum di rumah duka. Bahkan, jika kita tidak tahu alamat rumah duka, sebaiknya tidak menghubungi keluarga dekat. Hargai mereka yang sedang berduka. Usahakan mencari alamat dari sumber lain, misal keluarga jauh atau teman almarhum.
5. Jangan share foto di rumah duka, baik itu foto jenazah ataupun foto keluarga yang mata mereka mungkin masih sembap dan tak ingin terlihat sedih. Bahkan, kalau perlu tak usah mengambil foto sama sekali. Kalau mau, ambil saja foto nisan saat di pemakaman sudah tidak ada orang. Namun usahakan untuk tidak dibagi ke media sosial.
6. Jika Anda mengantar jenazah ke pemakaman, usahakan berkendara dengan khidmat, jangan mentang-mentang bawa bendera kuning, Anda jadi raja jalanan. Nabi memang meminta kita menyegerakan pemakaman, tapi tidak menyuruh kita terburu-buru. Menyegerakan artinya tidak menunda pemakaman hingga berhari-hari.
7. Hargai kuburan lain, jangan diinjak-injak. Kita tidak perlu mengerubung makam sampai harus tidak menghargai kuburan yang lain.
8. Sering terjadi, saat pemakaman banyak yang sok tahu soal tata cara pemakaman. Tidak boleh ini, harus begitu, dan lain sebagainya. Niatnya memang baik, untuk menunjukkan cara terbaik dalam upacara pemakaman. Namun niatan itu kerap membuat pemakaman menjadi riuh, penuh teriakan, dan mengganggu kekhidmatan. Kesalahan sedikit dalam pemakaman tidak masalah, tidak akan membuat almarhum berdosa, toh, dia sudah meninggal. Kalaupun ada yang dirasa salah, sampaikan baik-baik di waktu yang tepat.
9. Jangan bicara sendiri. Sayangnya, ini yang sering terjadi. Hormati keluarga yang bersedih.
Ada banyak hal lain yang harus diperhatikan, tapi intinya adalah etika dan rasa ingin menghargai sesama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artikel ini sudah tayang di almuslim.co