Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Catat, Ini Dia Kiat Penting Membangun Ekoturisme

Ekoturisme merupakan jembatan antara kepentingan paraiwisata dan pelestarian alam. Di sinilah pengetahuan tradisional memegang peranan penting.

2 November 2019 | 12.00 WIB

Rangkong cula burung yang dianggap sebagai penyambung roh antara yang mati dan yang hidup. Replikanya digunakan untuk upacara adat gawai kenyalang. Foto: @carlacvsantos
Perbesar
Rangkong cula burung yang dianggap sebagai penyambung roh antara yang mati dan yang hidup. Replikanya digunakan untuk upacara adat gawai kenyalang. Foto: @carlacvsantos

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Kapuas Hulu - Siapapun bakal kerasan saat rebahan di pondok di pinggir hutan. Berkarib dengan sejuknya alam, dibelai kicauan burung. Surga seperti itu bisa ditemui di kawasan rimba Desa Segitak, Kapuas Hulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO mencicipi nikmatnya menyatu dengan alam di Kalimantan Barat itu, pada Ahad, 29 September 2019. Selama menginap dalam hutan paduan suara kicau burung terus terdengar. Kawasan hutan di Desa Segitak memang belum termahsyur sebagai ekoturisme.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, dengan sentuhan fasilitas menginap dan promosi kawasan Desa Sgitak bisa jadi arena bird watching papan wahid. Atau medan trekking sembari berwisata budaya dan alam, melihat kehidupan Suku Dayak. 

Ekowisata menjadi jembatan antara pariwisata untuk menyejahterakan masyarakat sekaligus melestarikan alam -- dua hal yang kadang saling bertentangan. 

"Ekoturisme yang ideal tentu tidak mengganggu keseimbangan ekosistem," kata peneliti burung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dewi Malia Prawiradilaga.

Dewi menambahkan bahwa ekoturisme bisa berhubungan antara manfaat ekonomi dan lingkungan. "Masyarakat setempat menikmati manfaat ekonomi sekaligus menjaga hutan serta habitat satwa. Makanya pelaksanaan (ekoturisme) sebaiknya ada kegiatan pemantauan," tuturnya.

Pemandangan belantara hutan di Kawasan Desa Segitak, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Warga lokal dapat membantu wisatawan menemukan saat yang tepat berkunjung ke kawasan rimba di Segitak. TEMPO/Bram Setiawan

Berdasarkan aspek keanekaragaman hayati, ekoturisme termasuk kategori jasa lingkungan. "Peran hutan memberikan manfaat pada manusia," kata peneliti ekologi tumbuhan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Joeni Setijo Rahajoe.

Ekoturisme mensyaratkan pelestarian hutan untuk memberi peluang rekreasi, yang bermanfaat bagi hutan itu sendiri dan manusia. Joeni menambahkan, manfaat lainnya, yaitu penalaran, relaksasi, dan refleksi spiritual. "Hal itu masuk dalam jasa lingkungan. Kemudian juga (ekoturisme) perlu menonjolkan pengetahuan tradisional untuk eksplorasi," tuturnya.

Pengelola ekoturisme, kata dia, harus warga lokal. Joeni menjelaskan yang dimaksud pengetahuan tradisional, berguna untuk menetapkan periode kunjungan wisata dan jumlah pelancong, "Kami pun peneliti hanya menerjemahkan untuk kepentingan ilmiah, tapi yang utama pengetahuan tradisional," katanya.

Pengetahuan tradisional itu berkaitan pada siklus tumbuhan dan masa berkembang biak satwa. Ia menambahkan, pengetahuan tradisional itu juga sebagai penunjang konservasi lingkungan. Maka ihwal itu, ia menganggap dalam ekoturisme perlu diatur periode serta jumlah pengunjung berpedoman pengetahuan tradisional.

Ekoturisme dalam pengamatan burung memerlukan panduan masyarakat lokal, agar dapat menunjukkan lokasi pasti keberadaan burung rangkong. Foto: @yayasankehati

"Supaya tidak menjadi mass tourism, itu memberi dampak sosial orang nanti jadi tidak peduli lingkungan," ujarnya.

Ihwal pelancong yang meminati ekoturisme memang dianggap tak umum seperti kegiatan pariwisata konvensional. "Pastinya peminat ekoturisme adalah orang punya rasa ingin tahu yang tinggi tentang daerah tersebut. Bukan wisatawan yang datang sekadar iseng," katanya.

 
 
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus