Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Berburu Hantu di Inggris, Hantu Bangsawan sampai Proletar Ada

Kota York di bagian tengah Inggris menyajikan aneka kisah hantu yang menarik untuk diburu. Ada kisah hantu bangsawan hingga orang biasa.

24 Januari 2019 | 10.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Kota York,Inggris - Sumber ketegangan malam itu adalah Steve. Saya tak sempat menanyakan nama lengkapnya. Lelaki berkepala plontos itu menjadi pemandu bagi tur hantu buat saya dan sekitar 24 orang lainnya pada akhir pekan kedua Januari 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kami mengikuti The Original Ghost Walk of York, salah satu tur hantu di York, sebuah kota Inggris di bagian tengah. Angin malam tak menihilkan rasa penasaran saya: apakah saya bakal bertemu hantu malam ini?

Steve adalah seorang tukang cerita yang berdedikasi sekaligus jenaka. Sebelum tur dimulai, dia bertanya kepada seorang laki-laki yang datang bersama pasangannya. "Apakah Anda percaya pada hantu?" Saat peserta itu menggeleng, seketika Steve menyambar, "Lalu mengapa Anda ada di sini? Tapi persepsi Anda akan berubah setelah ini."

Ketika ceritanya diganggu oleh kawanan angsa yang berenang di River Ouse, Steve menghardik binatang dengan suara yang melengking tinggi. "Shut up!" kata Steve yang disambut gelegak tawa oleh peserta tur. Alisnya berkerut-kerut ketika memperkenalkan tur yang dia pandu. Intonasinya melengking ketika menceritakan satu bagian yang dia anggap penting. Namun, suaranya bisa kembali rendah saat masuk ke kisah yang misterius dan menyeramkan.

Untuk membangun atmosfer ketegangan, Steve mengawali cerita tentang George Villiers, the Duke of Buckingham II. George merupakan politikus Inggris yang ikut berperang selama masa Revolusi Inggris. George pernah menjadi penasihat Raja Charles pada 1660 saat Inggris melakukan restorasi monarki. Pada masanya, George memiliki laboratorium di Kota York yang kini beralih fungsi menjadi pub bernama The Cock and Bottle. "Dan, George kini sering nongol di bar itu," kata Steve dengan nada yang diseram-seramkan. Dia menunjuk lokasi yang juga berada di seberang River Ouse.

Hantu George, kata Steve, kadang muncul dengan posisi duduk di kursi dekat perapian. Namun, acapkali hantu ini bersembunyi di dalam toilet perempuan. Entah untuk alasan apa, saya juga tak sempat bertanya. Menurut Steve, beberapa kali pengunjung perempuan The Cock and Bottle komplain karena lampu di toilet sering hidup mati tanpa sebab. "Yang menyeramkan, ada pengunjung yang merasa tangannya disentuh oleh tangan sedingin es. Itulah hantu George!"

Saya hanya manggut-manggut. Sementara, peserta lain tampak terpana mendengarkan cerita Steve. Kisah George di The Cock and Bottle Pub merupakan menu pembuka The Original Ghost Walk of York malam itu. Tur berburu hantu memang menjadi salah satu daya tarik di kota ini. The Original Ghost Walk of York telah diselenggarakan sejak 1973. Tur ini diyakini sebagai sebagai tur hantu pertama di dunia.

Selanjutnya: Clifford’s Tower, Tempat Eksekusi Penjahat pada Masanya

Tur hantu ini diselenggarakan saban pukul delapan malam dengan titik awal di The King’s Arms Pub, terletak tak jauh dari pusat kota York, di pinggir River Ouse. Pengunjung cukup membayar uang sebesar 5 poundsterling atau sekitar Rp 90 ribu untuk mengikuti tur ini. Namun, mahasiswa mendapat potongan harga sebesar 20 persen jika menunjukkan kartu identitas. Mereka yang ingin mengikuti tur ini tinggal datang tanpa perlu membuat reservasi lebih dulu.

Malam itu, saya datang terlalu cepat dan sempat nyasar masuk ke The King’s Arm Pub. Seorang karyawan pub, yang badannya berotot seperti atlet gulat dan penuh tato mengatakan, peserta tur hantu bisa menunggu di luar pub. Tepat pukul delapan malam, seorang pria plontos dengan setelan serba hitam keluar dari pub. Dia berteriak, siapa yang hendak mengikuti tur hantu bisa merapat ke arah dermaga di pinggir River Ouse. Kami yang telah menunggu dengan kedinginan segera mengikuti pergerakan Steve. Tur ini akan berlangsung selama satu jam 15 menit.

Dalam situs resminya, The Original Ghost Walk of York mengklaim seluruh pemandu mereka memiliki serifikat tentang sejarah Yorkshire. Mereka juga sering tampil dalam berbagai macam pertunjukan di Inggris dan juga Eropa, termasuk program televisi, tampil di York Mystery Plays, Jorvik Festival dan Early Music Festival. Sejumlah pesohor diklaim telah mengikuti tur ini seperti aktor Morgan Freeman dan Richard Dreyfuss.

Dari cara Steve memperkenalkan diri dan bercerita, saya bisa menangkap mereka mempersiapkan segala sesuatunya dengan profesional. Titik kedua yang kami kunjungi malam itu adalah Clifford’s Tower. Tower ini berhadap-hadapan dengan York Castle Museum, yang dulunya dipakai sebagai lokasi penggantungan dan penjara untuk para penjahat pada eranya. Dalam sebuah artikel di The Guardian, ketika pembuatan film Ghost Towns Program pada 2006, pekerja film sering mendengar lolongan suara yang tak jelas muasalanya serta derap langkah kaki yang diyakini sebagai hantu anak kecil.

Cliffords Tower di Inggris. TEMPO | Wayan Agus Purnomo

Clifford Tower dibangun pada 1068 namun empat puluh tahun kemudian tower ini terbakar. Kala itu, sekitar 150 orang Yahudi berusaha melarikan diri dari kepungan massa. Orang-orang Yahudi ini kemudian terdesak ke dalam tower dan terjebak di dalam tower. Mereka memilih bunuh diri daripada tertangkap kepungan massa. Clifford’s Tower kerap disebut lokasi hantu karena banyaknya orang yang terperangkap kala itu.

Namun kisah hantu yang terkenal dari Clifford’s Tower adalah Roger de Clifford. Dia digantung di tower ini dan ditinggalkan begitu saja selama satu tahun satu hari di luar tower. Pengunjung dikabarkan kerap melihat Roger berkeliaran di sekitar Tower. Konon, hantu ini kerap muncul pada malam hari dan mengganggu pengunjung yang berlalu lalang di sekitar Tower.

Selanjutnya: Hantu Romawi, Hantu Hotel, dan Hantu di Katedral

Dari Clifford’s Tower, Steve membawa kami ke Jorvik Viking Centre yang terletak di tengah-tengah pusat perbelanjaan kota York. Steve bercerita mengenai bagaimana Bangsa Viking bertempur dengan Bangsa Romawi. Menurut Steve, bangsa Viking tak bisa menjadi hantu setelah meninggal. "Yang menjadi hantu adalah bangsa Romawi," kata dia.

Jorvic Viking di Inggris. TEMPO | Wayan Agus Purnomo

Titik berhenti selanjutnya adalah St. Crux Church. Pada awalnya, saya mengira Steve bakal bercerita mengenai hantu di gereja ini. Rupanya saya salah sangka. Steve justru menunjuk sebuah hotel yang bernama Golden Fleece di seberang gereja tersebut. Menurut dia, ada lima hantu yang tinggal di hotel tersebut. "Dia kadang membuka jendela dan memutuskan lehernya," kata Steve. Dia mendesis-desiskan dan tangannya memperagakan kepala yang terpisah dari leher. Matanya melotot dan dahinya berkerut-kerut ketika menceritakan hantu ini.

York Minster di Inggris. TEMPO | Wayan Agus Purnomo

Malam itu, tempat terakhir yang kami datangi adalah York Minster, sebuah katedral dengan corak gotik. Sebagai salah satu bangunan dengan historikal panjang, York Minster menjadi lokasi favorit bagi para pemburu hantu di kota ini.

Salah satu hantu yang terkenal di York adalah seorang lelaki muda yang meninggal pada 1702 pada usia 26 tahun bernama Dean Gale. Hantu Dean, konon kerap berkeliaran di sekitar gereja. Konon, lain waktu hantu ini terlihat ikut duduk di bangku gereja, turut mendengarkan ceramah.

Steve mengakhiri cerita hantu di York di sebuah gang di belakang York Minster di depan pintu the Treasurer House. Dia meminta kami menceritakan pengalaman ikut serta dalam tur ini kepada orang lain. Setelah tepuk tangan dari peserta, kami pun bubar meninggalkan Steve yang pulang dengan arah berbeda. Namun, ada satu hal yang saya luput tanyakan padanya malam itu: Pernahkah dia melihat hantu-hantu yang dia ceritakan? Ah!

Wayan Agus Purnomo

Wayan Agus Purnomo

Meliput isu politik sejak 2011 dan sebelumnya bertugas sebagai koresponden Tempo di Bali. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk menyelesaikan program magister di University of Glasgow jurusan komunikasi politik. Peraih penghargaan Adinegoro 2015 untuk artikel "Politik Itu Asyik".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus